- Istimewa
Stabilitas Pasokan Beras: Mengapa Impor Menjadi Pilihan Wajar?
tvOnenews.com - Kebijakan impor beras yang dilakukan Pemerintah dianggap wajar oleh pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori. Menurutnya, impor beras merupakan langkah yang tepat untuk memastikan pasokan beras tercukupi bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam situasi tertentu.
"Konsumsi beras Indonesia mencapai 2,5 hingga 2,6 juta ton per bulan. Yang berarti sekitar 30 juta ton per tahun. Meski tahun lalu surplus sekitar 500 ribu ton, jumlah (surplus) itu tidak cukup untuk menjaga stok keamanan pangan yang memadai," ungkap Khudori saat dihubungi, Jumat (4/10).
Lebih lanjut, Khudori menyampaikan bahwa pada 2023, Bulog sempat mengimpor beras sekitar 3,06 juta ton. Langkah ini dianggap wajar untuk mengantisipasi gagal panen akibat fenomena cuaca ekstrem seperti El Nino.
"Beda dengan impor tahun 2018 yang tidak proper. Impor sebesar 3,06 juta ton tahun lalu sangat masuk akal, mengingat panen 2023 mundur akibat El Nino yang memperpanjang masa paceklik. Surplusnya juga hanya segitu (500 ribuan ton). Tanpa impor, harga beras di pasar bisa bergejolak karena kelangkaan," jelasnya.
Khudori juga menyoroti bahwa kelangkaan pangan, termasuk beras, berpotensi menjadi penyebab inflasi. Dari 2,61% inflasi nasional, sekitar 1% disumbang oleh inflasi pangan, dan beras menjadi salah satu penyumbang tertinggi.
"Jika harga beras tidak terkendali, itu bisa menjadi penyumbang inflasi yang paling berpengaruh. Oleh karena itu, impor beras yang dilakukan Bulog dan diawasi Bapanas adalah langkah wajar untuk menjaga kecukupan pangan," tambahnya.
Menanggapi efektivitas Bapanas dalam mengatur volume impor, Khudori menjelaskan bahwa tugas Bapanas adalah membuat, mengoordinasikan, dan merumuskan kebijakan serta melaksanakannya sesuai Perpres No. 66/2021. Sebagai contoh, pada tahun 2024, Bulog ditugaskan menyalurkan bantuan pangan beras kepada 22 juta rumah tangga, dengan setiap rumah tangga mendapatkan 10 kilogram beras.