- Istimewa
Restorative Justice Harus Dikedepankan dalam Penyelesaian Hukum di Indonesia
tvOnenews.com - Dalam melahirkan sarjana-sarjana hukum yang lebih mengedepankan restorative justice dalam menyelesaikan sebuah perkara pidana, Fakultas hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) juga turut memberikan materi kuliah dari sisi pendekatan bagaimana hukum secara adat budaya Indonesia juga bisa dijadikan acuan.
Menurut Dekan FH UKI DR. Hendri Jayadi Pandiangan SH. MH kedepannya para mahasiswa/i dari Fakultas Hukum juga diajarkan agar sebuah tindak pidana diselesaikan tidak selalu melalui sebuah teori pembalasan atau penghukuman karena kesalahan seseorang tetapi lebih kearah rehabilitatif dan restorative yang melibatkan pendekatan kekeluargaan.
"Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, penyelesaian hukum tentunya harus mengacu kepada kearifan lokal dan adat budaya setempat. Pendekatan restorative justice atau penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan kepada korban, pelaku dan pihak terkait, tentu harus dikedepankan bingkai hukumnya secara adat budaya setempat,' ungkap Hendri Jayadi disela-sela peluncuran buku dengan judul 'Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Melalui Restorative Justice Dalam Bingkai Hukum dan Adat Budaya Indonesia' pada Sabtu (18/1).
Banyaknya suku bangsa di Indonesia seperti Jawa, Sunda, Medan, Palembang, Manado, Makassar serta berbagai suku bangsa lainnya di Indonesia lanjut Hendri Jayadi, perspektif hukum adat untuk menyelesaikan tindak pidana tidak bisa diabaikan begitu saja.
Penerapan restorative justice secara efektif di Indonesia lanjut Hendri tentu harus melibatkan banyak pihak. Adapun para pihak yang dilibatkan untuk menyelesaikan perkara pidana secara kekeluargaan tentu harus melibatkan korban, pelaku, keluarga pelaku, keluarga korban, institusi, masyarakat adat setempat serta tokoh adat setempat untuk memusyawarahkan sebuah perkara.
Restorative justice itu sendiri di Indonesia menurut Hendri adalah sebuah alternatif penyelesaian hukum dan tidak semua tindak pidana bisa diselesaikan melalui restorative justice.
Adapun restoratif justice itu sendiri lanjut Hendri ada diluar konteks hukum acara tetapi diakui oleh negara mengingat pada penyelidikan ada perkab, di Kejaksaan Agung ada peraturan Jaksa Agung dan di Mahkamah Agung ada perma.
Untuk mewujudkan restorative justice di Indonesia bisa dikedepankan diberbagai provinsi pada Indonesia emas di tahun 2025, Hendri menambahkan bahwa hal tersebut harus didukung oleh penerapan kepastian hukum.
Hal senada juga disampaikan Ketua program doktor hukum dari Universitas Borobudur Jakarta - Prof. Dr. Faisal Santiago SH MH yang mengatakan bahwa restorative justice masih hidup dimasyarakat Indonesia kendati mulai ditinggalkan seperti misalnya hukum waris.
"Dulu hukum adat yang menjembatani sebelum adanya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), namun sayangnya para hakim yang memutuskan sebuah perkara pidana kurang memahami kearifan lokal," jelas Faisal.
Restorative justice bagi Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta - Prof.Dr. Farhana SH MH M.Pd diakui sebagai pendekatan yang lebih efektif dalam membantu korban dan mencegah kejahatan sehingga mengurangi kepadatan penjara yang sudah melebihi kapasitas.
"Ada pendapat yang menyatakan bahwa restorative justice itu sebagai sebuah teori. Teori ini juga memaparkan bahwa memberi ruang bagi pelaku dan korban untuk saling berkomunikasi dan melakukan pendekatan maka keadilan bisa dicapai dengan cara seperti ini," tutup Farhana.
Adapun para pembicara yang turut hadir dalam peluncuran buku tersebut antara lain dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Dr.rer.pol.led Veda Sitepu. S.S MA, Wadek FH UKI Dr. Tomson Situmeang SH.MH, Kaprodi FH UKI Dr. Rr Ani Wijayanti SH M.Hum dan sebagai moderator dalam kegiatan itu Edward. L.Panjaitan SH.LLM.(chm)