- istimewa
Dianggap Masih Berikan Keuntungan, Pengamat sebut Wacana Dinasti Politik Tak Perlu Ditanggapi
Jakarta, tvOnenews.com - Peneliti Ekonomi Politik dan Pengembangan Wilayah, Hendrawan Saragi, mengatakan wacana dinasti politik yang muncul menjelang Pilpres 2024 tidak perlu disikapi secara berlebihan. Dia juga menuturkan sistem dinasti politik tidak perlu terlalu diartikan sebagai hal negatif.
Dia melihat masih ada sisi baik dari dinasti politik. Menurutnya, sistem tersebut masih bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat.
"Dinasti politik tidak selalu buruk namun memberikan keuntungan bagi masyarakat," kata Hendrawan saat dihubungi, Selasa (28/11/2023).
Dia menjelaskan dalam sistem monarki, para raja sebagai pemilik wilayah akan mempertimbangkan banyak hal untuk kepentingan negara. Misalnya dalam soal ekonomi, biaya modal di daerah yang dikuasainya tidak dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang.
“Menaikkan pajak akan menurunkan produktivitas rakyat dalam jangka panjang sehingga akan dihindari sampai batas tertentu. Dan ada kemungkinan bahwa keturunannya di generasi berikutnya harus bertanggung jawab atas utang yang ditanggung oleh ayah atau ibu mereka sendiri," beber Hendrawan.
Hal ini tentu berbeda dengan presiden yang tidak akan bertanggung jawab secara pribadi atas pelunasan hutang itu. Hendrawan mengatakan presiden juga tak perlu takut akan dipenjara karena tak membayar hutang negara.
"Ada kecenderungan negara demokratis untuk memiliki utang jauh lebih besar dibandingkan dengan negara-negara yang menganut monarki," jelasnya.
Lanjutnya, dia memandang pemerintahan demokratis juga akan lebih menyukai inflasi. Sebab mencetak uang banyak dipandang bisa menciptakan kekayaan. Lalu, di masa mendatang pemerintah tersebut tak ada lagi di posisi pemerintahan untuk menerima uang yang menggelembung, yang dikembalikan dalam bentuk pajak.
"Sebagai contoh, Bank Indonesia melaporkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas pada September 2023 sebesar Rp8.440 triliun, tumbuh 6 persen dari September 2022 yaitu Rp7.962,7 triliun. Di bulan Juli 2022 sebesar Rp7.846,5 triliun dari Rp5.937,5 triliun di bulan Juli 2019," jelas Hendrawan. (saa/aag)