- Restropektif 50 Tahun God Bless
God Bless Setelah 50 Tahun: dari Arsip, Memorabilia, Hingga yang Tak Tertampilkan
Jakarta, tvOnenews.com-Sepatu bot tinggi berbahan kulit warna merah menyala itu berpendar terkena lampu. Pada salah stau foto yang ditampilkan, Achmad Albar mengkombinasikannya dengan celana denim biru dan sabuk hitam kecolatan dengan gesper dekoratif. Ia mengenakan atasan bolero lengan pendek dengan motof rajut khas Thailand. Tampilan Iyek (sebutan akrab Achmad Albar) sangat ekletik, ada perpaduan gaya rock dan etnik yang unik.
Semua kostum pentas itu oleh kurator dipamerkan seperti di atas panggung. Ia tampil dengan manekin tangan dan kaki tanpa kepala. Warna warn primer saling bertabrakan. Selain mengulik lagu di studio God Bless juga mengulik busana para tokoh rock dunia, meski informasi tentang jacket modifikasi masih sangat sedikit. Iyek misalnya mendesain pakaian pentasnya dengan mendatangi penjahit langgannya di daerah Kota dan Harmoni, Jakarta.
Dari pameran ini kita tahu, mungkin saja Jimi Multhazam, punggawa band Upstairs yang juga kerap mengenakan busana penuh warna primer yang bertabrakan terpengaruh dengan gaya busana God Bless. Tak hanya busana, pameran Restrospektif ke-50 God Bless yang berlangsung di Galeri Nasional sejak 17 Februari hingga 1 Maret 2024 mendatang menampilkan segala memorabilia yang bersejarah bagi perjalanan grup legendaris ini.
Kita bisa melihat piano yang biasa dimainkan Jockie Soerjo Prayogo, gitar akustik yang digunakan Ian Antono untuk menulis nada lagu kebangsaan "Rumah Kita" atau bas Donny Fattah. hingga jajaran drum megah milik Fajar Satritama. Ada pula deretan piala dan anugerah yang pernah dihasilkan oleh God Bless, dari berbagai ajang penghargaan Anugerah Musik Indonesia.
Busana pentas yang pernah dikenakan God Bless, dijahit sendiri di kawasan Harmoni (Sumber: Restrospektif 50 Tahun God Bless)
Hanya Sir Dandy sebagai kurator pameran terlalu besar memberi tempat pada yang tampak, tak cukup beri ruang pada yang tak tampak. Seandainya kurator menjelaskan jiwa zaman saat band legendaris ini tumbuh, publik akan paham pentingnya God Bless dalam konteks Indonesia saat ini.
Bagi saya Gito Rolies, Remy Sylado, Achmad Albar, Rhoma Irama adalah anak anak zaman yang sangat terkait dengan dialektika lini massa eranya. Mereka adalah anak anak zaman. Jika saja Denny MR diberi ruang lebih besar untuk menuliskan konteks sosial, politik, budaya God Bless di zamannya, pameran akan melampui dari sekedar pajangan artefak.
God Bless adalah bagian dari obsesi pada yang modernitas dan baru di era itu. Taman Ismail Marzuki, tempat God Bless memulai semua perjalanannya di skema musik Indonesia pada 1973, adalah cagar budaya yang ingin menampung hasrat itu
Saat itu, anak anak muda yang tumbuh pascagenerasi bunga terbawa gerakan kebudayaan baru yang berniat menafsir ulang seni, menjejakkan dalam identitas keindonesiaan, darimana pun sumber inspirasinya didapat, entah seni tradisi atau modern.
Misalnya ada komponis Suka Hardjana, Frans Hariadi, Slamet Abdul Syukur yang mendialogkan musik Barat dengan musik tradisi. Kerja kerja bengkel yang menghasilkan tradisi baru: musik kontemporer.
God Bless misalnya setengah mati mencoba memasukan Bahasa Indonesia dalam lirik lagu protes sosial itengah semangat meniru musik rock standar Barat. Bukan usaha mudah menjadikan Bahasa Indonesia jadi natural, alamiah, indah digunakan dalam lirik lagu saat itu.
Deretan piala dan award yang pernah diraih God Bless (Sumber: Restrospektif 50 Tahun God Bless)
Erros Djarot misalnya pernah kesulitan setengah mati mengganti kata "I love you" yang sangat nyaman dibunyikan dalam.lirik. "Awalnya menggunakan 'Aku cinta padamu' itu sangat janggal dalam sebuah lirik, " ujar Erros yang pernah membuat grup Barong Band.
Yang cukup menggugah adalah pernyataan awak God Bless tentang God Bless. Sangat sulit menjalankan sebuah grup hingga puuluhan tahun, bersama hampir setiap hari dalam latihan maupun pertunjukan. Tak selamanya tanpa konflik.
Kita tahu sejumlah personel sempat terlibat konflik berkepanjangan, misalnya Iyek dan Jockie Suryo Prayogo yang pernah bertangkar--konon hingga hampir adu fisik--membuat keduanya sempat tak tegur sapa. meski pada akhirnya semua konflik bisa dijembatani dan mereka bisa kembali tampil satu panggung walau hanya dalam konser reuni. Karenanya komentar mereka sangat menarik ketika menilai grup mereka sendiri.
Iyek satu satunya awak band yang tak tergantikan, tak pernah keluar dari God Bless. Ia menulis: "God Bless sebuah anugerah yang luar biasa dari yang maha kuasa, dan sudah menjadi harga mati buat saya. Abadi Soesman yang menggantikan Jockie Soeryo Prayogo sebagai kibordis menyatakan: "God Bless adalah 'Rock n Roll hidupku, sesuai judul lagu yang diciptakan.
Apapun, senang melihat perjalanan sebuah grup rock raksasa bisa ditampilkan sebagai pengalaman visual. Dengan ini saya kira dialog dan produksi pengetahuan dari industri musik kita akan terpacu, tidak hanya persoalan royalti dll, tapi juga soal pertumbuhan ide, gagasan dan estetikanya. Selamat merayakan lima puluh tahun berikutnya God Bless! (bwo)