Tangkapan Layar Akun Hacker Bjorka yang Klaim Bocorkan Data Rahasia Negara Indonesia.
Sumber :
  • Twitter @Bjorkanism

Bjorka Kembali Tebar Teror, Ancam Retas MyPertamina untuk Dukung Demonstran Menolak Kenaikan Harga BBM

Minggu, 11 September 2022 - 21:23 WIB

Senin, 6 September 2004 pukul 21:55 WIB, pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 itu lepas landas dari Jakarta menuju Belanda. Munir berangkat ke Belanda untuk menempuh pendidikannya di Universitas Utrecht, Amsterdam. Pesawat itu sempat transit di Bandara Changi, Singapura. 

Dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dinyatakan tewas. Sebelum dinyatakan tewas, ia sempat merasa perutnya sakit setelah meminum segelas jus jeruk. 

Menurut beberapa saksi, seusai lepas landas dari Bandara Changi, Munir sempat bolak-balik ke toilet dan terlihat seperti orang yang sedang kesakitan. Disaat itu, Munir sempat mendapatkan pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter. 

Pertolongan ini mengharuskan ia berpindah tempat duduk di sebelah dokter tersebut. Namun tak lama menjalani perawatan dari dokter, Munir dinyatakan telah meninggal. Ia meninggal ketika keadaan pesawat sedang dalam ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania. 

Dua bulan kemudian setelah Munir dinyatakan meninggal, pihak kepolisian Belanda menyatakan bahwa Munir meninggal diracun oleh seseorang. Sebab, ditemukan senyawa arsenic yang ada di dalam tubuhnya. 

Dilansir dari laman resmi Kontras.org, pembunuhan Munir dilakukan secara sistematis. Kejahatan yang struktur itu melibatkan berbagai pihak dari kalangan yang berkedudukan tinggi.

Salah satunya yakni dari pihak maskapai Garuda Indonesia, yaitu pilot Garuda, Pollycarpus dan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia masa itu, Indra Setiawan.

Pollycarpus mengaku dirinya hanya menjadi kru tambahan, dan dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan dengan memasukkan racun arsenik pada tubuh Munir. Padahal, ketika itu merupakan hari liburnya Pollycarpus sebagai pilot, tetapi Indra Setiawan memberikan surat tugas kepadanya.  

Alhasil, Pollycarpus dijatuhi dengan hukuman 20 tahun penjara. Namun, dalam prosesnya, keputusan hakim kerap tidak konsisten. Setelah memohon peninjauan kembali, hukumannya berkurang menjadi 14 tahun penjara. 

Pada November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat dan dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018. (rka/rpi/mut)

Berita Terkait :
1 2 3 4
5
Tampilkan Semua
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:02
03:01
02:57
02:35
05:18
01:38
Viral