- Julio Trisaputra/tvOne
Terungkap! Usai Aniaya Secara Membabi Buta, Mario Dandy Ternyata Juga Sebar Foto David Ozora yang Terkapar
Jakarta, tvOnenews.com - Tak hanya menganiaya David Ozora, Mario Dandy Satriyo ternyata juga menyebar foto dan video korban yang tengah terkapar seusai peritiwa penganiayaan itu.
Fakta baru itu terungkap setelah rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) beberapa waktu lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi mengatakan tersangka Mario Dandy Satrio sempat menyebar video dirinya saat menganiaya David secara membabi buta kepada sejumlah orang.
"Benar dikirim ke 3 pihak," kata Hengki saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Hengki menuturkan pihaknya telah mendapati dua dari tiga pihak yang sempat menerima sebaran video dari tersangka Mario Dandy Satrio.
Menurutnya selain rekaman video, tersangka Mario Dandy Satrio turut serta menyebar foto David Ozora usai dianiaya secara membabi buta.
Bahkan, Mario menyebar foto tersebut kepada sejumlah pihak dengan kondisi David Ozora yang telah tak sadarkan diri dan sejumlah luka parah di wajahnya.
"Bahkan pada foto korban saat luka-luka, juga dikirim di beberapa pihak," ungkapnya.
Adapun, kata Hengki saat ini pihak penyidik tengah mendalami motif penyebaran video dan foto yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio saat menganiaya David Ozora secara membabi buta.
"Kita sedang dalami motivasinya," katanya.
Ayah David Ozora Tolak Damai
Buntut adanya tawaran damai dari Kajati DKI Jakarta kepada keluarga David Ozora mengundang reaksi berbagai pihak, salah satunya dari DPR RI hingga ayah David Ozora.
Ayah David Ozora, Jonathan Latumahina bereaksi keras terkait tawaran Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manhovani soal langkah hukum restorative justice dalam perkara penganiayaan berat.
Jonathan Latumahina merespon cepat tawaran damai Kajati DKI Jakarta terkait perkara penganiayaan berat oleh Mario Dandy Satriyo.
Dengan tegas dan keras ayah David Ozora, Jonathan menolak tawaran perdamaian Mario Dandy Satriyo.
Bahkan Jonathan Latumahina lebih memilih berperang daripada harus berdamai dengan orang yang telah menganiaya anaknya secara brutal hingga koma.
Dia mengaku lebih suka berperang daripada berdamai dengan orang-orang yang menganiaya anak kesayangannya.
"Jika mereka minta damai, maka kami siap perang," komentar Jonathan.
"Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya, maka kasus dilanjutkan," sambung dia.
DPR Komentari Soal Kejati DKI Tawarkan Damai di Kasus Mario Dandy
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Santoso menanggapi terkait tawaran damai dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dalam kasus penganiayaan David Ozora oleh Mario Dandy.
Santoso mengatakan pernyataan Kepala Kejati DKI Jakarta itu harus bisa dipastikan apakah murni berasal dari pendapat pribadi atau ada pihak yang menitipkan.
“Mesti dipastikan dulu apakah pernyataan kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta itu merupakan pernyataan pendapatnya sendiri atau keinginan dari salah satu atau kedua pihak, dalam hal ini korban dan pelaku,” jelas dia saat dihubungi, Jumat (17/3/2023).
Adapun dia menjelaskan penanganan kasus pidana melalui restorative justice ini diperlukan syarat yang sudah ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Menurutnya, hal itu bisa terlaksana bila korban, dalam hal ini pihak David Ozora, mau memaafkan pelaku yaitu Mario Dandy cs.
“Syarat utama dapat dilakukannya restorative justice adalah pihak korban mau memaafkan pelaku dan tidak menuntut tindakan pidana pelaku di proses sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur Santoso.
Kajati DKI Jakarta Tawarkan Damai
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manhovani menjenguk korban David Ozora yang masih terbaring lemah dan menjalani perawatan medis di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (16/3/2023) malam.
Usai menjenguk korban, Reda mengatakan masih adanya peluang restorative justice atau RJ dalam penanganan kasus tersebut.
"Di tahap berikutnya misalkan sudah dilimpahkan kepada kami proses itu (restorative justice) kami tetap menawarkan, apakah ini akan dimaafkan secara yuridis sehingga dapat dilakukan proses tadi," kata Reda kepada awak media.
Reda menuturkan restorative justice bisa terwujud jika kedua belah pihak yakni korban dan para tersangka dapat menyetujuinya. Tapi, jika salah satu pihak menolaknya langkah restorative justice tidak akan dilakukan melainkan proses pengadilan yang berjalan.
"Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, serta bertepuk sebelah tangan namannya. Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban," ungkapnya. (viva/saa/ree/raa/muu)