- Dok. Maarten Hidskes
Dari Mattoangin Makassar, Kisah Pilu Pembantaian Kapten Westerling itu Dimulai di Sulawesi Selatan
"Meski kecil-kecilan, perlawanan terjadi di mana-mana. Belanda yang kewalahan akhirnya memilih jalan teror demi membungkam aspirasi rakyat yang menolak proyek NIT." ungkap Salim Said.
Para bangsawan Bugis dan Makassar memobilisasi pengikutnya melakukan perlawanan kepada Belanda. Tidak hanya di tanah Sulawesi Selatan, mereka juga mengirim delegasi ke Jakarta untuk menyatakan dukungan kepada Pemerintahan Soekarno - Hatta.
Mereka juga mengatur pertemuan para pemuka masyarakat se-Sulawesi Selatan untuk mencari jalan menyampaikan dukungan kepada Proklamasi lahirnya Indonesia.
Dua tokoh penting yang terbunuh akibat kekejaman Westerling adalah Datu Suppa Toa (senior), Andi Makkasau, dan Datu Suppa Lolo (junior) Andi Abdullah Bau Massepe.
Datu Suppa Toa adalah mantan Datu Suppa, sedangkan penggantinya waktu itu adalah Andi Abdullah Bau Massepe, putra Raja Bone, Andi Mappanyukki.
"Kedua bangsawan tinggi Bugis ini memainkan peran besar dalam mengorganisasikan serta mengarahkan gerakan mendukung kemerdekaan Indonesia." tulis Salim Said.
Mereka berdua adalah pemimpin kaum Republik yang memprakarsai pertemuan para pemimpin masyarakat untuk menyatakan dukungan kepada Republik Indonesia. Belanda menghabisi kedua Datu tersebut beserta hampir 300 orang pejuang Suppa, pengikut mereka, juga dihabisi.
Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, Belanda tidak pernah menemukan ketenangan dalam usahanya menjajah kembali Indonesia setelah Jepang terusir.
"Khusus untuk Sulawesi Selatan, sejarah perlawanannya bisa ditarik jauh ke belakang. Ketika sekian abad silam armada Cornelis Speelman berhasil menaklukkan Sultan Hasanuddin, para mantan tentara Hasanuddin melanjutkan perlawanan jauh dari kampung halaman mereka." ungkap Salim dalam bukunya "Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian".