Hakim Vonis Bos RBT Suparta 8 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi Timah.
Sumber :
  • tvOnenews/Adinda Ratna Safira

Komentar Pakar Hukum soal 5 Korporasi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah: Secara Normatif, Tidak Benar

Jumat, 3 Januari 2025 - 01:58 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Pidana Chairul Huda mengomentari soal status tersangka terhadap lima korporasi dalam perkara kasus korupsi timah.

Adapun, lima perusahaan yang menjadi tersangka baru dalam perkara tindak pidana korupsi timah diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB, dan CV VIP.

Chairul Huda mengatakan, status tersangka tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum positif, lantaran kelima perusahaan belum terbukti melakukan kerusakan lingkungan yang dihitung sebagai kerugian keuangan negara. 

“Kalau soal bisa si bisa saja (kejaksaan, red) punya kewenangan untuk itu, tapi kan secara normatif tidak benar dong,” ujar Chairul Huda, Kamis (2/1/2025).

Nilai kerugian keuangan negara dari kasus korupsi timah yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai Rp300 triliun. Namun, angka kerugian itu belum dapat dibuktikan hingga saat ini.

Sementara itu, di balik penetapan tersangka lima korporasi, Kejagung menetapkan pembebanan kerusakan lingkungan dari PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23,6 triliun, PT SIP Rp24,1 triliun, PT TIN Rp23,6 triliun, dan CV VIP Rp42 triliun.

“Saya kira Rp300 triliun, mana Rp300 triliun? Yang namanya Rp300 triliun itu kan tidak terbukti. Karena tidak terbukti itulah sementara dia sudah gembar-gembor dan bagaimana untuk menutupi tersangka dari perusahaan-perusahaan itu,” paparnya.

Chairul Huda melihat Kejagung gagal membuktikan adanya kerugian negara di balik aktivitas penambangan di Kepulauan Bangka Belitung. 

Akibatnya, lembaga pemerintah ini harus menetapkan perusahaan yang dinilai jadi bagian dari kasus korupsi timah. 

“Jadi ini merupakan wujud dari kegagalan Kejagung yang mereka (belum) membuktikan berapa nilai kerugian yang digembar-gemborkan selama ini, di kasus sepertinya Rp300 triliun,” ucap dia.

Bahkan, langkah Kejagung dipandang sebagai cara agar aset yang sudah disita tidak dikembalikan lagi kepada pihak-pihak yang dari mana barang tersebut disita. 

“Iya sebenarnya tidak dibenarkan, ini menunjukkan bahwa cara-cara Kejaksaan Agung ini kan, karena dia melihat hasil pengadilan terhadap terdakwa-terdakwa individu itu kan, tidak seperti yang mereka harapkan,” ucap dia.

“Jadi, cari cara untuk kemudian barang-barang, uang yang dicita itu bisa bisa tidak harus dikembalikan kepada pihak-pihak yang dari mana barang itu disita,” tambahnya.

Status tersangka yang disematkan Kejagung kepada lima korporasi bisa memberi dampak buruk bagi pendapatan negara. 

Huda mencatat, pajak yang biasanya diterima negara dari lima perusahaan akan berkurang karena tidak beroperasi atau menurunnya produktivitas. 

“Jangan sampai menegakkan hukum terhadap korporasi itu menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar. Ini yang tidak dipahami oleh Kejaksaan,” ucap dia.(lgn)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:35
09:35
07:07
01:44
03:10
02:39
Viral