- Istimewa - Antara
Beberkan Status Pemegang HPL Rempang, BP Batam: Investor Harus Izin!
Jakarta, tvOnenews.com - Baru-baru ini Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) beberkan status pemegang HPL Rempang dan Pulau Galang. Hal itu dibeberkan oleh Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait, Kamis (5/10/2023).
Ariastuty Sirait tegaskan, bahwa kawasan Rempang dan Galang adalah wilayah kerja dari BP Batam.
"Karena kawasan tersebut masuk wilayah kerja BP Batam, sehingga HPL Pulau Rempang berada di BP Batam," ungkap Ariastuty Sirait di Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Selain itu, Ariastuty Sirait jelaskan, terkait penetapan proyek strategis nasional tahun 2023 yakni pengembangan Rempang Eco City yang akan berdiri di atas lahan seluas 8.142 hektare dari 17.600 hektare luas lahan di Pulau Rempang.
Lanjut dia katakan, ketentuan itu sudah ditetapkan oleh pemerintah sejak mengoptimalkan Batam menjadi kawasan industri dengan dibentuknya Otorita Batam.
"Landasan hukum yang digunakan yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1974. Dalam peraturan itu, seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Otorita Batam yang kemudian berubah menjadi BP Batam pada tahun 2007," ungkap Ariastuty Sirait.
Sembilan belas tahun kemudian, berdasarkan Keppres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992, Presiden Soeharto memutuskan wilayah lingkungan kerja daerah industri Pulau Batam ditambah dengan Pulau Rempang dan Pulau Galang.
Makad dengan adanya landasan hukum tersebut, kata dia, BP Batam kemudian membangun enam jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
Pembangunan jembatan dimulai pada tahun 1992 hingga tahun 1998 dengan biaya pembangunan jembatan senilai Rp400 miliar.
"Jadi berdasarkan Keppres 28 tahun 1992 itu, sudah jelas bahwa wilayah kerja BP Batam tidak hanya di Batam saja, tapi sampai ke wilayah Rempang dan Galang," jelasnya.
Selain Keppres 28 tahun 1992, BP Batam sebagai pengelola wilayah Rempang dan Galang juga diperkuat dengan diterbitkannya PP Nomor 5 tahun 2011, tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang menyebutkan kawasan itu meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru, Pulau Janda Berhias dan gugusannya.
Kemudian, Ariastuty Sirait katakan, selai PP itu juga menyebutkan pengelolaan, pengembangan dan pembangunan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dilaksanakan oleh BP Batam.
"Atas dasar Keppres 28 tahun 1992 dan PP Nomor 5 tahun 2011 tersebut sudah jelas BP Batam diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengelola kawasan Rempang dan Galang," ucapnya.
Karena itu, lanjutnya, jika lahan Rempang dan Galang diberikan kepada investor, maka harus diterbitkan sertifikat HPL oleh Kementerian ATR/BPN kepada BP Batam sebagai dasar penerbitan PL dari BP Batam kepada investor.
"Jika investor yang mau masuk ke Rempang atau Galang harus mengajukan izin ke BP Batam karena investor mendapatkan pengalokasian di atas lahan HPL BP Batam. Untuk prosesnya sama seperti mengajukan alokasi lahan di Batam," jelasnya.
Ariastuty Sirait menambahkan saat ini lahan yang dialokasikan ada masyarakatnya, sehingga masyarakat yang terdampak dari Rempang Eco City diberi kompensasi yang menguntungkan untuk bergeser ke tempat baru yang lebih tertata.
Pergeseran ini demi kemajuan dan kesejahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang, sejalan dengan suksesnya kegiatan investasi di Rempang Eco City. (ant/aag)