- tvone/Puji Langgeng
Tak Kapok dengan Kasus Kekerasan PRT Migran, Pemerintah Gagal Buat Skema Perlindungan
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua International Migrants Alliance (IMA) dan Jubir Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), Eni Lestasri menyoroti soal kasus kekerasan pekerja rumah tangga (PRT) migran yang terus terjadi.
Menurut dia, pemerintah tidak kapok melihat rakyatnya terus mendapat perlakuan tidak manusiawi ketika bekerja di luar negeri, terutama kaum wanita.
Sebab, eksploitasi, kekerasan, dan perlakuan keji yang dialami pekerja migran terus bertambah, merujuk data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Dari data tersebut terungkap selama 2019-2020 setidaknya terdapat 700 pekerja yang pulang ke Indonesia dalam keadaan meninggal dunia, umumnya karena mengelami kekerasan dari pemberi kerja.
"Ini sebagai penanda gagalnya skema perlindungan terhadap perempuan pekerja migran dari sektor domestik," kata Eni di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Eni menjelaskan negara harus meminta maaf langsung kepada korban dengan mengutamakan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, dia menegaskan hak-hak buruh luar negeri juga harus diperhatikan soal keselamatan selama bekerja.
"Negara harus meminta maaf secara publik kepada KP (korban PRT migran di Hongkong) dan sektor domestik lainnya," tegasnya.
Eni menambahkan kurangnya informasi pada saat perekrutan disinyalir dilakukan secara sengaja untuk tetap menjadikan migran tersebut sebagai pekerja murah (cheap labour).
Dia memastikan hal tersebut kerap terjadi karenanya tidak ada koordinasi antara pihak swasta perekrut pekerja migran kepada pihak luar negeri.
"Indikatornya, tidak adanya bekal pemahaman (hak dan kewajiban PRT Migran, bahasa dan budaya negara tujuan yang menjadi kunci keselamatan dan keamanan) PRT migran selama bekerja," imbuhnya.
Sementara itu, Eni mengaku pemerintah hanya memintangkan investasi ketika kunjungan kerja ke Hongkong.
Dia memahami bahwa pemerintah hanya membahas kebutuhan pasar perdagangan, tanpa kejelasan soal isu pekerja migran.
"Mereka rajin ke Honkong, tapi program utamanya investasi dan perdagangan. Sementara isu migran, mereka menganggap hanya selintas pernyataan 'tolong jaga warga kami', tetapi tidak ada kesepakatan MoU atau MoA itu konkrit berbasis apa yang kami alami," ungkapnya. (lpk/aag)