- Google Maps
Ternyata Ini Sebab Wilayah Utara Kalimantan Bukan Bagian dari Indonesia, Soekarno Geram ke Malaysia Inggris Ikut Campur
Jakarta - Sebagaimana diketahui pulau Kalimantan secara keseluruhan terbagi atas tiga negara, yakni Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Pembagian wilayah tersebut sempat diwarnai konflik yang berujung kecaman Ganyang Malaysia oleh Soekarno. Presiden pertama RI itu geram lantaran Inggris dianggap ikut campur dalam perundingan antar bangsa melayu ini.
Seorang jurnalis sejarah Hendi Jo menceritakan awal mula terjadinya kecaman tersebut. Menurutnya semua bermula dari tahun 1945, saat Indonesia tengah mempersiapkan kemerdekaannya dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan). Para pendiri bangsa saat itu mendiskusikan wilayah mana saja yang akan menjadi teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ada beberapa pendapat, wilayah mana sih yang mau diklaim sebagai wilayah Indonesia. Waktu itu Soekarno menawarkan wilayah Indonesia yang sekarang berikut dengan Filipina dan Malaysia, dia mengacunya pada (red: peta kekuasaan) Majapahit yang itu didukung oleh M. Yamin,” kata Hendi dalam wawancara bersama VDVC Talk.
Pendapat lain berasal dari M. Hatta dan A.A. Maramis yang mengatakan bahwa daerah yang diakui sebagai wilayah Indonesia adalah bekas jajahan Belanda. Hal itu mengacu pada prinsip hukum internasional uti possidetis juris yang mengatur pembagian teritori dan properti berada di tangan pemilik akhir konflik, kecuali jika terdapat perjanjian tertentu yang disepakati.
“Papua sendiri, Hatta waktu itu tidak setuju karena secara geografis dan sosiologis itu berbeda dengan bangsa di barat (red: Wilayah Indonesia bagian barat). Tapi pada akhirnya rapat itu menyepakati Indonesia seperti saat ini minus Timor,” jelasnya.
Kembali pada pertanyaan awal mengapa Kalimantan bagian utara tidak menjadi bagian dari NKRI, karena waktu itu Sabah dan Brunei merupakan bekas jajahan Inggris. Rencananya wilayah tersebut hingga Singapura akan dibuat sebuah negara federasi persekutuan tanah melayu.
Soekarno mengaku tidak ada masalah sama sekali dengan itu, tetapi dengan catatan harus sesuai dengan keinginan rakyatnya melalui referendum atau jajak pendapat.
“Filipina juga ikut di sini karena mereka juga ingin mengklaim Sabah yang dianggapnya merupakan bagian dari Filipina yang dulu disewakan oleh kesultanan Sulu kepada Inggris. Jadi Filipina juga ikut nimbrung dalam konflik Sabah Serawak,” kata Hendi.
Masalah muncul ketika Inggris dianggap mulai ikut campur dan ‘mem-back-up’ Tuanku Abdul Rahman yang saat itu secara sepihak menyatakan berdirinya negara Malaysia tanpa ada referendum kesepakatan.
Hal tersebut juga dinilai mengancam kemerdekaan Indonesia yang memiliki masa lalu diinvasi Inggris.
“(Soekarno marah), kenapa kalian mengklaim sepihak setelah dikipas-kipasi Inggris. Ternyata Inggris punya kepentingan juga di situ. Jadi sebenarnya belum teruji juga dalam referendum apakah masyarakatnya mau atau enggak,” beber Hendi.
“Di Jakarta, Kedutaan Inggris hampir habis dibakar saat itu. Orang-orang Inggris ketakutan,” imbuhnya.
Hal tersebut dibalas di Kuala Lumpur dengan gelombang demonstran yang membakar bendera merah putih, dan menginjak-injak foto Soekarno serta lambang Garuda. Itu yang membuat Soekarno semakin marah, ia merespons dengan pidato menggebu-gebu dan mengeluarkan kebijakan Dwikora (Dwi komando rakyat).
“Pertama perhebat revolusi Indonesia. Kedua bantu rakyat Malaya, Sabah, Serawak, Singapura, dan Brunei melakukan revolusi untuk membubarken negara boneka Malaysia,” ujar Soekarno dalam video pidato Ganyang Malaysia. (amr)