Gedung OJK..
Sumber :
  • Viva

Kewenangan Penyidikan OJK Dikritik dan Dinilai Bertentangan dengan UU Polri-KUHAP

Jumat, 6 Januari 2023 - 20:27 WIB

Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi menilai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK yang memberi wewenang kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jadi lembaga tunggal yang dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri

Pun juga dianggap bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Rully merasa kewenangan penyidikan yang diberikan kepada OJK harusnya bersifat terbatas. Sebab, negara sudah memposisikan Polri sebagai lembaga yang punya kewenangan terkait dengan Pemeliharaan Ketertiban dan Keamanan Masyarakat (Harkamtibmas) dan Penegakan Hukum di bidang fungsi penyidikan.

"Ketentuan Pasal 49 RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan telah bertentangan dengan Konstitusi Pasal 30 Ayat 4, UU Polri Pasal 14 dan Ketentuan Pasal 6 Hukum Acara Pidana KUHAP yang tidak mengenal keberadaan Penyidik Pegawai Tertentu," ujarnya kepada wartawan, Jumat 6 Januari 2023. 

Dirinya mengatakan bahwa independensi kelembagaan OJK pun tak bisa ditafsirkan berdiri sendiri. Sebagaimana dalam Pasal 6 KUHP, diperlukan adanya checks and balances serta koordinasi dan supervisi berkaitan dengan tindak pidana khusus. 

"Hal demikian sejatinya telah dirumuskan secara konsisten oleh pembentuk undang-undang sejak melahirkan UU OJK 2011 terkait dengan penempatan keberadaan penyidik OJK yang melibatkan penyidik Polri," ujarnya.  

Sementara itu, Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Nindyo Pramono di tahun 2019, saat sidang pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) terhadap UUD 1945, menyatakan bahwa aturan kewenangan penyidikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai tidak memberikan kepastian hukum.

Bagi Nindyo, fungsi kewenangan OJK seharusnya berada dalam ranah hukum administrasi negara pada proses pemeriksaan dan penyelidikan. 

Sementara itu, dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Ratno Lukito menyebut model OJK seperti di Indonesia tidak lazim. Hal ini karena OJK menyatukan kewenangan pengawasan administratif dengan kewenangan penyidikan yang bersifat pro justicia. Mwlihat pada negara-negara lain, pengawas keuangan tidak mencampur dua kewenangan ini. Kewenangan penyidikan diserahkan pada penegak hukum reguler atau lembaga khusus yang memiliki kewenangan penyidikan.

Lukito juga menyatakan bahwa model OJK di Indonesia berpotensi menimbulkan tumpang-tindih (overlapping) OJK dengan lembaga penegak hukum seperti Polri. Seharusnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.

Apabila melihat wewenang Penyidik OJK yang termuat dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK, terdapat beberapa ketentuan norma yang melanggar asas due process of law dan dapat menimbulkan kesewenangan-wenangan dari penyidik OJK. 

Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU OJK, terutama frasa “penyidikan”, yang memberikan wewenang penyidikan bertentangan dengan asas due process of law dalam sistem penegakan hukum pidana (criminal justice system), serta tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi seseorang yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan.(viva/chm)
 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral