- Ombudsman
Ada Maladministrasi Tanah di IKN, Ombudsman Minta Kementerian ATR/BPN Turun Tangan
Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Ombudsman RI Dadan S. Suharmawijaya mengungkap pihaknya menemukan adanya dugaan maladministrasi penghentian layanan pertanahan di Ibu Kota Negara (IKN).
Penghentian layanan itu khususnya terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Atas temuan maladministrasi ini, Ombudsman meminta Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN mencabut SE Nomor: 3/SE-400.HR.02/II/2022 dengan mengacu pada UU No 3 Tahun 2022, Perpres 65 Tahun 2022.
“Kedua, agar Dirjen PHPT menerbitkan Surat Edaran yang materi muatannya terbatas pada pengaturan pengendalian peralihan hak atas tanah di wilayah delineasi IKN dengan mengacu pada UU No 3 Tahun 2022 dan Perpres 65 Tahun 2022 dan peraturan lainnya,” kata Dadan, Kamis (27/7/2023).
Selain itu, Ombudsman juga meminta Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Timur, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara, bersama pemerintah daerah setempat melakukan identifikasi dan/atau verifikasi faktual terhadap permohonan pendaftaran hak pertama kali yang diajukan pemohon.
Dadan menjelaskan tujuannya untuk memastikan riwayat dan waktu perolehan hak atas tanah. Dengan begitu, akurasi data dan pengendalian peralihan hak atas tanah bisa terlaksana.
“Selanjutnya, agar tetap memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali sesuai ketentuan perundang-undangan, bagi pemohon yang berada di luar wilayah delineasi IKN,” kata Dadan.
Lebih lanjut, dia menyebut pihaknya juga meminta Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Kutai Kartanegara, Bupati Penajam Paser Utara, Ombudsman memberikan instruksi kepada pemerintah di kecamatan dan/atau desa untuk melakukan identifikasi dan verifikasi faktual terhadap permohonan penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah.
Kemudian, Ombudsman meminta Kepala Otorita IKN melakukan penyesuaian wilayah delineasi IKN agar meliputi seluruh bagian desa secara utuh, tidak hanya sebagian atau memotong wilayah desa tertentu.
Dadan mengatakan Kepala Otorita IKN juga harus melakukan perbaikan delineasi IKN bagi daerah yang tidak sesuai dengan wilayah administrasinya.
“Ombudsman RI memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk para pihak melaksanakan Tindakan Korektif sejak diterimanya LAHP dan Ombudsman akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya,” jelas dia.
“Terhadap pihak yang tidak melakukan tindak lanjut dan/atau tidak melaporkan pelaksanaannya kepada Ombudsman, maka Ombudsman akan menerbitkan rekomendasi dan bersifat terbuka untuk umum serta secara hukum mengikat dan wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan,” tambah Dadan.
Diketahui, investigasi Ombudsman itu dilakukan atas inisiatif sendiri. Dalam investigasinya, ditemukan layanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah sebagai bukti kepemilikan tanah di IKN itu dihentikan perangkat pemerintah setempat.
Dadan menjelaskan penghentian layanan pengajuan kepemilikan tanah dilakukan karena adanya pelaksanaan yang tak sesuai. Selain itu, adanya regulasi yang tumpang tindih hingga muncul keraguan dari petugas di tingkat kabupaten, kecamatan, sampai desa.
“Tidak hanya tanah di wilayah delineasi IKN, terhentinya pelayanan juga terjadi atas tanah di luar wilayah delineasi IKN,” ujarnya.
Dadan menjelaskan sesuai data Ombudsman, gangguan layanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah paling banyak ada di Kelurahan Sungai Merdeka Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu sebanyak 2.302 PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap).
Sedangkan wilayah yang layanannya ikut terganggu di luar wilayah delineasi IKN terjadi di seluruh desa di Kecamatan Sepaku, Kecamatan Sangasanga, Kecamatan Muara Jawa, dan Kecamatan Loa Kulu. (saa)