- tim tvOne
Dituduh Jadi Pelaku Adu Domba Anas Urbaningrum dan Demokrat, Kubu Moeldoko: Tidak Masul Akal!
Jakarta, tvOnenews.com - Kuasa hukum sekaligus Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Partai Demokrat versi kongres luar biasa (KLB) Moeldoko, Saiful Huda, membantah pihaknya melakukan adu domba antara Anas Urbaningrum dengan Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dia mengatakan Demokrat kubu Moeldoko tidak pernah melakukan kejahatan apapun termasuk kejahatan politik kepada Anas.
“Sangat tidak mungkin sekali Partai Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko mau mengadu domba antara Anas Urbaningrum (AU) dengan Partai Demokrat, tidak masuk akal itu,” kata Saiful saat dihubungi, Jumat (14/4/2023).
Dia lantas menyinggung bahwa yang pernah melakukan kejahatan kepada Anas adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. SBY disebut menjegal Anas dari Ketua Umum Demokrat dan menghilangkan semua pendiri Demokrat yang berjumlah 99 orang.
Moeldoko (Ist)
“SBY tidak malu-malu mengangkat dirinya sendiri sebagai Ketum Partai Demokrat setelah Anas dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK, dengan alasan atas perintah Dewan Kehormatan Partai Demokrat yang tiada lain adalah SBY,” jelasnya.
“Jadi SBY memerintah dirinya sendiri, konyol tidak itu? Sangat memalukan tidak itu?. Setelah itu, baru kemudian SBY ‘menghabisi’ seluruh loyalis setia Anas yang menjadi Pengurus Partai Demokrat di berbagai tingkatan, baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kota dan Kabupaten. Inilah begal partai yang sesungguhnya,” sambung Saiful.
Selain itu, dia juga membantah bahwa kubu Moeldoko sedang berupaya menjegal Anies Baswedan maju capres 2024. Sebab pihaknya hanya fokus untuk memenangkan upaya hukum terakhir atau peninjauan kembali (PK) yang sudah diajukan oleh DPP Partai Demokrat KLB 3 Maret 2023.
“Partai Demokrat KLB belum berpikir jauh soal capres-capresan,” tegas dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan bahwa Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dan kubu Moeldoko telah mengadu domba antara Anas Urbaningrum dengan Demokrat.
Herman mengaku pihaknya merasa kasihan kepada Anas atas kegaduhan ini. Sebab banyak pihak yang mengungkap kembali masa lalu dan kasus mantan Ketua Umum Demokrat itu.
“Kasihan, sehingga berhenti kubu Moeldoko dan PKN untuk terus mengadu domba keberadaan Anas terhadap Partai Demokrat tidak ada masalah,” kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2023).
Dia menilai Anas lebih suka pada politik persahabatan bukan dengan politik permusuhan.
“Ya oke kalau PKN akan dibesarkan sebagai bagian dari bagian yang tak terpisahkan dari langkah politiknya, ya, besarkan saja PKN. Dan hentikanlah kubu Moeldoko untuk mengadu domba, ini kan yang membuat gaduh ya ini saja dua kubu itu,” jelas Herman.
Lebih lanjut, Herman membantah ada skenario besar yang disiapkan Anas setelah bebas. Dia meyakini bahwa Anas tidak akan memulai konflik dan menciptakan musuh.
“Enggak ada. Enggak ada. Itu kan hanya diplintar-plintir saja. Baik oleh yang selama ini berada di Moeldoko maupun Pasek yang di PKN,” kata dia.
Mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum bebas dari Lapas Sukamiskin (tvOne)
Dia pun mengaku pihaknya merasa kasihan kepada Anas yang mendapat banyak kritik di media sosial.
“Seharusnya kan menikmati kebebasan, menikmati masa di luar tahanan, menyelesaikan berbagai perjalanan kasusnya dan tinggal hidup lebih tenang dan kali mau berpolitik, ya saya kira saya setuju dengan statement-nya untuk berpolitik yang tidak bermusuhan,” jelas Herman.
Diketahui, Anas Urbaningrum menghirup udara bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, hari ini, Selasa (11/4/2023) pukul 14.00 WIB.
Sebelumnya, dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Februari 2013 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang pada 2010-2012.
Anas divonis 14 tahun penjara. Pada 2018, dia mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) hingga akhirnya masa hukuman dipangkas menjadi 8 tahun penjara. (saa)