- Istimewa
Habib Rizieq Shihab Dilarang Umrah, Reza Indragiri Pertanyakan Alasan yang Membuat HRS Diawasi Sedemikian Ketat
Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab atau HRS tak diizinkan umrah.
Atas hal tersebut, Habib Rizieq Shihab atau HRS kemudian menggugat Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Pusat (Jakpus).
Menurut Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan POLTEKIP, Reza Indragiri Amriel, dilarangnya Habib Rizieq Shihab atau HRS umrah menimbulkan banyak pertanyaan.
Pertama, kata Reza, Kumham tidak menyebutkan aspek apa pada diri Habib Rizieq Shihab atau HRS yang perlu diawasi sedemikian ketat.
“Sampai-sampai ia tidak diizinkan menjalankan ibadah ke Tanah Suci,” ujar Reza dalam keterangan tertulis yang diterima oleh tvOnenews.com pada Rabu (2/8/2023).
Jika pengawasan itu dimaksudkan untuk memonitor kemungkinan Habib Rizieq Shihab atau HRS mengulangi perbuatan pidananya, negara semestinya bisa menunjukkan data spesifik tentang seberapa tinggi risiko residivisme HRS.
“Data tentang hal itu hanya bisa didapat dari risk assessment. Nah, apa iya Kumham pernah melakukan risk assessment terhadap HRS?” tanya Reza.
Kemudian Reza mengatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman pidana Habib Rizieq Shihab atau HRS, itu pertanda MA tidak risau mempercepat masa reintegrasi HRS ke tengah-tengah masyarakat.
Habib Rizieq Shihab atau HRS (ant)
“Kalau HRS dianggap berbahaya bagi masyarakat, tak mungkin MA mengorting masa pidana HRS,” tandas Reza.
Kemudian yang kedua kata Reza, jika Habib Rizieq Shihab atau HRS dikhawatirkan melakukan tindak pidana kembali, lembaga-lembaga dalam sistem peradilan pidana kita seharusnya bisa memperlihatkan angka residivisme pada berbagai tindak pidana.
“Kalau data itu lengkap tersedia, negara perlu menjelaskan secara terukur apakah tindak pidana HRS punya tingkat residivisme lebih tinggi dibandingkan tindak-tindak pidana lain,” ungkap Reza.
Menurut Reza, jika ada tindak-tindak pidana lain yang tingkat residivismenya lebih tinggi, maka seharusnya negara punya data itu.
Habib Rizieq Shihab atau HRS (dok tvOne)
“Apakah negara juga melakukan pengawasan terhadap para eks napi yang memiliki riwayat pidana tersebut?” tanya Reza.
Kemudian menurut Reza, tindak pidana yang mengantarkan Habib Rizieq Shihab atau HRS masuk bui pun tidak memiliki kebahayaan sama sekali pada masa kini.
“Bahkan tidak pula beralasan untuk dikhawatirkan. Pasalnya, kasus Petamburan dan kasus Megamendung berlangsung terkait situasi pandemi,” jelas Reza.
Sementara sekarang, pemerintah bahkan dunia sudah menyetop status pandemi.
“Sehingga, tidak ada lagi alasan untuk waswas bahwa seandainya HRS kembali mengadakan keramaian, keramaian itu akan menyebarluaskan Covid-19,” kata Reza.
Kemudian jika dikaitkan dengan kasus keonaran di media sosial, Reza menilai itu adalah hal mudah bagi negara untuk memantau.
Habib Rizieq Shihab atau HRS (Ditjenpas Kemenkumham)
“Sangat gampang bagi negara memantau media sosial setiap warga negara. Di mana pun HRS berada, termasuk di Tanah Suci sekalipun,” tandas Reza.
“Alat-alat negara punya teknologi agar selalu bisa memonitor (dari jauh namun melekat),” ujar Reza.
Maka jika ada kekacauan yang terjadi di media sosial akibat perbuatan Habib Rizieq Shihab atau HRS, bisa segera diketahui.
“Seandainya ada keonaran di media sosial, dan itu akibat kelakuan HRS, ya ringkus saja,” tandas Reza.
Terakhir, kata Reza, penelitian menyimpulkan ada faktor-faktor utama yang menjauhkan seseorang dari perbuatan pidana berulang.
“Yaitu, ikatan keluarga yang erat, aktivitas yang mengaktualisasi diri si mantan napi, pengakuan dari publik, adanya harapan dan perasaan mampu menunjukkan kiprah produktif, serta perasaan memiliki makna dan tujuan dalam hidup,” ungkap Reza.
Itu semua diistilahkan sebagai faktor pelindung atau protective factors.
Reza kemudian mempertanyakan apakah Kumham pernah mengecek ada tidaknya lima faktor protektif tersebut pada diri Habib Rizieq Shihab atau HRS.
“Kalau ternyata tidak pernah dicek, maka alih-alih waswas terhadap HRS, saya justru menilai negaralah yang khawatir secara sangat berlebihan--untuk tidak mengatakan paranoid--terhadap HRS,” kata Reza.
Reza menjelaskan bahwa dulu setelah napi keluar dari lapas, otoritas penegakan hukum menganggap napi tersebut tidak perlu diawasi.
“Namun belakangan ini muncul tren baru di sejumlah negara. Bahwa, mantan napi terus dipantau keberadaannya.” jelas Reza.
Maka dalam kasus Habib Rizieq Shihab atau HRS dilarang umrah, seolah ada pembenarannya.
Habib Rizieq Shihab atau HRS (Ditjenpas Kemenkumham)
HRS Gugat Kepala Bapas Kelas I Jakpus
Setelah dilarang umrah, Habib Rizieq Shihab atau HRS melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut didaftarkan Habib Rizieq pada Jumat (28/7/2023).
Gugatan terhadap Kepala Bapas Kelas I Jakpus itu terdaftar dengan nomor perkara 339/G/2023/PTUN.JKT.
Adapun status perkara masih dalam tahap pemeriksaan persiapan.
Aziz Yanuar selaku kuasa hukum Habib Rizieq Shihab atau HRS berpendapat Bapas sudah merampas hak asasi kliennya.
"Upaya hukum yang kami lakukan diantaranya gugatan yang kami ajukan untuk melawan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikeluarkan Bapas Jakarta Pusat,” ujar Aziz, Selasa (1/8/2023).
Aziz mengatakan Habib Rizieq Shihab atau HRS tidak bisa umrah lantaran tak dikeluarkannya izin oleh Bapas.
"Ini ditujukan untuk membongkar dugaan perampasan hak asasi sistematis yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dengan tidak memberikan rekomendasi izin untuk melaksanakan ibadah umrah klien kami," jelasnya.
Menurut Aziz, alasan Bapas tidak memberi izin umrah kepada Habib Rizieq Shihab atau HRS sangat mengada-ada, yakni pihak kejaksaan merasa kesulitan dalam hal pengawasan terhadap Habib Rizieq.
"Tanpa alasan yang jelas dan masuk di akal sehat. Alasannya adalah kesulitan pengawasan. Hal ini sangat menggelikan dan membuat kita terbahak-bahak," katanya.
Padahal, menurut Aziz, pemerintah Indonesia dan pihak kejaksaan memiliki perwakilan yang bisa melaksanakan tugas pengawalan.
Aziz mengatakan Pasal 11A ayat (1) UU Kejaksaan dan Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 jo Nomor 29 Tahun 2016 jo Nomor 15 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres Kejaksaan) mengatur jaksa dapat bertugas pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Hingga saat ini sudah ada empat lokasi penugasan jaksa di luar negeri. Lokasi itu masing-masing pada Konsulat Jenderal atau Kedutaan Besar di negara China, Thailand, Arab Saudi dan Singapura.
"Jadi KBRI Riyadh ada jaksa juga jika alasannya untuk pengawasan," tambahnya.
Menurut Aziz, pihaknya akan terus melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan bagi Habib Rizieq Shihab atau HRS.
"Kami akan terus melakukan upaya hukum yang diberikan undang-undang demi terciptanya keadilan terhadap klien kami," ungkapnya. (mii/nsi/put)