- Ombudsman
Ombudsman Minta Menteri LHK Tunda Batas Persyaratan Izin Pengusaha Sawit di Kawasan Hutan
“Diskresi dapat dilakukan dengan alasan-alasan objektif, yaitu alasan yang diambil berdasarkan fakta dan kondisi faktual, tidak memihak dan rasional serta berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik,” imbuh Yeka.
Yeka menambahkan, permasalahan lainnya juga dirasakan oleh para Petani Sawit Swadaya.
"Petani Sawit Swadaya dalam hal ini yang hanya memiliki lahan seluas kurang dari 10 hektare, merasa kesulitan dalam memenuhi persyaratan administratif pengurusan legalitas usaha berdasarkan ketentuan UU Cipta Kerja. Hal tersebut tentu perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah,” tegas Yeka.
Yeka mengatakan proses penentuan tenggat waktu 2 November 2023 adalah batas yang diambil dari tanggal diundang-undangkannya UU Cipta Kerja (UUCK) pada tahun 2020 mengacu UU Nomor 11 Tahun 2020. Kemudian dengan adanya Putusan MK tentang penundaan dan diubah dengan UUCK (2) yaitu UU Nomor 6 Tahun 2023. Menurut Yeka, selayaknya tanggal batas akhir juga dimulai dari pemberlakuan UUCK Nomor 6 tahun 2023 tersebut.
Ombudsman menekankan bahwa pelaksanaan penatagunaan kawasan hutan harus menghormati hak masyarakat dan kepentingan nasional. Kementerian LHK perlu memperhatikan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan tetap menghormati hak masyarakat.
Dalam hal ini, penatagunaan kawasan hutan perlu memperhatikan dan mempertimbangkan produk administratif yang berkaitan dengan hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Daerah.
Ombudsman RI berpendapat bahwa usaha sawit perlu mendapat dukungan, baik dari ranah domestik maupun internasional.