- Istimewa
Indonesia Jauh dari Gagal Sistemik yang Dimaksud PBB
Maftuch mengatakan, konteks gagal sistematis dalam laporan PBB ini merujuk pada Arsitektur Keuangan Internasional (IFA) yang tidak setara.
Ketidaksetaraan ini membuat negara-negara miskin dan berkembang harus membayar bunga utang yang tinggi untuk bisa mendapatkan pinjaman.
"Yang disampaikan PBB soal negara gagal sistemik itu lebih ke aspek risiko yang sistematis. Konteksnya adalah risiko sistematis pada global financial system atau di International Financial Architecture atau IFA," kata Maftuch.
"Antonio Guterres (Sekjen PBB) lebih menekankan bahwa ada yang bermasalah dalam sistem keuangan global kita. Ada yang salah dalam arsitektur keuangan internasional kita. Yang dianggap kegagalan sistematis ini adalah pasar keuangan global atau sistem keuangan global," sambung Maftuch.
Selain itu, Maftuch mengaku tidak sepakat dengan pernyataan Anthony Budiawan yang menyebut Indonesia negara gagal sistemik.
Data pada tahun 2022 menunjukkan bahwa belanja kesehatan dan pendidikan Indonesia jauh lebih tinggi dibanding membayar bunga utang.
Pada tahun itu bunga utang yang harus dibayar Indonesia sebesar Rp386,3 triliun. Sementara belanja pendidikan dan kesehatan Indonesia, pada tahun yang sama, mencapai Rp649,3 triliun.