- Istimewa
Milan Kundera dan Perginya Semangat Praha
Jakarta, tvOnenews- Paris berduka. Milan Kundera, novelis eksil yang menghabiskan hampir lima dekade hidupnya di Jalan Montparnasse, dikabarkan meninggal dunia pada usia 94 tahun.
Perpustakaan Morovia (MZK) di kota Brno, Ceko, salah satu penyimpan karya-karya pribadi Kundera terbanyak menyebut, "bintang sastra" dunia itu wafat dengan tenang di apartemennya setelah sakit berkepanjangan.
Kundera memang begitu mencintai Paris. Suatu ketika Olga Carlisle, pengarang Voice in The Snow yang mewawancarai Kundera di apartemennya, sebuah loteng dengan pemandangan atap abu abu warga Paris, dengan dinding penuh lukisan lukisan surealis menyebut pasangan Milan Kundera dan Vera Kundera sangat mengapresiasi kehidupan serba pesta di Paris.
Selama wawancara, sambil menuang anggur dan mengupas kiwi, pasangan ini bercerita soal mudahnya menikmati pameran lukisan, berbelanja di Bon Marche atau mengunjungi peluncuran buku buku di hotel mewah di "ibu kota" seni dunia.
Pada puncak karirnya di Paris itu juga Kundera menikmati popularitasnya. Saat wawancara berlangsung, Vera Kundera disebut selalu sibuk di kamar lain, menolak permintaan pertemuan dan wawancara dari banyak wartawan, sutradara teater, televisi dan film di berbagai negara.
Pembuangan memang gagal "membungkam" Kundera. Ia merasa berbeda dengan eksilnya intelektual Jerman ke Amerika pada 1930-an ketika Eropa dicengkeram fasisme yang tetap memiliki harapan pulang.
Ia adalah anak kandung Musim Semi Praha 1968 ketika negerinya kelewat rapat dengan Rusia. Ia pernah menjadi aktivis Partai Komunis, antusias dengan janji janji sosialisme, sebelum diremukkan oleh tank tank Rusia.
Kekekalan (L'Immortalite) pernah diterbitkan oleh Akubaca, Identity (Identitas) pernah diterbitkan oleh Fresh Book, The Book of Laughter and Forgetting (Kitab Lupa dan Gelak Tawa) pernah diterbitkan oleh Narasi. (Foto: tvonenews.com/Bajo Winarno)
Novelnya Joke disebut pengkhianatan karena penuh dengan absurditas kelam di bawah komunisme. Setelah serbuan Soviet ia kehilangan jabatan sebagai profesor di Institut Pengembangan Studi Sinematografi di Praha. Ia hengkang ke Prancis dan tak memupuk harapan kembali ke Ceko. Ia meninggalkan Bahasa Slavia, mulai belajar dan menulis dengan Bahasa Perancis. "Saya bukan imigran, Perancis adalah final," ujar Kundera.
Namun, menghuni tanah air baru sejak 1975, ia justru tak pernah merasa tercerabut. "Selama ribuan tahun Cheko adalah bagian dari Barat," katanya pada Olga lagi.
Ia makin subur, basah oleh ilham dan ide. Buku bukunya mengolah "dunia dalam" terus terbit. Ia menulis penuh gairah, riang dan erotika ia campur dengan pekat. Di tangan Kundera, Ceko--yang sudah berjarak ribuan kilometer--justru semakin hidup, mistis dan erotis.
Ketika pada 1980 The Book of Laughter and Forgetting terbit, Kundera mendapat sanjungan internasional yang luar biasa. Novelis John Updike menulis review dengan judul: Buku yang Sungguh Original Musim Ini.
Bukunya yang lain, The Unbearable Lightness of Being (1984), novelis E.L Doctorow menulis: "pemikiran yang dipampang oleh Kundera sangat menyenangkan dan subjek yang menjadi perhatiannya begitu mencemaskan."
Dengan posisi eksil, pada 1980-an ia justru jadi juru bicara Ceko yang terbaik pada dunia di abad 20, sebanding dengan yang diberikan Gabriel Garcia Marquez pada Amerika latin dan Alexander Solzhenitsyn untuk Rusia.
Milan Kundera menghadirkan Eropa Timur pada bangsa Barat. Ia memiliki wawasan universal yang membuatnya aktual di mana pun: kemerdekaan dan kebenaran. Dengan karya karya ini ia diganjar Jerusalem Prize for Literature on The Freedom of Man in Society. "Menjadi penulis bukan untuk mengkhotbahkan kebenaran, tapi untuk menemukan kebenaran," ujar Kundera suatu ketika.
Kundera di Indonesia
Karya penulis kelahiran Brno, Cekoslowakia, 1 April 1929 beberapa memang telah diterbitkan di Indonesia.
Kekekalan (L'Immortalite) pernah diterbitkan oleh Akubaca, Identity (Identitas) pernah diterbitkan oleh Fresh Book, The Book of Laughter and Forgetting (Kitab Lupa dan Gelak Tawa) pernah diterbitkan oleh Narasi.
Namun kita seringkali hanya mengenal Kundera dari kutipan samar: "Perjuangan terhadap kekuasaan adalah perjuangan ingat terhadap lupa", dari beberapa potong resensi pendek di media massa atau kilatan perenungan Goenawan Mohamad pada rubrik Catatan Pinggir Tempo. (bwo)