- Istimewa
Kasus WNA Singapura Dipailit & Di PKPU, Dianggap Cederai Marwah Sistem Hukum Indonesia
tvOnenews.com - Pakar Hukum Kepailitan & PKPU, Ricardo Simanjuntak mengupas prinsip dasar reformasi kepailitan dan penerapan hukum kepailitan serta Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia.
Penjelasan Ricardo dalam Webinar dengan IMMH-UI (27/06), sangat relevan dalam konteks kasus hukum yang sedang ramai diperbincangkan, yaitu PKPU yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) ahli waris PT Krama Yudha.
"Kenapa kepailitan dikategorikan hukum khusus karena memang penyelesaian sengketa atau PKPU memang hanya terbatas sengketa tidak dibayarnya utang yang terbukti jatuh tempo." kata Ricardo.
Ia menegaskan bahwa kepailitan adalah instrumen hukum yang khusus dirancang untuk menangani sengketa akibat tidak dibayarnya utang yang telah jatuh tempo, bukan untuk menyelesaikan semua jenis sengketa utang piutang yang cakupannya sangat luas.
"Kepailitan itu instrumen hukum untuk menyelesaikan sengketa akibat tidak dibayarnya utang. Hanya itu doang," tambah Ricardo.
Pernyataan ini menyoroti bahwa fungsi utama dari hukum kepailitan adalah menangani situasi di mana debitur gagal membayar utangnya yang telah jatuh tempo.
PKPU, lanjutnya, menjadi relevan karena ketika seseorang atau entitas tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo, mereka dianggap mengalami masalah keuangan.
Pandangan Ricardo ini sangat relevan dalam konteks kasus hukum yang melibatkan WNA ahli waris PT Krama Yudha.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe selaku Hakim anggota I, memutuskan pailit terhadap ahli waris Eka Said, yaitu Rozita dan Ery yang berstatus WNA Singapura.
Putusan ini diwarnai oleh dissenting opinion Hakim Anggota II Darianto yang menyatakan bahwa debitor tidak layak di PKPU karena hanya sebagai ahli waris.
Putusan nomor perkara PKPU NO.226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 31 Mei 2024 tersebut menimbulkan kontroversi.
Kuasa Hukum Ahli Waris Krama Yudha, Damian Renjaan, menyampaikan bahwa banyak kejanggalan sejak sidang PKPU hingga putusan pailit.
Damian menambahkan bahwa setelah menelusuri bukti transaksi dari ayahnya Ery, lebih dari 10 tahun telah memberikan uang kepada para kreditor.
Namun, seolah-olah ayahnya Ery tidak pernah memberikan apapun. "Pertama mereka telah PKPU kepada klien kami Ery & Rozita selaku Ahli Waris PT Krama Yudha yang sah, dan telah diputus 7 September 2023. Kami menolak utang sehingga kemudian Hakim Pengawas yang mengawasi PKPU menetapkan tidak adanya utang, kemudian dibatalkan Hakim Pemutus," jelas Damian, beberapa Waktu lalu.
Ricardo juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses PKPU. "Esensi dari sifat kolektif PKPU itu harus lahir dari sistem transparan dari debitur tentang kemampuannya. Semua bukti dalam PKPU harus kuat dan meyakinkan dalam pembuktian sederhana," tegasnya.
Poin utama yang ditekankan oleh Ricardo adalah kepailitan serta kurangnya transparansi dalam proposal yang diajukan oleh debitur.
Kasus PKPU yang melibatkan ahli waris PT Krama Yudha menunjukkan betapa pentingnya prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Ricardo.
Transparansi, integritas, dan pemahaman yang tepat tentang fungsi hukum kepailitan dan PKPU sangat penting untuk memastikan bahwa proses penyelesaian sengketa keuangan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Melalui pemahaman dan penerapan yang tepat, diharapkan sistem hukum kepailitan di Indonesia dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi kreditur dan debitur, serta mendukung stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana prinsip-prinsip reformasi kepailitan harus diterapkan untuk mencapai transparansi dalam proses hukum.(chm)