- Istimewa/Parlemen
Cuti Panjang Pekerja Dihapus, Anggota Komisi IX DPR Sebut Perppu Cipta Kerja Berpihak Pengusaha
Jakarta, tvOnenews.com - Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menghapus kewajiban perusahaan memberikan cuti panjang kepada pekerja. Sehingga pekerja tak mendapat cuti panjang.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi IX DPR Lucy Kurniasari tak setuju adanya Perppu Cipta Kerja.
Dia mengatakan Perppu tersebut terlalu berpihak kepada pengusaha atau investor. Terlebih Perppu itu menghapus cuti panjang.
"Padahal, cuti panjang itu sudah seharusnya diberikan kepada pekerja," kata Politikus Partai Demokrat saat dihubungi, Senin (2/1/2023).
Dia menilai pemerintah seharusnya mengurangi jam kerja bagi pekerja. Sebab lamanya waktu bekerja tidak kemudian meningkatkan produktivitas.
"Karena itu, lima hari kerja dalam seminggu kiranya sudah cukup. Kebijakan ini menjadi jalan tengah dari yang lazim berlaku di negara maju," jelasnya.
Lebih lanjut, Lucy menilai pemerintah tak menerbitkan Perppu untuk kepastian hukum bagi pekerja, yakni hanya untuk investor.
"Ini artinya, motif diterbitkan Perppu memang bukan untuk kepentingan pekerja, tapi lebih kepada investor," ungkapnya.
Diketahui, pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terdapat perubahan yang diatur dalam pasal 81 poin 25 Perppu Cipta Kerja. Terdapat perubahan dalam aturan cuti dan istirahat pekerja.
Pada ayat 2 menghapus ketentuan libur 2 hari dalam seminggu. Sementara, libur hanya diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Kemudian, perusahaan hanya wajib memberikan cuti minimal 12 hari setelah pekerja bekerja satu tahun. Sedangkan, pengusaha tidak lagi wajib memberikan cuti panjang.
Anggota DPD RI Teriak Makzulkan Jokowi
Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha asal Sulawesi Tengah menolak Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dia menyebut Jokowi bisa dimakzulkan imbas Perppu itu.
Abdul menyebut Perppu Cipta Kerja menjadi tanda otoriterianisme semakin nyata.
Bahkan, menunjukkan kekuasaan Jokowi di periode kedua tak efektif hingga membahayakan Undang-Undang.
"Perppu tersebut laksana gong yang menandai masuknya kita ke situasi krisis legislasi sekaligus krisis demokrasi," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).
Atas hal ini, Abdul mendesak DPR secepatnya mengakhiri masa reses dan meninjau desakan pemakzulan Jokowi. Di sisi lain, dia tak percaya DPR akan melakukan hal tersebut.
"Tapi mana mungkin DPR melakukan itu. Cuma DPD yang relatif lebih bersih dari peluang politik transaksional, karena DPD lebih merepresentasikan rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya," tuturnya.
Namun, Abdul mengatakan DPD tidak memiliki kewenangan untuk membahas itu. Bahkan dia merasa DPD sengaja dimandulkan.
"Andai DPD punya kewenangan lebih, percayalah, saya--Abdul Rachman Thaha--yang akan mengambil inisiatif pemakzulan itu," tegasnya.
Abdul juga mendesak pimpinan DPD mendatangi Istana Kepresidenan untuk mengingatkan Jokowi ihwal dampak buruk dari penerbitan Perppu Cipta Kerja.
"Presiden harus melaksanakan putusan MK dengan langkah-langkah substantif dan bertanggung jawab," tandasnya. (saa/muu)