- Ist
PHPU Kabupaten Pringsewu: Kuasa Hukum Adi Erlansyah dan Hisbullah Huda Serahkan Bukti Kuat Sebagai Bahan Putusan MK
Jakarta, tvOnenews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bup) Kabupaten Pringsewu yang teregistrasi dengan Nomor Perkara Nomor 147/PHPU.BUP-XXIII/2025, di Ruang Sidang Gedung II MK, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih beragendakan mendengarkan keterangan dari pihak termohon, pihak terkait dan juga Bawaslu, serta melengkapi bukti-bukti dari seluruh pihak.
Kuasa hukum pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu Nomor Urut 2 Adi Erlansyah dan Hisbullah Huda, Dr. Satria Prayoga, S.H.,M.H. yang didampingi oleh Mona Tiara Putri. S.H.,M.H. menjelaskan alasan pihaknya dalam mengajukan permohonan ke MK.
Menurutnya pihak termohon banyak melakukan dugaan pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) saat berlangsungnya pesta demokrasi daerah khususnya di Kabupaten Pringsewu.
"Bagaimana yang kita ajukan bahwa termohon ini kita anggap banyak sekali melakukan pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masih) dimana dari tambahan alat bukti kami dari P9 hingga P19 itu kita menambahkan bahwa yang menjadi kewajiban bagi termohon yaitu KPU kabupaten Pringsewu itu berupa PKPU nya itu mewajibkan bahwa dari setiap persyaratan bagi Paslon yang mendaftar sebagai Bupati maupun wakil Bupati, harus selalu diinput di media sosial, dimana dalam hal ini menjadi hak bagi masyarakat untuk memberikan tanggapan maupun klarifikasi, namun ternyata kewajiban itu tidak dilaksanakan," jelas Satria Prayoga di gedung MK.
"Kita juga menambahkan bahwa alat buktinya itu berupa PKPU 18 2024 kemudian PKPU 8 2024 serta keputusan KPU 12292024 terkait klarifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat itu tidak diupload oleh termohon sehingga menyulitkan kita untuk melakukan upaya-upaya hukum lainnya," sambungnya.
Satria Prayoga juga berharap semua bukti-bukti yang sudah diserahkan kepada MK dapat menjadi bahan pertimbangan para majelis hakim dalam pengambilan keputusan yang dapat mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh pihaknya.
Apalagi menurut Satria Prayoga, bukti-bukti yang telah diserahkan pihaknya kepada MK terkait kejanggalan yang dilakukan oleh pihak termohon sudah cukup kuat untuk mengajukan permohonan.
"Untuk bukti-bukti kita anggap kuat semuanya ya, mulai dari permasalahan tenggat waktu, bahwa kami dianggap sudah melewati tenggat waktu 3 hari semenjak ditetapkan, kami menganggapnya bahwa di dalam peraturan PKPU itu tenggat waktu semenjak di umumkan. Hal ini ternyata bagi termohon tidak diumumkan di media sosialnya hanya berupa undangan rapat rekapitulasi diumumkannya baru setelah tanggal 7 Desember kita pun langsung mengajukan permohonan sehingga masih masuk kategori tenggat waktu tersebut," ungkap Satria Prayoga.
"Dan yang menjadi permasalahan sebenarnya disini bahwa ada banyak sekali upaya-upaya untuk termohon yang amat merugikan bagi pasangan calon jika undangannya hanya rapat rekapitulasi ternyata di dalamnya sekaligus penetapan Paslon dan pengumuman, hal inilah yang menjadi pokok permohonan kita masalah tenggat waktu tadi dalam mengajukan permohonan," tambahnya.
Tentu bukti-bukti tambahan yang telah diajukan bisa menjadi landasan hukum dan alat bantu majelis hakim sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara ini, khususnya pada perkara 147 di kabupaten Pringsewu.
Selain itu, dalam menangani perkara ini, Satria Prayoga juga melihat adanya Obstruction of Justice yang dilakukan oleh sejumlah pihak terhadap dirinya yang memang berstatus sebagai seorang ASN.
Padahal dalam peraturan MK dan peraturan Bawaslu menegaskan bahwa seorang PNS diperbolehkan menjadi seorang kuasa hukum khusus sengketa pilkada.
"Saya juga berharap masyarakat bisa mengetahui, khususnya para penggiat-penggiat HAM di Indonesia pada umumnya bawah memang di Pilkada ini ada upaya-upaya untuk mencegah para pihak untuk melakukan upaya hukum permohonan ke MK, gugatan ke pengadilan di tingkat bawah MA nya seperti pengadilan tinggi," ujar Satria Prayoga.
"Jadi ini masukan juga bagi perumus undang-undang Pilkada maupun pemilu nantinya bahwa ada penambahan upaya pencegahan dalam pihak-pihak dalam melakukan upaya hukum ini ada pencegahan jadi para penegak hukum juga harus jeli melihat fenomena-fenomena seperti apa yang saya alami selama ini benar-benar dilakukan pencegahan oleh sekelompok orang tersebut," pungkasnya.
Satria Prayoga pun mengaku memiliki bukti kuat berupa fakta di lapangan, yang bisa menjadi pertimbangan.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Kuasa hukum pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu Nomor Urut 2 Adi Erlansyah dan Hisbullah Huda, Dr. Satria Prayoga, S.H.,M.H. dan Mona Tiara Putri. S.H.,M.H. mengajukan permohonan upaya hukum yakni berupa dugaan pelanggaran Administrasi ke Hukum kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Terkait perselisihan hasil pemungutan suara.
Dalam hal ini KPU Pringsewu menetapkan perolehan suara Pilbup Pringsewu sebagai berikut, Paslon Nomor Urut Fauzi-Laras Tri Handayani 57.422 suara, Paslon Nomor Urut 2 Adi Erlansyah-Hisbullah Huda 40.600 suara, Paslon Nomor Urut 3 Riyanto Parnungkas-Umi Laila 107.249 suara, serta Paslon Nomor Urut 4 Ririn Kuswantari- Wiryawan Sadad 21.605 suara.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Pringsewu Nomor 1185 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu Tahun 2024, bertanggal 2 Desember 2024 pukul 11.10 WIB atau Keputusan KPU Kabupaten Pringsewu Nomor 736 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pilbup Pringsewu Tahun 2024. (ebs)