- istimewa - Antara
Penetapan Tersangka Korupsi Tom Lembong Tuai Sorotan Tajam, Pakar Hukum Pidana Beberkan Kejanggalan Ini
Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik itu harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan.
Sebab, dia menuturkan setiap kebijakan itu ada konteksnya.
“Kebijakan itu tidak bisa direview setelah bertahun-tahun lamanya. Lihat dulu historinya, apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan atau belum. Jika sudah hasilnya bagaimana? Ada penyimpangan atau tidak. Tugas pejabat publik itu adalah problem solving. Tidak bisa dikurun waktu yang jauh berbeda,” jelas Edwar dilansir Minggu (26/1/2025).
Sementara itu, Junaedi Saibih, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, berpendapat dalam kasus importasi gula mestinya dilakukan pemeriksaan aparatur pengawas internal pemerintah dulu sebelum ditarik ke pidana korupsi.
“Saya lihat dalam kebijakan itu ada aspek perdatanya. Ada perjanjian antara BUMN dengan perusahaan swasta. Kalau tidak ada konflik dalam aspek perdata, lalu masyarakat juga diuntungkan karena bisa memperoleh gula, maka aneh jika ditarik ke pidana. Terlalu dipaksakan,” jelas Junaedi.
Menurut Junaedi, dalam kebijakan publik itu berlaku asas presumptio iustae causa. Kebijakan itu benar dan sah, kecuali terdapat perubahan atau putusan yang menyatakan sebaliknya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Seusai UU Adminsitrasi Pemerintahan 30/2014 semua perbuatan yang berdimensi kebijakan termasuk perbuatan faktual harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan tata usaha negara sebagai premium remedium," tambahnya.