- Kolase tvOnenews.com dan Antara
Takut Azab, Iptu Rudiana Mundur dari Sumpah Pocong Kasus Vina dan Eky? Ternyata Alasannya…
tvOnenews.com - Iptu Rudiana menjadi sorotan utama dalam kasus kematian Vina dan Eky setelah kubu Saka Tatal menantangnya untuk melakukan sumpah pocong.
Kubu Saka Tatal berharap dengan sumpah pocong ini bisa mengungkap kebenaran dan membuktikan apakah Iptu Rudiana terlibat dalam rekayasa kasus tersebut.
Namun, ketidakhadiran Iptu Rudiana dalam ritual sumpah pocong yang digelar di Padepokan Agung Amparan Jati, Cirebon, pada 9 Agustus 2024, menimbulkan berbagai spekulasi mengenai keberaniannya dan integritasnya dalam kasus ini.
Saka Tatal melakukan sumpah pocong. Sumber: Istimewa.
Sumpah pocong adalah ritual tradisional yang sering digunakan sebagai upaya untuk membuktikan kebenaran di luar jalur hukum formal.
Iptu Rudiana sebelumnya pernah sesumbar bahwa ia siap melakukan sumpah pocong untuk membuktikan bahwa Eky adalah anak kandungnya dan bahwa anak tersebut benar-benar meninggal dunia.
Dalam sebuah konferensi pers bersama Hotman Paris, Iptu Rudiana mengatakan, "Mau sumpah pocong, mau sumpah apapun, yang meninggal adalah anak saya yang saya didik dari kecil. Demi agama yang Bapak percaya betul, demi Allah."
Pernyataan ini menunjukkan keberanian Iptu Rudiana untuk bersumpah, namun kenyataannya, ia tidak hadir saat sumpah pocong dilaksanakan.
Kehadiran Iptu Rudiana sangat diharapkan untuk membuktikan bahwa ia tidak terlibat dalam rekayasa kasus kematian Vina dan Eky.
Farhat Abbas, tim kuasa hukum Saka Tatal, menilai ketidakhadiran Iptu Rudiana sebagai bentuk ketidakberanian dan kemungkinan adanya rasa takut terhadap konsekuensi jika terbukti berbohong.
Dilansir dari Cumicumi Farhat Abbas mengungkapkan, "Kami menilai bahwa Iptu Rudiana hanya main-main dan takut dengan azab yang mengancam jika ia berbohong atau merekayasa kasus kematian."
Dalam konteks hukum, sumpah pocong bukanlah bagian dari proses hukum formal di Indonesia.
Razman Arif, pengacara Saka Tatal, menjelaskan bahwa sumpah pocong adalah upaya budaya yang digunakan untuk meyakinkan orang-orang bahwa seseorang bukan pelakunya.
Menurut Razman Arif, "Sumpah pocong tidak diatur dalam KUHP dan lebih bersifat budaya. Ini merupakan upaya di luar aspek hukum formal untuk meyakinkan orang-orang terkait bahwa seseorang bukan pelakunya."
Sumpah pocong merupakan ritual yang melibatkan seseorang mengenakan pakaian seperti mayat dan bersumpah di hadapan saksi-saksi.
Berbeda dengan sumpah di pengadilan yang dilakukan di hadapan hakim, sumpah pocong tidak memiliki kekuatan hukum tetapi lebih menekankan pada aspek kepercayaan dan budaya.
Razman Arif menambahkan, "Perbedaan antara sumpah pocong dan sumpah di pengadilan adalah pada penggunaan pakaian seperti mayat dalam sumpah pocong, sedangkan di pengadilan, sumpah dilakukan di hadapan hakim dan saksi."
Ketidakhadiran Iptu Rudiana dalam sumpah pocong memicu berbagai spekulasi dan pertanyaan mengenai integritasnya dalam menangani kasus ini.
Banyak pihak yang menganggap bahwa Iptu Rudiana mungkin memiliki alasan tersembunyi untuk tidak hadir, yang bisa berkaitan dengan kemungkinan terbongkarnya rekayasa atau penganiayaan yang mungkin telah dilakukannya.
Farhat Abbas berkomentar, "Kita harus melihat fakta ini dengan cermat. Ketidakhadiran Iptu Rudiana bisa jadi menunjukkan ketidaksiapannya untuk menghadapi konsekuensi dari tindakan yang mungkin telah dilakukannya."
Saka Tatal, yang sebelumnya menantang Iptu Rudiana, tetap berkomitmen untuk membuktikan kebenaran melalui proses hukum dan budaya.
Mereka berharap bahwa melalui sumpah pocong, kebenaran akan terungkap dan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat memperoleh kejelasan.
Dengan tidak hadirnya Iptu Rudiana, harapan untuk menemukan kebenaran menjadi semakin bergantung pada proses hukum dan penyelidikan lebih lanjut.
Secara keseluruhan, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan keberanian dalam proses hukum, terutama ketika melibatkan tuduhan berat seperti rekayasa kasus kematian.
Sumpah pocong, meskipun bukan bagian dari hukum formal, tetap memegang peranan penting dalam konteks budaya dan bisa mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap keabsahan suatu kasus.
Semoga kedepannya, proses hukum dapat mengungkap kebenaran di balik kasus kematian Vina dan Eky dengan adil dan transparan.
(anf)