- YouTube PSHK Indonesia
Paksa Anak Tunarungu Berbicara, Koalisi Penyandang Disabilitas Anti-audism Desak Mensos Risma Minta Maaf
Jakarta - Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti-audism mendesak Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini meminta maaf karena telah memaksa anak tunarungu atau tuli berbicara.
Desakan minta maaf pada Mensos Risma kepada penyandang disabilitas tuli itu disampaikan saat konferensi pers secara daring Jumat (3/12/2021).
Diketahui, dalam acara Hari Disabilitas Internasional (HDI), Rabu (1/12/2021), Risma sempat memaksa seorang anak tuli berbicara. Tindakan itu menuai kritik.
"Kami menyampaikan dan mencantumkan dalam siaran pers untuk Bu Risma sebagai mensos itu, meminta maaf atas apa yang disampaikan di Hari Disabilitas Internasional secara umum, terutama kepada penyandang disabilitas, khususnya penyandang disabilitas tuli," ujar salah satu orang tua penyandang tuli yang juga tergabung dalam koalisi, Iies Arum Wardhani.
Desakan tersebut disampaikan dalam sebuah surat yang ditujukan untuk Risma. Dalam surat itu Risma dianggap sudah menyinggung perasaan warga negara penyandang disabilitas rungu atau tuli.
Pernyataan Risma yang menyinggung mereka antara lain, "disabilitas rungu/tuli akan dibagikan alat bantu dengar agar dapat berbicara dan mengurangi penggunaan bahasa isyarat" dan "ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat, tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi".
Koalisi itu juga menilai pernyataan Risma melanggar prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam pasal 27 ayat 1, pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945.
"Termasuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, khususnya tentang hak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi pada Pasal 24, dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah yang wajib mengakui, menerima, dan memfasilitasi komunikasi penyandang disabilitas dengan menggunakan cara tertentu termasuk Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) pada Pasal 122," demikian yang tertulis dalam surat tersebut.
Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti-audism juga menyebutkan bahwa seorang disabilitas tuli mendapatkan informasi dengan cara visual, yaitu menggunakan indera penglihatan sehingga berkomunikasi melalui bahasa isyarat indonesia (Bisindo), dan hal tersebut harus dihormati serta difasilitasi.
Menurut mereka, pilihan komunikasi penyandang tuli dengan bahasa isyarat tak boleh dilarang atau dipaksa mengganti.
Tugas pemerintah lah untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi mereka, seperti juru bahasa isyarat (JBI), juru ketik, dan Alat Bantu Dengar (ABD), serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait keragaman cara berkomunikasi, agar tercipta lingkungan yang inklusif.
"Cara komunikasi penyandang disabilitas tuli yang lain adalah dengan bahasa isyarat alamiah, yang juga merupakan cara komunikasi paling efektif. Dengan cara itu, ABD bukanlah solusi dan alat yang dapat membantu anak Tuli berbicara dengan sempurna," sebut surat itu.
Karena itu Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti-audism berharap Risma mau duduk bersama dan berdiskusi untuk memahami satu sama lain, sehingga bisa bekerja sama. (act)