- istimewa - Istock photo
TD Ameritrade Diduga Tipu Puluhan Investor di Belasan Provinsi, Korban Ramai-ramai Lapor Polisi
Jakarta, tvOnenews.com - Lebih dari 60 orang menjadi korban investasi bodong berkedok perdagangan saham yang diduga dilakukan oleh TD Ameritrade/TDem. Hal ini diungkapkan juru bicara dan juga salah satu korban, Agnes, kepada awak media, hari Kamis (5/12/2024).
Dijelaskannya, para korban tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Jumlah kerugian yang terdata sampai saat ini mencapai lebih Rp16 Miliar.
Komplotan penipu ini ditengarai masih berkeliaran mencari korban-korban baru yang juga berkedok perdagangan saham.
Tidak lagi pakai nam TD Ameritrade, tapi mencatut nama sekuritas bereputasi, salah satunya Goldman Sachs dan Sequoia Capital.
Selain itu, kata dia, mereka juga banyak nama-nama grup WA dengan nama yang berbeda tetapi melakukan modus yang sama yakni tindakan penipuan.
Maka ia meminta kepada masyarakat untuk waspada, apabila mendapatkan tawaran investasi serupa melalui media sosial ataupun media lainnya.
Bahkan, dijelaskan Agnes, para korban TDem telah terhimpun dalam satu grup WA dan beberapa korban sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian daerah (Polda) di daerah masing-masing.
Seperti di Polda Jawa Timur, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Sulawesi Selatan, dan Polda Jawa Tengah.
Mereka juga bergerak bersama melaporkan secara online ke Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lapor Mas Wapres, dan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
“Kami percaya polisi dan otoritas berwenang akan menangani kasus ini secepatnya agar tidak jatuh korban-korban baru lagi. Kami juga berharap, sebagai korban kami bisa mendapatkan keadilan dan bantuan dari negara, dan pelaku serta komplotannya segera ditangkap dan diproses secara hukum,” kata Agnes.
Menurut Agnes, modus komplotan ini bermula dari membuat iklan penawaran belajar saham melalui media sosial.
Dari WAgrup yang dibuat, setiap harinya memberi info dan edukasi saham-saham yang profit.
Awalnya masih diarahkan melakukan trading di sekuritas Stockbit atau sekuritas lain yang berizin di Indonesia yang dimiliki masing-masing korban.
Setelah berjalan sebulan, si pelaku yang mengaku bernama Sutrisno Hartono sebagai Kepala Analist TD Ameritrade menyampaikan ikut kompetisi FCPC (Future Capital Pionners) yang berlangsung dari 2 Oktober hingga 15 Nopember 2024, dan meminta anggota grup untuk memberi dukungan dengang men-vote namanya.
Dukungan vote yang diberikan hanya melalui Aplikasi TD Ameritrade yang diakui sebagai platform trading saham International.
"Kami dianjurkan untuk install link yang diberikan. Aplikasi TD Ameritrade ini juga bisa di-install lewat Playstore/APPstore dengan nama TDemPro (saat ini juga sudah ditutup). Akhirnya aplikasi TDemPro menjadi aplikasi yang digunakan untuk trading saham dengan profit yang menguntungkan. Setiap hari pagi dan sore (2x sehari) diberikan trading saham ARA dengan profit ± 10% dengan perdagangan jangka pendek (1 hari)," jelasnya.
Lanjutnya menceritakan, ada banyak grup WhatsApp (grupWA) tersebut dinamakan “.... Pelopor Investasi Saham” (saat ini sudah ditutup) berisi ± 75 member, hampir 90% adalah anggota komplotan tersebut yang sudah merka atur dan hanya 1 atau 2 orang saja yang calon korban di setiap grupWA.
“Sehingga kita seperti terhipnotis dengan chat-chat di grup yang seolah-olah Sutrisno Hartono itu seorang Pialang hebat. Ia dibantu sama Asisten bernama Nurul Fitriani dan CS TD Ameritrade.“
Setiap hari, kata dia anggota grupWA diingatkan untuk memberi suara/vote atas nama Sutrisno Hartono dalam kompetisi FCFP, mengklaim mewakili Indonesia mengikuti kompetisi internasional Future Capital Pioneers Competition.
"Sebagai tanda terima kasihnya kita anggota grup ditawarkan membeli saham-saham ARA (profit ±10%), saham AT (After hour Trading, dengan profit sampai 42%)," ceritanya.
"Sebetulnya ada sejumlah hal yang tidak lazim. Misalnya, mengklaim platform sekuritas internasional, lanjut Agnes, tapi menu-menu memakai bahasa campuran antara Inggris dan Indonesia."
"Juga tidak ada akun rekening dana investasi (RDN) atas nama investor. Bila kita mau memasukkan Dana harus minta sandi dulu ke CS. Awalnya ditransfer dengan beberapa nomor rekening atas nama beberapa PT TD Ameritrade, dan juga ditransfer ke rekening atas nama pribadi yang berbeda-beda dan di beberapa bank seperti BRI, BCA, Mandiri, OCBC, Danamon, CIMB Niaga," jelasnya.
Dijelaskannya lagi, korban percaya karena rekomendasi transaksi saham harian ARA di platform TD Ameritade hampir selalu benar dengan kondisi riil di bursa.
"Saham ARA ini menjanjikan keuntungan yang pasti, minimal 10%, dengan cara dibeli siang/sore hari dan dijual di esok paginya.
Demikian pula, saham AT dijanjikan untung pasti dengan dibeli pada harga diskon 30-50%. Diskon diraih dari negosiasi karena membeli bersama dalam jumlah besar. Para korban makin percaya karena keuntungan trading awalnya bisa dicairkan dengan mudah,” kata Agnes.
Kemudia pada akhirnya, kata dia korban terjebak dengan tawaran investasi penawaran saham perdana (IPO) emiten luar negeri berdenominasi dolar.
"Mereka rilis Saham IPO 5 saham dan semua anggota diminta mengajukan langganan (daftar) IPO yang direkomendasikan. Dianjurkan daftar pesan semua. Dalihnya tidak semua yang daftar disetujui. Korban rerata memesan saham IPO tersebut. Tapi yang tidak pesan ternyata tetap diberikan kuota," bebernya.
"Di sinilah jebakan penipuan yang mereka lakukan, saat saham IPO dirilis, para korban diberikan kuota IPO yang banyak sampai puluhan ribu dollar dan diwajibkan untuk menyelesaikan pembelian dengan alasan sudah pesan, bila tidak membeli skor kredit di Akun kita akan berkurang," lanjutnya.
"Akhirnya kita semua menambah saldo di akun TDem untuk bisa memenuhi pembelian saham IPO tersebut. Belum ditradingkan Saham IPO pertama, saham IPO kedua dirilis dengan kuota yang diberikan juga banyak, sehingga para korban juga dipaksa untuk memasukkan dana lagi sesuai alokasi saham yang ditentukan sepihak. Jika korban tidak melunasi, dana dalam akun dibekukan alias tak bisa dicairkan," tambahnya.
Kepada sejumlah korban, dijelaskannya kembali, bahwa komplotan ini menawarkan pinjaman dana untuk membeli saham IPO. Ada salah satu korban, kata Agnes, dana itu ternyata dari rekening pinjaman online.
Yang juga aneh, kata Agnes, IPO berulangkali ditunda atau mundur. Salah satu alasannya karena pemilu di Amerika Serikat.
Puncaknya, ketika para korban sudah melunasi saham IPO, ternyata modal dan keuntungan tidak bisa ditarik.
“Dalihnya bermacam-macam dan aneh-aneh alias tidak masuk akal. Inilah yang membuat korban benar-benar diperdaya perdagangan saham berkedok broker ilegal mencatut nama TD Ameritrade. “Ada yang rugi miliaran rupiah,” kata Agnes.
Dahulu, kata dia TD Ameritrade adalah broker ternama di AS, pada 2020, Charles Schwab mengakuisisi TD Ameritrade, seluruh layanan serta platform trading diintegrasikan ke ekosistem Charles Schwab. Platform TD Ameritrade sendiri telah ditutup Mei 2024.
“Kami berharap pihak berwajib dan seluruh instansi terkait bisa segera membongkar sindikat ini dan membantu para korban dari kerugiannya. Kami berharap masyarakat menjadi lebih paham dan hati-hati, agar tidak ada lagi korban-korban baru,” beber Agnes.
Untuk diketahui, sampai saat berita ini diterbitkan, pihak tvOnenews.com masih mengkonfirmasi kepada pihak Polda Jawa Timur, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Sulawesi Selatan, dan Polda Jawa Tengah. Tak lain mempertanyakan kasus tersebut.
Bahkan, pihak tvOnenews.com saat ini masih menghubungi pihak TD Ameritrade untuk melakukan konfirmasi isu tersebut.
Kemudian, seperti yang dilansir dari Tempo.co.id, pada hari Kamis (5/12/2024), penipuan skema ponzi berkedok investasi saham dengan label Ameritrade kembali menyita perhatian publik.
Banyak korban melaporkan kerugian yang bervariasi, bahkan mencapai miliaran rupiah.
Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima sejumlah laporan dari korban.
“Kerugian mereka beragam, mulai dari Rp 27 juta hingga miliaran rupiah,” ungkap Alfons, Selasa (12/11/2024).
Alfons menjelaskan bahwa Ameritrade dulunya adalah perusahaan pialang saham di Amerika Serikat yang kini telah diakuisisi oleh Charles Schwab Corporation sejak 2020.
Entitas aslinya sudah tidak ada, sementara nama Ameritrade yang beredar di Indonesia hanyalah ulah oknum yang memalsukan identitas.
- Modus Penipuan: Iming-Iming IPO dan Keuntungan Cepat
Menurut Alfons, para pelaku menggunakan janji keuntungan besar dari saham IPO (Initial Public Offering) untuk menarik korban.
Korban diminta menyetorkan dana awal untuk membeli saham yang diklaim akan melesat tinggi. Awalnya, mereka diberikan keuntungan kecil untuk memancing investasi lebih besar.
“Korban kemudian dijebak untuk menyetor lebih banyak lagi dengan berbagai alasan, dan akhirnya uang tersebut lenyap tanpa jejak,” jelas Alfons.
Hingga saat ini, jumlah korban yang melapor terus bertambah. Alfons memperkirakan total kerugian yang dialami bisa mencapai Rp 100 miliar.
Beberapa korban kini tengah mempersiapkan laporan resmi ke Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti kasus ini. (aag)