- Istimewa
Jadi Sahabat Pengadilan, PKKEI Berikan Naskah Kajian Amicus Curiae Karen Agustiawan
tvOnenews.com - Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI) pada Senin (13/5/2024) mendatangi Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menyerahkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) sebagai bentuk dukungan kepada Karen Agustiawan.
Ketua Umum PKKEI, Syamsul Bachri Yusuf kepada wartawan mengatakan dalam menyusun dokumen Amicus Curiae ini, bahwa PKKEI mengamati proses persidangan, mengumpulkan data dan informasi, melakukan FGD berkali-kali bersama para 81 amici yang terdiri dari 78 perseorangan dan 3 lembaga untuk menuangkan pendapat bersama.
"Perkara ini rumit, karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan/penugasan pemerintah, aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, kelaziman bisnis LNG di dunia (best practice), konteks waktu dan peristiwa ketika kebijakan pengadaan ini diambil dengan kondisi saat ini," jelasnya.
Syamsul menambahkan yang perlu diketahui dan ditanggapi secara serius oleh para BUMN dan masyarakat pada umumnya adalah bahwa dalam kasus ini Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dilakukan per transaksi, sebelum kontrak berakhir (2040).
"Sampai dengan Desember 2023, sudah ada pengiriman sebanyak 97 kargo dan hanya 11 kargo yang rugi pada saat pandemi Covid (2020-2021) yang telah dijadikan dasar PKKN oleh BPK dan KPK," terangnya.
Selain itu, tambah Syamsul yang dimintai pertanggung-jawaban pun salah orang, karena Direksi Pertamina sudah berganti berkali-kali dan pada 1 Oktober 2014, Karen Agustiawan telah resmi mengundurkan diri.
"Seharusnya bukan yang membuat kontrak pengadaan yang harus bertanggung jawab, yang kontraknya sendiri telah dibatalkan oleh SPA LNG 2015, melainkan pejabat yang menjual kenapa 11 kargo dijual rugi, sedangkan 86 kargo dijual untung," tegasnya.
Dia juga mempertanyakan apakah PKKN harus dihitung per transaksi, karena dari 2019 hingga 2023 secara keseluruhan, terdapat 86 kargo untung dan 11 kargo rugi, yang secara akumulasi sudah menguntungkan Pertamina sebesar USD92 juta, setara Rp1,472 triliun.
"Saya dengar di persidangan, prognosa keuntungan hingga 2030 adalah sebesar USD218 juta atau setara Rp3,3 triliun (USD1 = Rp16.000)," ujarnya.
Dia pun berharap Majelis Hakim memahami dengan benar benang merah perkara ini secara utuh sehingga bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya, bahwa Direksi pada era Karen sudah menjalankan perintah jabatan, fiduciary duty, Doktrin Business Judgement Rule (BJR), Kelaziman Bisnis LNG global, dalam upaya mewujudkan Ketahanan Energi.
"Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan," ungkapnya.
Aksi Korporasi Pertamina pada era Karen Agustiawan yang visioner ini kata Syamsul seharusnya dijadikan model dari sebuah Praktik Bisnis Korporasi berbasis BJR dalam pemenuhan kebutuhan pasokan energi (LNG) untuk kebutuhan Pertamina, PLN, Industri dan masyarakat luas, sehingga tidak sepatutnya dikriminalisasi.
"Karena pengadaan LNG jangka panjang diperlukan untuk mewujudkan Ketahanan Energi dan Perekonomian Nasional, supaya ada jaminan ketersedian pasokan energi dengan volume yang banyak (availability). Pengadaan LNG dari CCL ini juga harganya kompetitif daripada domestik, sehingga memenuhi unsur affordability. Indonesia saat ini sedang mengalami masa transisi dari negara eksportir ke importir LNG, dan dalam beberapa tahun ke depan diprediksi akan menjadi net gas importer country," pungkasnya.(chm)