- IST
Mantan Bupati Tanimbar Ajukan Praperadilan: Pelanggaran Prosedur Hukum atau Manuver Politik?
Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, PF, mengajukan praperadilan untuk melindungi hak-haknya setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas tahun 2020 oleh Kejaksaan Negeri Tanimbar.
Penetapan tersangka ini terjadi setelah PF, yang menjabat sebagai Bupati periode 2017-2022, diduga tidak memberikan sejumlah dana yang fantastis sesuai permintaan oleh oknum Kejari Tanimbar (DW) yang disampaikan dalam beberapa kali pertemuan di Jakarta dan Ambon pada kisaran Oktober hingga November 2023. PF menilai penetapan tersangka tersebut tidak sesuai prosedur hukum, bermuatan Politik, dan diduga ada unsur Pemerasan.
Sidang pertama praperadilan dimulai pada 16 Juli 2024 di Pengadilan Negeri Saumlaki, namun ditunda karena ketidakhadiran pihak Kejari Tanimbar yang sedang mengikuti perayaan Hari Adhyaksa. Sidang dijadwalkan ulang pada 23 Juli 2024.
Kuasa hukum PF, Denny Kailimang, S.H., M.H., mengungkapkan indikasi pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka ini. Menurutnya, penetapan tidak didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah dan tanpa pemeriksaan saksi yang memadai. Selain itu, Kejari Tanimbar tidak mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), yang merupakan pelanggaran prosedur hukum.
"Penetapan tersangka ini diduga terkait dengan peristiwa pada Oktober hingga Desember 2023, di mana Kejari Tanimbar beberapa kali menginisiasi pertemuan dengan PF di Jakarta dan Ambon. Namun, PF tidak dapat memenuhi maksud dan tujuan pertemuan tersebut. Pada 19 Juni 2024, Kejari Tanimbar menetapkan PF sebagai tersangka," kata Denny Kailimang, Minggu (21/7).
Pakar hukum pidana, Dr. Anthoni Hatane, S.H., M.H., menegaskan, tindakan Kejari Tanimbar dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Ia menyatakan, penetapan tersangka terhadap PF tidak memenuhi standar hukum yang diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi. Dr. Anthoni juga menyoroti bahwa perhitungan kerugian negara seharusnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan Tim Auditor Kejaksaan Tinggi Maluku.
PF mencurigai, penetapan tersangka berkaitan dengan niatnya untuk mencalonkan diri kembali sebagai Bupati periode 2024-2029, diperkuat oleh dukungan dari beberapa partai politik yang telah ia peroleh.
PF beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus RBM dan PM, namun sering berhalangan hadir karena kesibukannya sebagai calon bupati. Kendati demikian, PF tetap bersikap kooperatif dengan mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan dan akhirnya hadir pada 30 Mei 2024 untuk memberikan kesaksian di Kejati Maluku.
PF dan tim hukumnya telah meminta penundaan seluruh tindakan penyidikan hingga Pilkada 2024 selesai. Mereka berharap praperadilan ini akan mengklarifikasi dan menghentikan upaya yang dianggap sebagai hambatan politik terhadap pencalonan PF.
Denny Kailimang menyatakan, penetapan tersangka bersamaan dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses hukum. Menurutnya, ini adalah bukti ketidakprofesionalan dalam penegakan hukum. (ebs)