- Sawit Watch
Menteri ATR Hadi Tjahjanto Beri Antensi Laporan Sawit Watch Soal Dugaan Mafia Tanah di Kotabaru
Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto disebut menindaklanjuti dan memberikan atensi atas dugaan mafia tanah di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mafia tanah ini diduga terkait dengan dugaan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) ilegal kepada PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM) di dalam kawasan hutan di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Hal ini dikonfirmasi oleh Sawit Watch dan Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) Law Firm saat mendatangi Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Kamis (18/8/2022).
Kedatangan Sawit Watch dan Integrity untuk mempertanyakan kelanjutan pengaduan mereka terkait dugaan HGU ilegal PT MSAM pada 3 Agustus 2022 lalu.
"(pengaduan Sawit Watch) sudah sampai ke Menteri (Menteri Hadi Tjahjanto) dan dari Menteri sudah sampai ke Dirjen 7. Dirjen 7 itu yang menangani permasalahan pertahanan di kementerian ATR/BPN," ujar Direktur Sawit Watch Achmad Surambo usai mengecek pengaduan di Kementerian ATR/BPN, Kamis (18/8/2022).
Rambo, sapaan akrabnya, mengatakan dirjen terkait di Kementerian ATR/BPN sedang memeriksa dan mengkaji pengaduan yang disampaikan Sawit Watch. Menurut dia, dalam waktu yang tidak lama lagi, Sawit Watch akan dimintai klarifikasi atas laporan dugaan penerbitan HGU ilegal PT SMAM.
"Sekarang sedang meneliti dan menelaah pengaduan yang kita sampaikan dan kita menunggu dari mereka untuk mendapatkan klarifikasi dari kita, kalau seandainya diperlukan oleh mereka. Tapi, biasanya dari instansi yg kita sampaikan selalu ada klarifikasinya," ungkap Rambo.
Sawit Watch dan Integrity, kata Rambo, bakal kembali mendatangi Kementerian ATR/BPN untuk mengetahui nasib pengaduan mereka. Rencana awal September 2022 atau 2 Minggu lagi. Dia berharap, Kementerian ATR/BPN memproses pengaduan dugaan penerbitan HGU ilegal tersebut secara profesional karena terkait erat dengan mafia tanah yang menjadi prioritas Presiden Jokowi.
"Kita belum tahu apakah ada klarifikasi atau tidak, untuk memastikan ada klarifikasi atau tidak itu nanti pada saat kita datang lagi (awal September 2022) ngecek lagi, kita pengin tahu nasib pengaduan rakyat ini akan seperti apa, sesuai atau tidak dengan komitmen Jokowi, komitmen Pak Jokowi memberantas mafia tanah," imbuh Rambo.
Di tempat yang sama, Partner Senior Integrity Law Firm Harimuddin mengatakan dugaan penerbitan HGU ilegal PT MSAM telah dilaporkan ke empat lembaga, yakni KPK, Bareskrim, Kejaksaan dan Kementerian ATR/BPN. Pihaknya bersama Sawit Watch tutur Harimuddin, sudah diminta klarifikasi terkait pengaduan atau laporan atas dugaan HGU ilegal PT SMAM.
"Jadi masih agenda klarifikasi belum masuk tindakan hukum pro justitia seperti penyelidikan atau penyidikan, masih masuk klarifikasi," ungkap dia.
Sementara laporan di Kejaksaan, lanjut Harimuddin, masih pada tahapan penelitian dan pengkajian dari tim kejaksaan dan belum ada klarifikasi seperti di Kementerian ATR/BPN. Dia pun berharap kedua lembaga tersebut memberikan atensi atau laporannya.
"Laporan ini lokus-nya kami duga di daerah Kota Baru, dalam artian bahwa kita mengharap dan mengimbau pemerintah menangani juga kasus-kasus di luar pulau Jawa yang sangat banyak terjadi," ujar dia.
"Karena di sana minim pantauan, karena para oknum di sana terlalu merajalela, jadi perhatian terhadap permasalahan tanah di daerah itu kadang tidak muncul sampai ke pusat. Kami harap pemerintah di pusat bisa langsung meninjau, atau memberi atensi perkara-perkara di daerah," pungkas Harimuddin menambahkan.
Diketahui, Sawit Watch didampingi oleh Integrity Law Firm mengadukan dugaan sindikasi mafia tanah melalui penerbitan HGU kepada PT MSAM di dalam kawasan hutan di Kotabaru, Kalimantan Selatan ke Kementerian ATR/BPN pada 3 Agustus 2022 lalu. Sawit Watch menyoal dugaan kongkalikong penerbitan HGU kepada salah satu perusahaan milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam karena diperoleh tanpa mendapat Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK).
“Kehadiran Sawit Watch dan Integrity hari ini sejatinya bermaksud membantu Presiden dan Kementerian ATR/BPN dalam menggalakkan pemberantasan mafia tanah yang kerap menyulut konflik agraria. Kami juga hendak memastikan bahwa keberpihakan Pemerintah melawan perbuatan dzalim para mafia betul-betul diwujudkan, khususnya bagi masyarakat terdampak di Kotabaru Kalimantan Selatan," kata Achmad Surambo di Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, pada 3 Agustus 2022 lalu.
Rambo mengatakan laporan ke Kementerian ATR/BPN guna memberikan sinyal kepada pemangku kebijakan bahwa terdapat persoalan tanah yang serius di Kotabaru. Karena itu, kata dia, sudah sepatutnya Pemerintah hadir untuk melindungi kepentingan negara dari kedigdayaan para mafia.
“Sejak 18 Januari silam, kami telah melaporkan problem ini kepada KPK. Disusul dengan laporan identik yang disampaikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan pada 23 Mei 2022. Kami paham tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum. Namun sebagai suatu ikhtiar yang berkelanjutan, kita perlu menjaga asa dan terus berupaya. Di sisi lain, tetap menaruh harapan besar kepada Kementerian ATR/BPN untuk memberi atensi lebih terhadap persoalan-persoalan di luar pulau Jawa yang sebenarnya jauh lebih besar,” ungkap Rambo.
Dalam laporan Sawit Watch dan Integrity, disebutkan perolehan HGU PT MSAM di Pulau Laut Tengah, Kotabaru sangatlah problematik karena menyebabkan hutan negara sekitar 8.610 hektar hilang. Kemudian, secara ilegal menjadi aset PT MSAM berupa lahan perkebunan beralaskan HGU, tanpa keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
"Penerbitan HGU itu terjadi pada 4 September 2018. Tidak mengherankan, pada kurun waktu yang tidak lama, puluhan masyarakat Kotabaru berdemo di depan Komnas HAM untuk meminta keadilan atas penggusuran tanah-tanah mereka akibat aktivitas perkebunan PT MSAM," kata partner senior Integrity Harimuddin.
Dijelaskan Harimuddin, setelah penerbitan HGU PT MSAM, lalu terbit Keputusan Menteri LHK Nomor 465/2018 untuk lokasi yang cenderung sama dan pada pokoknya menciutkan wilayah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II.
IUPHHK-HA PT Inhutani II awalnya 40.950 ha kemudian tersisa 25.908 ha sehingga yang kembali menjadi hutan negara tanpa pemanfaatan pihak lain, sekitar 14.333 ha. Di dalam lokasi 14.333 ha inilah PT MSAM memperoleh HGU dengan luas 8.610 ha tanpa didahului keputusan pelepasan kawasan hutan.
“Menurut aturan yang berlaku tahun 2018, Pasal 21 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 menyebutkan bahwa keputusan pelepasan kawasan hutan harus diterbitkan setelah Menteri LHK menerima permohonan dan meneliti pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis. Barulah status hamparan daratan itu bukan lagi merupakan kawasan hutan. Jadi, jika ribuan hektar hutan tiba-tiba beralih jadi HGU tanpa keputusan dimaksud, dapat disinyalir ada kaki-tangan mafia tanah yang bermain dibaliknya,” pungkas Harimuddin. (ebs)