- BP Batam
Menteri Bahlil Akui Sempat Lakukan Cara Tak Elegan sehingga Membuat Masyarakat Pulau Rempang 'Terusik'
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan hasil rapat terbatas (ratas) dengan Presiden RI Joko Widodo soal polemik Pulau Rempang.
"Tadi Bapak Presiden dalam arahan rapat, pertama adalah untuk penyelessaian masalah Rempang harus dilakukan secara baik, secara betul-betul kekeluargaan. Tetap mengedepankan hak-hak dan kepentingan masyarakat di sekitar alokasi itu," kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Kemudian kata Bahlil presiden memberikan tugas kepada para menteri untuk menyelesaikan persoalan Pulau Rempang dengan baik dengan melibatkan kementerian lain.
"Dari 17 ribu hektare areal Pulau Rempang itu yang bisa dikelola hanya 7.000 hektare lebih, samapai 8.000 hektare selebihnya adalah hutan lindung. Dan Kami fokus pada 2.300 hektare tahap awal untuk pembangunan industri yang sudah kami canangkan tersebut. Untuk membangun ekosistim pabrik kaca dan solar panel," tuturnya.
Bahlil mengatakan setelah menggelar pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Pulau Rempang beberapa hari lalu, Bahlil mengatakan telah menemukan solusi.
"Bahwa posisi Rempang itu bukan pergusuran, bukan juga relokasi, tapi pergeseran. Relokasi itu dari Pulau A ke Pulau B, tadinya kami akan merelokasi dari Rempang ke Galang. Tapi sekarang dari Rempang ke kampung yang ada di Rempang," tututnya.
Dengan pergeseran ini pemerintah nantinya akan memberikan hak berupa sertifikat tanah seluas 500 meter persegi dengan sertifikat hak milik.
"Kemudian rumah kami kasih tipe 45 senilai Rp120 juta, apabila ada rumah yang lebih dari tipe 45 itu akan dinilai oleh KJPP. Nilainya berapa itu yang akan diberikan," katanya.
Kemudian pada saat transisi menunggu rumah selesai dibangun, pemerintah akan memberikan uang tunggu senilai Rp1.200.000 per orang dan uang kontrak rumah Rp1.200.000 per kepala keluarga (kk).
"Jadi kalau satu KK itu ada empat orang, maka dia mendapatkan uang tunggu Rp4,8 juta dan uang kontrak rumah Rp1,2 juta jadi total sekitar Rp6 juta rupiah," ungkapnya.
Bahlil menegaskan bahwa masyarakat tidak akan direlokasi, melainkan digeser sehingga mereka masih akan menetap di Pulau Rempang.
"Pergeseran ke suatu kampung yang namanya Tanjung Banun itu akan dijadikan perkampungan percontohan yang akan ditata betul, baik dari segi infrastruktur jalannya maupun dari sisi Puskesmas, air bersih, kemudian sekolah. termasuk di dalmmya ada pelabuhan untuk perikanan," tuturnya.
Jadi nantinya ada 5 kampung yang terdampak di Pulau Rempang. Kelima kmapung itu akan digeser ke Tanjung Banun yang jaraknya sekitar 3 km lebih dari kampung awal mereka.
Sejauh ini dari kurang lebih 900 kepala keluarga yang terdampak, sekitar 300 kepala keluarga yang secara sukarela mendaftar untuk direlokasi.
Bahlil mengatakan saat ini 6-8 orang warga Pulau Rempang yang melakukan demo sudah dikeluarkan melalui Kapolda/Kapolres.
"Tetapi yang melakukan demo diluar dari masyarakat Rempang dan itu dilakukan dengah cara tidak lazim itu kami serahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindak proses hukum sebagaimana mestinya," katanya.
Bahlil mengakui jika dalam proses sosialisasi dan upaya relokasi beberapa waktu lalu, pihaknya melakukan dengan cara-cara kurang elegan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat Pulau Rempang.
"Kami mengakui dalam proses kemarin itu, terjadi cara-cara yang kurang elegan, sehingga berdampak pada ketidaknyamanan bagi saudara-saudara saya di sana (Pulau Rempang)," pungkasnya.
Aparat Bersikap Represif Hadapi Masyarakat Pulau Rempang
Bentrokan antara warga dan aparat keamanan pecah di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau pada Kamis (7/9/2023).
Video bentrokan antara aparat keamanan dengan warga turut diunggah oleh akun Instagram resmi @Walhi.Nasional milik organisasi konservasi lingkungan tersebut.
Dalam video bentrokan tersebut terekam sejumlah perilaku represif aparat keamanan saat membubarkan warga yang menolak untuk direlokasi dari kawasan Pulau Rempang.
Terpantau dari video yang dilihat tim tvOnenews.com, gas air mata, water canon hingga pasukan huru-hara bersenjata lengkap bertindak represif terhadap warga yang menolak rencana tersebut.
"Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menurunkan 1.000 personel polisi untuk melakukan pemaksaan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang. Di tempat ini pemerintah akan membangun investasi skala besar dan mengusir warga. Upaya ini telah lama ditolak oleh dan dihalangi masyarakat," tulis deskripsi akun tersebut pada unggahan video tersebut dikutip pada Jumat (8/9/2023).
"Untuk melawan masyarakat, pemaksaan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang yang dilakukan 1.000 personil kepolisian menggunakan gas air mata. Sebanyak enam orang telah ditangkap oleh polisi, sejumlah warga mengalami luka-luka," sambungnya.
Bahkan, perilaku represif aparat keamanan turtut serta didapati menyerang secara membabi buta tanpa memandang bulu sejumlah siswa yang tengah melakukan kegiatan belajar mengajar di lokasi kerusuhan itu.
"Brutal, Aparat Polisi menembakkan gas air mata membabi buta kesegala arah, bukan hanya pada kerumunan warga yang menolak proses pemasangan patok dan pengukuran lahan, tapi juga ke sebuah sekolah dasar yang membuat guru dan murid lari berhamburan ketakutan," ungkapnya.(muu)