Putri Candrawathi memasuki ruang persidangan untuk menjalanin sidang esepsi di Gedung Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, (Rabu/26/10/2022), pukul 10:30 WIB..
Sumber :
  • (tvonenews.com/ Julio Trisaputra)

Terungkap! Putri Candrawathi Tak Pernah Melahirkan Sejak 2019, Bayinya Ternyata Adopsi

Senin, 31 Oktober 2022 - 17:58 WIB

Jakarta - Fakta terbaru tentang Putri Candrawathi terungkap di persidangan.

Sidang perkara pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Bharada E alias Richard Eliezer kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), dengan menghadirkan saksi.

Salah satu saksi yang dihadirkan ialah ajudan Ferdy Sambo, Daden Miftahul Haq mengungkap anak terakhir Putri Candrawathi.

Menurut dia, Putri Candrawathi tidak pernah mengandung sejak 2019, bahkan melahirkan.

"Setahu saya tidak (melahirkan,red) yang mulia," kata Daden di PN Jaksel, Senin (31/10/2022).

Dia menjelaskan kepada hakim bahwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengangkat anak tersebut.

Namun, dia mengaku tidak ingin mengungkap status anak angkat tersebut karena tidak mengarah ke kasus.

"Mohon izin apa pertanyaan menyangkut kasus? Siap, karena bapak dan ibu tidak ingin dikhawatirkan masa depan anaknya," kata Daden.

Hakim lantas menegaskan bahwa pertanyaan itu merupakan terkait dengan kasus tersebut.

"Siap anak bapak yang paling kecil itu anak adopsi yang mulia," imbuhnya.

Putri Candrawathi Ikut Tembak Brigadir J

Secara mengejutkan Kamaruddin Simanjuntak, Kuasa Hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, mengatakan di persidangan bahwa Putri Candrawathi, ikut menembak Brigadir J.

Hal tersebut diungkapkannya sebagai saksi pertama yang diperiksa dalam persidangan terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Berdasarkan hasil investigasi dan informasi yang didapatkan pihaknya, Putri Candrawathi diketahui ikut menembak Brigadir J bersama dengan Ferdy Sambo dan Bharada E. Sehingga, sambungnya, ada tiga orang pelaku yang menembak Brigadir J.

"Kami temukan fakta baru bahwa yang menembak adalah Ferdy Sambo dan Richard Eliezer atau Bharada Richard Eliezer bersama dengan Putri Candrawathi," kata Kamaruddin di hadapan majelis hakim.

Mendengar pernyataan Kamaruddin, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa pun mencoba meyakinkan kembali pernyataan tersebut dengan bertanya, "Putri Candrawathi terlibat menembak?".

"Ya, karena ada menggunakan senjata yang diduga buatan Jerman," jawab Kamaruddin.

Sementara ditemui usai persidangan, Kamaruddin kembali menjelaskan bahwa ada tiga selongsong peluru yang ditembakkan di tubuh Brigadir J, yakni ada yang buatan Jerman, Austria dan Ukraina.

"Nah, jadi berdasarkan selongsong peluru dan jenis-jenis senjata inilah kita dapat informasi kalau pelakunya tiga," ucapnya.

Namun, ia mengaku melimpahkan kepada hakim untuk menguji kebenaran dari temuan informasi pihaknya bahwa ada tiga pelaku penembak Brigadir J, di mana Putri Candrawathi menjadi salah satunya.

"Ternyata informasi yang saya berikan ke penyidik maupun kepada majelis hakim dibenarkan oleh Eliezer (Bharada E)," tuturnya.

Kamaruddin menjelaskan bahwa informasi itu didapatkannya dari sumber rahasia yang tak mau ia ungkapkan di persidangan. 

"Hakim tadi meminta disebutkan sumber-sumbernya saya bilang sampai kiamat pun enggak akan saya berikan karena saya komitmen dengan janji saya," ujar Kamaruddin.

Agenda sidang pemeriksaan 12 saksi Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J dari pihak korban dan keluarga korban turut dihadiri langsung oleh Bharada E yang hadir di Ruang Sidang Utama Oemar Seno Adji, PN Jaka Selatan.

Keduabelas orang saksi itu, adalah Kamarudin Simanjuntak, Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Mahareza Rizky, Yuni Artika Hutabarat, Devianita Hutabarat, Novita Sari Nadeak, Rohani Simanjuntak, Sangga Parulian Sianturi, Roslin Emika Simanjuntak, Indrawanto Pasaribu, dan Vera Mareta Simanjuntak.

Sidang Kamaruddin tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Adapun sebanyak 12 saksi yang akan diperiksa secara bergilir tampak mengenakan pakaian seragam berwarna merah putih ketika memasuki ruang persidangan.

Dalam surat dakwaan Bharada E dinyatakan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J berdasarkan perintah dari pimpinannya Ferdy Sambo.

Keberadaan Putri Candrawathi dan Brigadir J di Hari Kejadian

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menggelar sidang lanjutan perkara obstruction of justice atau merintangi penyidikan dalam insiden pembunuhan Brigadir J pada Kamis, 27 Oktober 2022.

Dalam keterangannya di depan Majelis Hakim, Aditya Cahya, Anggota Dittipidsiber Bareskrim Polri, mengatakan dirinya menyita sebuah hardisk dari Kompol Baiquni Wibowo. 

"Ada flashdisk dan hardisk yang kami sita dari Pak Baiquni," ujar Aditya saat memberikan keterangan dalam persidangan kasus Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 

Dari hasil pemeriksaan, hardisk eksternal yang disita itu ternyata berisi potongan video CCTV dengan durasi dua jam (pukul 16.00-18.00 WIB) yang menggambarkan detik-detik kedatangan Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di rumah dinasnya.

Bahkan, terlihat juga sosok Brigadir Yosua yang masih berdiri di dalam halaman rumah sebelum insiden penembakan pada 8 Juli 2022 lalu.

"Oh tidak ada (gambaran Yosua dibunuh). Jadi di situ hanya memperlihatkan pada saat kedatangan Ibu PC, pada saat kedatangan Pak Ferdy Sambo. Bahkan di situ sempat memperlihatkan bahwa Yosua masih ada, masih terlihat di rekaman video itu pada saat Pak Ferdy Sambo sampai di lokasi. Itu garis besarnya," tutur Aditya.

"Yosua si korban itu masih hidup?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Masih," jawab Aditya.

Sebelumnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum, mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo emosi ketika bawahannya, Hendra Kurniawan dan Arif Rahman, menyampaikan keterangannya berbeda dengan rekaman CCTV Duren Tiga yang telah disalin. 

Lantas, Sambo bertanya siapa saja polisi yang telah melihat salinan rekaman CCTV tersebut. Arif menjawab bahwa ada empat orang polisi yang telah melihatnya.

"Yang sudah melihat rekaman CCTV tersebut adalah Arif, Chuck Putranto, Baiquni, dan Ridwan Soplangit. File tersebut tersimpan di flashdisk dan laptop milik Baiquni," ujar Jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 19 Oktober 2022.

Jaksa mengatakan wajah Ferdy Sambo terlihat tegang dan marah saat mengetahui hal tersebut, kemudian memerintahkan agar rekaman itu dihapus. Ferdy Sambo mengatakan, "Kamu musnahkan dan hapus semuanya".

Kemudian, Arif Rachman Arifin memerintahkan Baiquni Wibowo menghapus file rekaman CCTV yang mengarah ke rumah dinas Ferdy Sambo.

Baiquni sebelumnya berperan memindahkan rekaman CCTV yang ada di rumah Ferdy Sambo yang sebelumnya telah diambil AKP Irfan Widyanto ke dalam flashdisk dan dipindahkan ke laptop.

"Tanggal 14 Juli 2022 sekitar pukul 21.00 WIB, terdakwa Baiquni Wibowo SIK datang menemui saksi Arif Rachman Arifin SIK yang berada di dalam mobilnya dan menyampaikan bahwa file atau isi di laptop sudah bersih semuanya," ujar Jaksa.

Perintah penghapusan rekaman CCTV yang telah disalin Baiquni tersebut disampaikan melalui AKBP Arif Rahman Arifin sesuai perintah Ferdy Sambo. "Perintah Kadiv, saksinya Karo Paminal," ungkap Arif ke Baiquni. 

Kompol Baiquni mengaku hapus rekaman CCTV karena dipaksa


Terdakwa Kasus Obstruction of Justice, Baiquni Wibowo (Tim tvOne/Julio Trisaputra)

Sebelumnya, Kompol Baiquni Wibowo mengajukan eksepsi atau nota keberatan terkait perkara obstruction of justice atas tewasnya Brigadir J alias Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (26/10/2022).

Kuasa hukum Baiquni Wibowo, Junaedi Saibih mengatakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) lantaran kliennya hanya berada dalam situasi yang salah. 

Menurutnya, Baiquni Wibowo tidak ada niat untuk merintangi penyidikan karena sebenarnya takut akan perintah Ferdy Sambo.

"Saudara terdakwa Baiquni Wibowo hanya berada pada tempat dan waktu yang salah dan sangat tidak adil bagi beliau bila didakwa karena perbuatannya tidak memiliki kesamaan niat kerja sama fisik dengan Ferdy Sambo," kata Junaedi membaca eksepsi di PN Jaksel, Rabu (26/10/2022).

Junaedi melanjutkan terdakwa Baequni Wibowo hanya menuruti perintah atasannya, yang saat itu masih dipimpin Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

Dia mengatakan kondisi itu yang menjadi latar belakang aksi Baiquni Wibowo dalam dugaan merintangi penyidikan kasus tewasnya Brigadir J.

"Terkait perintah atasan yang dilakukan oleh Saudara Baiquni Wibowo secara tegas diatur dalam Pasal 11 Ayat 2 Perpol 7/2022 yang pada pokoknya menyatakan berkedudukan sebagai bawahan dilarang melawan atau menentang atasan dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan," jelasnya.

Oleh karena itu, Junaedi menururkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak tepat, sehingga diajukan eksepsi atau nota keberatan. Menurut dia, dakwaan jaksa yang menerapkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait 'turut serta melakukan tindak pidana' kepada Baiquni tidaklah cermat.

Dia memohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum berkeadilan bagi terdakwa.

"Karenakan tidak terpenuhinya kesamaan niat yang merupakan salah satu syarat terpenuhinya perbuatan turut serta sebagaimana dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," imbuhnya. (mii/Mzn/ant/muu)


Dapatkan informasi lainnya di YouTube tvOnenews.com:

(lpk/muu)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:33
07:01
06:26
01:11
02:39
02:22
Viral