- tim tvOnenews/Farid Nurhakim
Heboh Dugaan Intervensi Presiden Jokowi terhadap Agus Rahardjo Soal Kasus e-KTP Setnov, IM57+ dan ICW Dorong Investigasi Lebih Lanjut
Jakarta, tvOnenews.com - Indonesia Memanggil Institute (IM57+ Institute) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong adanya investigasi lebih lanjut soal dugaan intervensi Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo untuk menyetop kasus korupsi elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP), yang menjerat Setya Novanto atau Setnov. KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Manajer Humas IM57+ Institute Tata Khoiriyah dan Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW Almas Sjafrina dalam diskusi terkait "Senja Kala Penguatan KPK", yang digelar di Upnormal Coffee Roasters Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (04/12/2023).
"Kalau misalkan memang ada pembuktian, lebih baik ya mungkin ada investigasi lebih lanjut. Supaya ini menjadi terang benderang, dibawa ke arah bukti sekalian kalau misalkan itu memang ingin clear (jelas)," ungkap Tata.
Senada dengan Tata, Almas pun meminta agar dugaan intervensi presiden terhadap KPK tersebut dapat dibuktikan lebih lanjut. "Sehingga, mekanisme pembuktian lebih lanjut itu lebih fair (adil) untuk mencari tahu, untuk mengetahui apakah memang itu terjadi atau tidak," tutur Almas.
Kemudian Tata menyarankan agar pengakuan Agus Rahardjo dapat diuji oleh lembaga yang lebih independen, tetapi bukan KPK sebagai pengujinya. Karena menurut dia, situasi lembaga antirasuah tersebut tengah memiliki banyak kontroversi, seperti Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang kini sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan pemerasan terhadap Eks Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
"Kalau misalkan ini [benar], ya bawa saja di ranah publik, dibawa terang benderan saja. Nah balik lagi, ini bisa enggak diujikan oleh misalkan oleh pihak yang lebih independen, mengingat kita lihat situasinya ya KPK seperti ini," kata Tata.
"Mungkin kita masih bisa berharap dengan kejaksaan atau dengan kepolisian, kita balikan lagi ke publik," imbuh dia.
Sebelumnya, Agus Rahardjo mengaku sempat dipanggil dan diminta Jokowi untuk menyetop kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setnov. Saat itu Setnov sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekaligus Ketua Umum (Ketum) Partai Golongan Karya (Golkar), salah satu partai politik (parpol) pendukung Jokowi.
"Saya masuk [ruangan] beliau [Presiden Jokowi] sudah teriak hentikan. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," ungkap Agus Rahardjo, dikutip dalam wawancara dengan Rossi di sebuah televisi swasta, Kamis (30/11/2023).
Teranyar, merespons hal tersebut, Jokowi mengklaim tak ada agenda pertemuannya dengan Agus Rahardjo pada tahun 2017 lalu.
Berdasarkan penelusuran Sekretariat Negara (Setneg), tidak ditemukan agenda pertemuan seperti yang diutarakan oleh Agus Rahardjo.
"Enggak ada, enggak ada agenda, coba cek lagi saja," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (04/12/2023).
Dia pun mempertanyakan motif Agus Rahardjo soal tudingan intervensi presiden terhadap KPK soal kasus korupsi e-KTP. Jokowi menyampaikan pada tahun 2017 bahwa Setnov harus mengikuti proses hukum.
Jokowi juga menyebut proses hukum terhadap Setnov terkait kasus korupsi e-KTP harus berjalan. Setnov juga telah divonis hukuman penjara selama 15 tahun.
"Terus untuk apa diramaikan? kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?" tanya Jokowi. (fnm)