Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMK UI) menggelar seminar online bertema "Kupas Tuntas Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase".
Sumber :
  • Istimewa

UI Soroti Kejanggalan Putusan BANI Mitora vs Keluarga Cendana Terkait Pengelolaan Museum Soeharto di TMII

Senin, 9 Desember 2024 - 18:30 WIB

tvOnenews.com - Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMK UI) menggelar seminar online bertema "Kupas Tuntas Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase" pada Kamis (05/12). 

Acara ini menghadirkan narasumber seperti OC Kaligis, Elza Syarief, Mohamad Fajri Mekka Putra, dan Sirajuddin, yang membahas secara mendalam isu hukum terkait kekuatan akta notaris dalam arbitrase, termasuk kejanggalan pada kasus Mitora vs Keluarga Cendana.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua Umum IMMK UI, Susilo Tunggeleng, menyoroti bahwa seminar ini menunjukkan pesatnya perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Salah satu topik yang menjadi perhatian adalah kedudukan akta notaris sebagai alat bukti sempurna, yang diatur dalam Pasal 1876 KUHPerdata. 

"Akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sah dan mengikat, tetapi bisa dilawan dengan alat bukti lain jika terdapat cacat atau ketidaksesuaian," kata Susilo. 

Menurut Pasal 1876 KUHPerdata, akta notaris dapat menjadi bukti otentik yang sah selama tidak ada pihak yang berhasil membuktikan sebaliknya. 

"Pada sengketa arbitrase, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif (UU APSA), putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Namun, jika putusan tersebut mengandung cacat prosedural atau substansial, pembatalan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran putusan arbitrase," kata Susilo. 

Kasus Mitora vs Keluarga Cendana
Kejanggalan pada putusan BANI dalam kasus Mitora vs Keluarga Cendana turut disoroti. Sengketa terkait pengelolaan Museum Soeharto di TMII ini menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan substansi putusan arbitrase. Berdasarkan Pasal 70 UU APSA, putusan arbitrase dapat dibatalkan jika terbukti terdapat dokumen palsu, dokumen penting yang disembunyikan, atau tipu muslihat dari salah satu pihak.

Putusan BANI No. 47013/II/ARB-BANI/2014 dianggap tidak mencerminkan keadilan karena arbiter tidak menafsirkan Akta Notaris Kerjasama antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi secara utuh.

"Keputusan tersebut dinilai mengabaikan konteks dan pelaksanaan kesepakatan yang tertuang dalam akta, sehingga melenceng dari maksud awal para pihak," ujar Susilo. 

Selain itu, prosedur pendaftaran perkara dan penghitungan biaya arbitrase di BANI turut menjadi sorotan. Transparansi dalam pengelolaan biaya perkara dinilai perlu ditingkatkan untuk memastikan kepercayaan publik terhadap institusi arbitrase.

Disisi lain, Putusan BANI No. 47013/II/ARB-BANI/2014 dianggap tidak mencerminkan keadilan karena arbiter tidak menafsirkan Akta Notaris Kerjasama antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi secara utuh. Keputusan tersebut dinilai mengabaikan konteks dan kesepakatan yang tertuang dalam akta, sehingga melenceng dari maksud awal para pihak.

Putusan BANI No. 47013/II/ARB-BANI/2014 dianggap tidak mencerminkan keadilan karena arbiter tidak menafsirkan Akta Notaris Kerjasama antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi secara utuh. Keputusan tersebut dinilai mengabaikan konteks dan kesepakatan yang tertuang dalam akta, sehingga melenceng dari maksud awal para pihak.

Dosen Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus Notaris/PPAT, Dr. Mohamad Fajri Mekka Putra, menegaskan putusan arbitrase harus mengacu pada penafsiran yang komprehensif terhadap akta notaris.

"Akta notaris adalah dokumen hukum yang memiliki kekuatan otentik, sah, dan mengikat. Arbiter wajib menafsirkannya secara menyeluruh agar esensi dari kesepakatan para pihak tidak terdistorsi. Jika tafsir terhadap akta ini sepotong-sepotong, maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat dan bisa dibatalkan," ujar Fajri.

Ia juga menambahkan bahwa jika terbukti putusan BANI tersebut memenuhi syarat untuk ditinjau kembali atau dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sesuai Pasal 70 UU Arbitrase. 

"Jika ada pelanggaran prosedur atau substansi, maka pembatalan oleh pengadilan adalah langkah yang sah dan sesuai hukum," tambahnya.(chm)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:32
03:07
02:33
04:17
02:13
02:43
Viral