- Kolase Tim tvOnenews
Sampai Menangis karena Tak Kuat Saat Ceritakan Kekejaman Cakrabirawa di Peristiwa G-30S/PKI Saat Habisi Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni Bilang...
tvOnenews.com - Untung Mufreni bercerita soal peristiwa G-30S/PKI di salah satu lokasi rumahnya, dalam salah satu tayangan Jejak Sejarah G-30S/PKI di tvOne.
Untung Mufreni A. Yani adalah putra ketujuh salah satu pahlawan revolusi Indonesia, Jenderal Ahmad Yani yang gugur dalam peristiwa G-30S/PKI.
Sejak saat itu, nama Jenderal Ahmad Yani dikenal sebagai pahlawan revolusi. A. Yani menjadi salah satu korban dari tujuh perwira tinggi militer TNI AD yang gugur di tangan anggota G30S/PKI pada tahun 1965.
Untung Mufreni menceritakan kisah gugurnya sang ayah, Jenderal Ahmad Yani dalam peristiwa G-30S/PKI
"Dibilang tidak ada penyiksaan. Disini aja udah kaya gitu mas. Loh saya liat langsung, kakak-kakak saya yang perempuan juga lihat langsung." ujar Untung Mufreni.
Untung Mufreni bercerita bahwa ia terbangun akibat suara tembakan yang sangat keras. Bahkan adegan dalam film G-30S/PKI lebih bagus dari adegan aslinya yang terekam di memori Untung.
"Kalau di film pun itu masih lebih bagus mas itu yah. Diangkat, apa kaki diseret, tangan di kepala. Kalau waktu itu mas, gak ada yang angkat tangannya, siapa? orang diseret kaya binatang," ungkap Untung Mufreni.
Kekejaman pasukan Cakrabirawa itu juga sempat disandingkan dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September hingga 1 Oktober 1965 silam.
Peristiwa pembantaian para Jenderal tersebut tertulis dalam bingkai sejarah paling kelam bangsa Indonesia, yang kemudian disebut dengan istilah peristiwa G30S/PKI.
Dalam peristiwa G30S/PKI, sebanyak enam jenderal dan satu perwira TNI AD gugur.
Untung Mufreni mengatakan, setelah ditembak di rumahnya, Ahmad Yani saat itu masih hidup. Ahmad Yani kemudian dihabisi di dalam mobil oleh Cakrabirawa menuju tempat pembuangan di Lubang Buaya.
"Penembakan di rumah masih hidup itu, katanya. Habisnya itu di mobil, di bus yang mengangkut dia (Jenderal Ahmad Yani) ke sana, itu habisnya di jalan. Katanya masih ada teriak keluar suara dia panggil 'bapak, bapak, bapak'. Jadi enggak tahu dia manggil bapak siapa, kita enggak tahu. Apakah bapak Soekarno atau bapaknya sendiri. Sama Presiden Soekarno kan dekat sekali loh," ujar Untung.
Dua hari setelah Jenderal Ahmad Yani ditembak dan dibawa pergi oleh pasukan Cakrabirawa, anak-anaknya kemudian dikumpulkan oleh sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo.
Sang istri lalu menyampaikan, bahwa ayah mereka gugur dalam tugas, karena berita keberadaannya saat itu masih simpang siur.
"Tanggal 3 Oktober ibu sudah bilang bapak kamu sudah enggak ada. Karena beritanya ada yang bilang ada di Istana, terus ada di mana lagi gitu. Jadi kita di rumah cuman diam-diam aja, nggak bisa bikin macam-macam," tutur Untung Mufreni.
Untung Mufreni menambahkan bahwa, pemakaman Jenderal Ahmad Yani baru dilakukan pada 5 Oktober, setelah jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965.
Malam setelah ditemukan di Lubang Buaya, keluarga diminta ke Markas Besar TNI AD (Mabesad) untuk mengecek jenazah Ahmad Yani.
"Tanggal 4 Oktober menjelang malam, kita diperintahkan untuk ke Mabesad untuk lihat jenazah, tapi jenazahnya udah enggak kelihatan lagi, di dalam peti. Udah bau jadi ditutup. Waktu di RSPAD juga kita enggak lihat juga, cuman kita lihatnya hanya peti dan kita yakin bahwa ayah kita ada di situ," ujarnya.
Bahkan, Yayu Rulia Sutowiryo, istri Jenderal Ahmad Yani, tak sempat melihat mediang suaminya itu direnggut nyawanya hingga dimakamkan.
Ia hanya meminta potongan rambut suaminya untuk mengenang almarhum Jenderal Ahmad Yani, yang selalu dibawa kemanapun pergi oleh Yayu.
"Setelah wafat, ibu juga tidak dikasih lihat jenazahnya. Ibu hanya minta tolong dipotongin rambutnya bapak. Itulah yang dibawa ke mana-mana sama ibu," ungkap Untung Mufreni.
"Ibu terakhir enggak lihat, karena terakhir itu ibu pamitan sama bapak sekitar jam 10 malam menuju ke Taman Senopati, di Taman senopati kan itu rumah dinas juga," sambungnya.
"Kemudian ibu saya ulang tahun tanggal 1 Oktober, jadi orang jawa itu biasanya terakota. Jadi ibu saya pergi sama temannya dan beberapa orang ajudan serta pengawal yang biasanya melekat di bapak," tandas Untung Mufreni.
(udn)
Baca artikel tvOnenews.com terkini dan lebih lengkap, klik google news.