- Istimewa
Malapetaka Kode QR Palsu di Masjid, Pengamat Sosial sebut Akibat Pemerintah Lebih Bergairah Berburu Ujaran Kebencian
Jakarta, tvOnenews.com - Indonesia baru-baru ini diguncang dengan pemberitaan soal kode QR yang digunakan untuk memanipulasi rakyat. Mirisnya, kode QR itu dipalsukan dan digunakan oleh onkum sebagai penampung infak di masjid.
Hal ini seperti yang baru terjadi di Masjid Istiqlal, pada Selasa (11/4/2023). Ironinya lagi, kode QR palsu itu ditemukan kurang lebih 50 titik di kawasan masjid tersebut, di mana masjid ini merupakan satu di antara ikon Indonesia.
Sontak, malapetaka insiden Infak Masjid dengan Kode QR Palsu ini pun menyita perhatian publik hingga menuai komentar dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya, Pengamat Sosial yang juga selaku Dosen FISIP UMSU di Medan, Sohibul Anshor Siregar.
Ini murni dimensi teknologis yang gagal diantisipasi. Padahal, UU ITE sudah ada. Tetapi karena UU ITE ini lebih dipacu ke arah dunia sosial politik, benar-benar kedodoran dalam bidang utama yang sesungguhnya menjadi tujuan diundangkannya UU ITE itu," ujar Sohibul Anshor kepada tvOnenews, Selasa (11/4/2023) malam.
Bahkan dia juga sebutkan, bahwa saat ini pemerintah senang dan lebih bergairah berburu ujaran kebencian rakyatnya. "dan dengan semangat memenjarakan mereka (rakyat). Mereka masih asyik di dunia itu hingga kini," pungkasnya.
"Kalau tak salah, tahun lalu hal serupa (Penipuan dan pemalsuan Kode QR) juga telah pernah dikeluhkan pada transaksi-traksaksi lain. Tak kurang dari Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengingatkan Bank Indonesia (BI) akan bahaya kode QR Kode palsu yang sewaktu-waktu mengintai para pengguna," jelasnya.
Tak dapat disangkal, ia sebutkan, trend transaksi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) sedimikian pesat dalam dunia pembayaran yang serba digital ini.
"Katanya, berdasarkan data BI per April 2022, transaksi pembayaran menggunakan QRIS mengalami pertumbuhan dari Rp5,8 Triliun per Maret 2022 menjadi Rp7,5 triliun pada April 2022," papar Sohibul Anshor.
Bahkan, ia katakan, Gubernur BI Perry Warjiyo kala itu pun angkat bicara, bahwa pengguna QRIS sebagian besar atau 90 persen dari 17,2 juta merchant didominasi oleh pelaku UMKM.
"Menurut Pratama, 'sekarang semua orang berlomba-lomba menggunakan QRIS payment karena mudah untuk membayar, tetapi itu juga sangat mudah sekali dimanfaatkan oleh orang tak bertanggung jawab atau hacker untuk membuat QR code palsu," jelasnya mengakhiri.
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) angkat bicara terkait kasus pemalsuan alat pembayaran kode batang (barcode) QR Indonesian Standard (QRIS) untuk infaq di sejumlah masjid di wilayah DKI Jakarta.
Bank Indonesia (BI) menyayangkan penyalahgunaan QRIS di rumah ibadah yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, pihaknya telah mendapatkan laporan kasus ini dari pengurus Masjid Istiqlal Jakarta.
Modus dari pelaku pemalsuan kode QRIS ini adalah dengan cara menukar stiker kode QRIS milik masjid dengan barcode QRIS rekening pribadi miliknya.
"Jadi ini bukan QRIS palsu tapi QRIS alamat palsu. Yang restorasi itu QRIS-nya asli tapi diganti dengan QRIS dia dan masuk ke alamat (rekening) dia. Jadi nggak ada QRIS palsu tapi QRIS alamat palsu," ungkap Erwin saat jumpa pers di Kantor BI, Selasa (11/4/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Fitria Ismi mengimbau agar masyarakat dapat lebih berhati- hati saat melakukan transaksi menggunakan QRIS.
"Caranya betul-betul memastikan bahwa link yang dipindai menggunakan nama merchant yang didatangi," kata dia.
Jika ada perbedaan nama, maka bisa langsung tanyakan kepada pengurus masjid yang bersangkutan.
"Saat kita scan bisa melihat namanya apakah masjid atau nama pribadi. Ini harus curiga, ini haruskan kita cek ricek. Itu cirinya yang digunakan untuk penipuan ini," jelasnya.
Tak hanya itu, Fitria juga mengimbau kepada pihak merchant agar secara berkala mengecek barcode QRIS yang dimiliki. Hal ini bertujuan agar terhindar dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang bisa menukarnya.
"Dari pihak merchant untuk melihat ciri-ciri apakah QRIS nya diganti atau nggak, tentu secara berkala harus cek, masihkah sama dengan nama masjidnya. Apakah sama dengan rekening yang didedikasikan ke QRIS itu," pungkasnya. (aag)