- IST
Prof. Rokhmin Dahuri: Ekonomi Hijau dan Biru Bangun Dunia Sejahtera, Adil, dan Berkelanjutan
Jakarta - Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS mendapatkan gelar Profesor Kehormatan (Profesor Emiritus) dari Departemen of Internasional Development Cooperation Shinhan University, Korea Selatan, Selasa (8/11/2022).
Dihadiri Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan, Profesor dan Dewan Senat Universitas Shinhan, Wakil Rektor dan Dekan Fakultas, Universitas Shinhan, Bupati Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia, Perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Korea, Sivitas Akademika Universitas Shinhan;
“Pada awalnya saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Kang Sung-jong, Presiden Universitas Shinhan dan Universitas Shinhan. Sungguh suatu kehormatan dan kehormatan besar bagi saya untuk menerima Profesor Kehormatan,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University di Shinhan University Seoul, mengangkat tema “Green and Blue Economy to Build a Prosperous, Just, and Sustainable World”.
Oleh karena itu, Prof. Rokhmin Dahuri berjanji akan melakukan yang terbaik untuk berkontribusi dalam upaya kolaboratif, terpadu, dan berkelanjutan dengan semua pemangku kepentingan untuk menjadikan Universitas Shinhan sebagai salah satu Universitas Kelas Dunia terbaik dalam waktu dekat.
“Kontribusi saya akan berupa pengajaran, penelitian, inovasi, dan kerjasama internasional di bidang Pembangunan Berkelanjutan termasuk Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, Teknologi Industri 4.0, dan Sciences of Our Changing Planet Earth,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin memaparkan, sejak Revolusi Industri pertama tahun 1753, Kapitalisme (Paradigma Pembangunan Konvensional) telah membuat perekonomian dunia tumbuh sangat pesat sebesar 3 - 4 persen per tahun, dari PDB global sekitar US$ 0,45 triliun menjadi US$ 100 triliun pada 2019. Sebelum 1750-an sebagian besar negara di dunia miskin.
Sejak itu jumlah dan persentase orang miskin dunia telah menurun. Apalagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipicu oleh orientasi mencari keuntungan dari Kapitalisme sangat fenomenal yang membuat hidup manusia lebih sehat, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih nyaman.
“Namun, Kapitalisme hingga saat ini belum mampu mengangkat warga dunia dari kemiskinan. Kesenjangan antara penduduk kaya vs penduduk miskin (ketidaksetaraan ekonomi) baik di dalam maupun antar negara semakin melebar,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.
Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019, sekitar 1,3 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses listrik, 900 juta tidak memiliki akses air bersih, 2,6 miliar tidak memiliki akses sanitasi yang sehat, dan sekitar 800 juta penduduk pedesaan tidak memiliki akses ke jalan segala cuaca dan terputus dari dunia di musim hujan (IEA, 2016).
Dan, lanjutnya. sekitar 1 miliar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan ekstrem dengan pengeluaran kurang dari US$ 1,25 per hari, dan sekitar 3 miliar orang (40 persen populasi dunia) tetap miskin dengan pengeluaran harian kurang dari US$ 1 miliar. $2 (Bank Dunia, 2020).
“Ironisnya, dengan PDB dunia sebesar US$ 100 triliun dan jumlah penduduk dunia sekitar 7,4 miliar jiwa, jika merata maka rata-rata PDB per kapita dunia menjadi US$ 12.500. Ini berarti bahwa semua warga negara di dunia akan sejahtera,” sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.
Dengan kata lain, lanjutnya, dalam 250 tahun terakhir, ekonomi dunia tumbuh sangat tidak merata. Misalnya, pada tahun 2010, orang terkaya di dunia dari 388 orang memiliki lebih banyak kekayaan daripada seluruh separuh bawah populasi dunia (3,3 miliar orang). Pada tahun 2017, kelompok terkaya yang memiliki kekayaan melebihi setengah populasi dunia terbawah telah menyusut menjadi hanya 8 orang. Ketimpangan kekayaan yang sedemikian tinggi telah terjadi tidak hanya antar negara, tetapi juga di dalam negara.
Pertumbuhan ekonomi selama 250 tahun terakhir juga telah menyebabkan degradasi lingkungan besar-besaran yang didorong oleh keserakahan manusia, kegagalan pasar, dan kebijakan yang buruk. Hampir semua negara di dunia mengalami skala penipisan sumber daya alam, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan di bumi.
“Kami menebang pohon lebih cepat daripada yang bisa mereka lakukan untuk regenerasi, menggembalakan padang rumput yang berlebihan dan mengubahnya menjadi gurun, pemompaan akuifer, dan mengeringkan sungai. Praktek pertanian kami telah menghasilkan tingkat erosi tanah yang melebihi pembentukan tanah baru, perlahan-lahan menghilangkan kesuburan yang melekat pada tanah. Kami mengambil ikan dari lautan lebih cepat daripada yang bisa mereka lakukan. Kami membuang berbagai limbah yang lebih besar dari kapasitas asimilasi ekosistem alam untuk menetralisirnya yang menghasilkan polusi,” ungkap Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.
Diakhir sambutannya, Prof. Rokhmin Dahuri mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Kim BoHyuk dan Prof. Kim Sooil yang telah memfasilitasi penganugerahan Emeritus Professorship dari Shinhan University untuknya.
“Penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya tujukan kepada istri saya, Dr. Pigoselpi Anas yang telah sangat sabar, tulus, dan penuh kesetiaan dalam mendukung hidup dan karir saya secara terus menerus. Saya juga berterima kasih banyak atas perhatian dan kesabaran Anda dalam mendengarkan pidato saya dan mengikuti upacara secara penuh. Semoga damai sejahtera Tuhan Yang Maha Esa, rahmat. Dan semoga berkah untuk kita semua,” tutupnya. (ebs)