Kepentingan partai politik (parpol) tertentu disebut hendak dimasukkan ke dalam Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta..
Sumber :
  • Istimewa

Rudyono Darsono Pertanyakan Alat Bukti Kemenkumham Terkait Blokir SABH Yayasan UTA '45 Jakarta

Jumat, 21 Juni 2024 - 10:53 WIB

tvOnenews.com - Kepentingan partai politik (parpol) tertentu disebut hendak dimasukkan ke dalam Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta. Apabila tak dilakukan, kepentingan yayasan yang menaungi UTA '45 Jakarta yakni Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, akan diganggu. 

Gangguan ini berupa pemblokiran Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Yayasan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Atas itu, gugatan terhadap pemblokiran tersebut dilayangkan pihak UTA '45 Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

"Pada saat Rektor UTA'45 Rajesh khana ditanya oleh majelis hakim, kenapa dilakukan pemblokiran?. Jawabannya cukup singkat dan tidak ada alasan apa-apa, 'jadi apabila ingin ada penggantian Saudara Rudyono, sebagai ketua yayasan, maka penggantinya itu harus dari orang PDIP' jadi tidak boleh Pak Bambang Sulistomo, penggantinya itu harus dari orang PDIP," itu permintaan dari Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo.

"Kalau itu pengganti  Saya orang PDIP, petinggi PDIP maka blokir bisa dibuka," imbuhnya. 

Tak dijelaskan siapa orang PDIP dimaksud. Namun, pemblokiran SABH Yayasan sendiri dilakukan katanya atas permintaan alumni UTA '45 Jakarta. Namun Kemenkumham tidak memiliki bukti apapun tetkait permohonan itu, Kemenkumham hanya menyebutkan bahwa salah satunya Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. 

Rudyono menegaskan, pihaknya tak ingin Universitas terlibat politik praktis dengan memasukkan orang parpol menjadi pimpinan Yayasan. Sebab menurutnya kegiatan belajar-mengajar dapat terganggu. Upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa dinilai akan tercemar dengan hadirnya orang-orang politik di perguruan tinggi. 

"Itu yang kita cegah, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta tidak boleh masuk ke dalam politik praktis. Harus fokus bagaimana mendidik anak bangsa. Karena kalau perguruan tinggi sudah masuk ke lingkungan politik, maka kepentingan dunia pendidikan akan terabaikan, kepentingan mendidik anak bangsa akan terabaikan," papar Rudyono. 

"Itu yang kami hindari. Tapi ini yang ditentang Dirjen (AHU) Kemenkumham Cahyo, yang meninginkan masuknya petinggi pdip dalam kepengurusan yayasan," sambungnya. 

Rudyono sendiri menilai aneh mengapa alumni bisa mengajukan pemblokiran SABH Yayasan. Sebab, alumni tak memiliki dasar hukum apapun mengajukan hal itu. 

Menurut dia, tak ada peraturan dan perundang-undangan yang mengatur bahwa alumni bisa mengajukan pemblokiran SABH Yayasan. Apalagi, beroperasinya perguruan tinggi melalui Yayasan swasta, bukan karena kontribusi alumni yang mendukung secara materi atau sebagai anggota yayasan.

"Secara hukum positif, peraturan dan perundang-undangan yang ada, alumni itu tidak memiliki hak dan kewenangan apa pun yang berhubungan dengan aktivitas Yayasan. Apalagi alumni yang dituliskan (mengajukan pemblokiran) hanya tiga orang dan satu sudah menyangkal tidak pernah ikut itu dan akan mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana," tuturnya. 

Lebih lanjut, dalam persidangan sendiri, menurut Rudy terlihat tidak adanya alat bukti yang berkaitan langsung dengan materi persidangan dan kesaksian yang diduga di rekayasa atau palsu yang diajukan pihak Kemenkumham  terkait pemblokiran SABH. 

"Alat bukti yang diajukan Kemenkumham adalah cuplikan-cuplikan koran yang tidak tahu dikeluarkan oleh siapa. Tidak ada konfirmasinya, atau apa pun. Misalnya demo-demo mahasiswa yang sebenarnya tidak ada dan tidak ada hubungan dengan pemblokiran, penggantian saya sebagai ketua yayasan," papar Rudyono. 

Pihak Rudyono sendiri menghadirkan salah satu saksi yang merupakan alumni, yang ikut dalam pengajuan pemblokiran yaitu Maruli. Dalam kesempatan itu, Maruli telah membantah ikut dalam pertemuan dengan Dirjen AHU Kemenkumham dan menyatakan secara tegas akan mengambil tindakan hukum atas perbuatan fitnah yang dilakukan oleh Kemenkumham atau kuasanya.

"Alat buktinya itu hanya diambil sepotong-sepotong. Permenkumham Nomor 28 misalnya kan, itu hanya dipotong dikutip ayat 1, ayat 2 nggak dikutip. Jadi yang menguntungkan mereka dikutip, sedangkan hak dan kewajiban yang sesungguhnya pada Kemenkumham itu tidak disajikan secara lengkap. Ada upaya untuk memanipulasi data dan fakta-fakta yang ada," tandas Rudyono. 

Sementara itu, Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, Bambang Sulistomo menilai ada upaya mengangkangi kedaulatan perguruan tinggi melalui pemblokiran SABH Yayasan. 

"Ini kelihatan sekali, Kemenkumham mencoba mengangkangi kedaulatan perguruan tinggi. Kemenkumham ingin menginjak-injak integritas perguruan tinggi dengan ikut campur soal isi perut Yayasan," ungkap Bambang. 

Putra pahlawan nasional Bung Tomo itu menyesalkan pernyataan Dirjen AHU yang meminta Yayasan dipimpin oleh kader parpol. Sebab hal itu sama saja memasukkan perguruan tinggi ke arena politik praktis, yang padahal dilarang peraturan perundang-undangan. 

Lebih lanjut, Bambang mempertanyakan mengapa dirinya ditolak sebagai saksi oleh hakim, dalam sidang gugatan terkait pemblokiran SABH Yayasan di PTUN Jakarta. 

"Sebetulnya kalau tadi menolak kami sebagai saksi, itu aneh, karena kami yang berperkara. Yang dirugikan adalah Yayasan, bukan rektorat. Saya tahu kenapa saya dilarang, karena saya akan bicara semua yang menyangkut seperti ini," tandasnya.(chm)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:33
07:01
06:26
01:11
02:39
02:22
Viral