- Christ Belseran
Buntut Sengketa Tanah Adat, Masyarakat Marafenfen Ricuh dan Rusak Kantor PN Dobo
Kepulauan Aru, Maluku - Ratusan masyarakat Aru memprotes vonis hakim Pengadilan Negeri Dobo untuk sengketa tanah adat masyarakat Marafenfen melawan TNI AL, Gubernur Maluku, dan BPN di Pengadilan Negeri Dobo, Rabu (17/11/2021). Sidang itu pun akhirnya berakhir ricuh.
“Katong (kita) semua pasti kecewa gugatan ditolak Hakim, tapi katong percaya pada Jir jir Duai (Tuhan) dan Leluhur, bahwa katong pung tanah akan kembali par (untuk) katong. Katong terus akang berjuang sampai titik darah penghabisan”.
Itulah sepenggal pernyataan dari Monika, seorang perempuan Aru saat melakukan orasi di depan pengadilan Negeri Dobo. Ia histeris dan menangis usai putusan hakim pengadilan Negeri Dobo. Namun Monika tetap memberi semangat kepada ratusan masyarakat Aru, yang berasal dari sepuluh klan di Kepulauan Aru.
Masyarakat adat melampiaskan kekecewaannya pasca Majelis Hakim, Bukti Firmansyah, Herdian E.Putravianto, dan Enggar Wicaksono karena menolak gugatan masyarakat adat atas lahan seluas 689 hektare di Marafenfen, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru.
Semua bukti yang diajukan masyarakat adat melalui kuasa hukum Semuel Waileruny dianggap lemah oleh majelis hakim. Atas penolakan ini, tanah adat ratusan hektar tersebut akhirnya jatuh ke tangan TNI AL.
Awalnya, saat sidang berlangsung, ratusan masyarakat adat yang sejak Selasa bermalam di lapangan Yos Sudarso menunggu dengan tertib di luar halaman pengadilan. Mereka tetap menyanyikan nyanyian adat diiringi pukulan tifa dan gong.
Hanya sebagian kecil masyarakat yang masuk di ruangan sidang, dan lainnya hanya dapat menyaksikan sidang lewat infocus yang terpasang di luar ruangan.
Kuasa hukum masyarakat adat Marafenfen Semuel Waileruny berpendapat, putusan hakim sangat tidak mencerminkan keadilan.
Majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan sejumlah bukti yang diajukan berupa surat pernyataan dan keterangan bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembebasan lahan, tetapi nama mereka dicantumkan oleh pihak TNI AL.
“Padahal ini yang menjadi landasan dari diterbitkannya sertifikat tersebut, ”ungkapnya.
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan masyarakat untuk melakukan langkah selanjutnya.
“Saya masih akan berkoordinasi dengan masyarakat sebelum menentukan sikap. Tapi pastinya kami keberatan,” pungkasnya.
Sesaat setelah hakim membacakan putusan, tangisan dan teriakan terdengar dari luar halaman sidang.
Masyarakat adat perempuan dan laki-laki saling merangkul, menangis melampiaskan kekecewaannya.
“Itu katong pung tanah adat, kanapa kamong (Kalian) ambil, kamong bawa dari mana,” teriak salah satu pemuda adat yang menangis dan dirangkul oleh adik dan kakak perempuannya.
Sebagian aparat kepolisian terlihat berupaya menenangkan warga, dengan memeluk mereka. Suasana kesedihan sangat terasa.
Jelang beberapa menit kemudian, terlihat puluhan batu dilemparkan ke arah kantor Pengadilan. Lemparan batu ini merusak sejumlah kaca jendela. Aparat kepolisian terpaksa melakukan evakuasi terhadap majelis hakim dan pihak kuasa hukum TNI AL menggunakan kendaraan keluar dari pengadilan.
Water Canon terpaksa dioperasikan aparat kepolisian Polres Dobo untuk membubarkan massa yang semakin beringas merusak gedung kantor PN Dobo. Polisi menggunakan tameng, berusaha melindungi diri dari lemparan yang diarahkan massa.
Kapolres Dobo, sekitar pukul 15.20 WIT, terlihat mendatangi lokasi kejadian dan berupaya menenangkan massa.
Masyarakat sempat bersitegang dengan aparat kepolisian setelah aksi penyegelan di pertigaan Monumen Cenderawasih dibubarkan aparat kepolisian.
Kapolres Kabupaten Kepulauan Aru, memerintahkan agar aksi masyarakat adat tersebut dibubarkan. Seketika bunyi tembakan dari senjata milik aparat kepolisian dikeluarkan. Massa pun berhamburan. Sebagian memberanikan diri. Massa yang masih emosi, marah dengan aksi yang dilakukan aparat kepolisian dan nyaris ricuh. Beruntung beberapa aparat keamanan mencoba meredakan suasana yang tengah memanas itu.
Sementara akibat dari rentetan tembakan aparat kepolisian, seorang pemuda mengalami luka ringan akibat terkena serpihan peluru yang ditembakan polisi.
Hingga pukul 23.00 WIT, massa masih tetap bertahan dan menduduki kantor Pengadilan Negeri Dobo.
Masyararakat yang bertahan melakukan orasi protes terhadap putusan hakim Pengadilan Dobo. Selain itu mereka juga melakukan lantunan nyanyian adat Kepulauan Aru.
Akibat aksi yang dilakukan, jalur lalu lintas di sekitar PN Dobo, terhenti sejak Rabu siang.
Segel Pakai Ritual Sasi Adat
Aksi masyarakat adat Marafenfen berlanjut. Masyarakat adat Marafenfen dibantu tetua adat Ursia dan Urlima Kabupaten Kepulauan Aru melakukan ritual adat “sasi” atau penyegelan secara adat sejumlah fasilitas Pemerintah seperti Bandara Udara Rar Gwamar, Pelabuhan Laut Dobo, Kantor Bupati, kantor DPRD Dobo, serta Pengadilan Negeri Dobo, Rabu (17/11/2021).
Sebelum memasang sasi adat, tua-tua adat menggelar ritual dan kemudian memasang sasi adat yang terbuat dari daun kelapa dan kain putih.
Sasi dimulai dari Pengadilan Negeri Dobo, Kepulauan Aru. Aksi ini sempat mendapat penolakan dari pihak Kepolisian. Namun tetap dilaksanakan. Ritual adat ini pun dilakukan oleh tetua adat Ursia dan Urlimasi.
Pantauan media ini di lapangan, usai menyegel kantor Pengadilan Negeri Dobo dengan sasi adat, sebagian masyarakat bertolak menuju Bandar Udara Rar Gwamar Dobo. Di sana, massa juga sempat dihalau aparat Kepolisian dan Petugas Bandara. Namun beberapa saat aksi sasi juga dilakukan oleh para tetua adat.
Tak hanya di situ, masyarakat yang berasal dari 10 belang atau klan di Kepulauan Aru ini juga mendatangi Kantor Bupati dan juga DPRD. Di sana tak banyak mendapat perlawanan sehingga mereka dengan leluasa melakukan sasi adat.
Terakhir massa juga bertolak di Pelabuhan Yos Sudarso, Dobo. Dipimpin oleh tetua adat, memaksa masuk untuk menyegel objek vital negara ini. Namun mereka sempat dihalau oleh aparat kepolisian yang sudah membarikade depan pintu gerbang pelabuhan.
Sempat tawar menawar, aparat kepolisian akhirnya mengalah dan membiarkan para tetua ada melakukan penyegelan dalam bentuk ritual sasi di dalam pelabuhan, dan depan gerbang pelabuhan.
Beberapa kapal fery yang hendak sandar di pelabuhan akhirnya meninggalkan dermaga. Demikian juga dengan aktivitas bongkar muat seketika dihentikan. Mobil-mobil truk yang melakukan bongkar muat juga terlihat meninggalkan kawasan pelabuhan yos Sudarso Dobo.
Ritual penyegelan berupa sasi ini dilakukan menyusul gugatan sengketa tanah adat seluas 689 hektar yang ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Dobo.
Masyarakat yang sempat kecewa dengan hasil persidangan melakukan prosesi sasi ini dengan berjalan kaki dari kantor Pengadilan
Masyarakat adat kecewa atas putusan tersebut. Mereka menilai putusan yang disampaikan majelis hakim Bukti Firmansyah, Herdian E.Putravianto, dan Enggar Wicaksono tidak adil, sehingga ratusan hektar tanah milik masyarakat adat tersebut kini dikuasai oleh pihak TNI AL.
Masyarakat adat juga memasang sasi adat di pelabuhan, sehingga kapal-kapal juga tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas berlayar.
Salah satu pemilik penginapan Rudi D Jaja yang rencananya akan melakukan penerbangan ke Tual, Kamis (18/11/2021) mengatakan, belum tahu kepastian keberangkatannya.
“Ini ada pemasangan sasi adat, saya belum tahu apakah bisa berangkat atau tidak. Mudah-mudahan ada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak,” harapnya.
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Roem Ohoirat saat dihubungi mengaku ada tiga lokasi fasilitas negara yang disegel secara adat oleh masyarakat adat, yaitu PN dobo, kantor Pemerintahan Kabupaten Aru, dan Pelabuhan Yos Sudarso Dobo.
“Sementara kita mencoba bernegosiasi dengan mereka, untuk membuka sasi adat itu, karena yang disasi merupakan fasilitas pemerintah. Dan sasi itu sebenarnya adalah larangan-larangan terhadap fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh pribadi. Sementara itu adalah milik negara kenapa mereka harus sasi. Jadi sementara kita berupaya negosiasi,” kata Kabid Humas Polda Maluku.
Upaya komunikasi kata juru bicara Polda Maluku ini dilakukan secara persuasif. Masyarakat juga diimbau agar tidak anarkistia dan tidak terprovokasi sehingga merusak fasilitas Pemerintah.
“Kalau ada perkembangan saya sampaikan soal itu. tetapi untuk fasilitasi yang dirusaki di kantor Pengadilan Negeri Dobo, ada beberapa kaca yang dilempar pecah,” jelasnya. (Christ Belseran/act)