- ANTARA
Tersangka Penistaan Agama Yahya Waloni Cabut Permohonan Praperadilan
Jakarta - Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Anry Widyo Laksono membacakan surat permohonan pencabutan praperadilan yang dibuat oleh Muhammad Yahya Waloni pada sidang pertama praperadilan, di Jakarta, Senin.
Hakim pada persidangan meminta klarifikasi dari tim pengacara yang mengatasnamakan diri sebagai kuasa hukum Yahya Waloni terkait surat pencabutan permohonan itu.
“Di sini ada surat yang ditandatangani beliau. Intinya ingin mencabut permohonan praperadilan. Kami selaku hakim hanya memeriksa praperadilan, dan tidak terlibat pada hubungan prinsipal (pemohon, red.) dan kuasa hukum,” kata Hakim Anry.
Yahya Waloni pada surat tertanggal 13 September 2021 memohon kepada Ketua PN Jakarta Selatan agar mencabut permohonan praperadilan No. 85/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL.
Yahya Waloni, tersangka kasus penistaan agama, menjelaskan ia tidak mengetahui permohonan praperadilan itu. Yahya, lewat suratnya, menyampaikan surat kuasa kepada kuasa hukumnya Abdullah Al Katiri telah dicabut.
”Permohonan praperadilan didaftarkan oleh mantan kuasa hukum saya pada 7 September, saya sudah mencabut kuasa sejak 6 September 2021. Surat pencabutan kuasa terlampir,” kata Hakim Anry membacakan surat Yahya Waloni.
“Adapun permohonan praperadilan saya tidak pernah diberitahu. Saya baru tahu (permohonan praperadilan) 8 September dari keluarga. Saya sangat keberatan atas permohonan praperadilan yang diajukan mantan kuasa hukum atas nama saya,” kata Yahya.
Terkait itu, hakim memberi waktu bagi penasihat hukum untuk menghubungi Yahya dan memastikan kebenaran surat pencabutan itu.
“Karena kami menganggap perlu legal standing (kedudukan hukum, red.) dipenuhi, kami minta pengacara ini langsung (menghubungi via) zoom dengan yang bersangkutan,” sebut Anry.
Koordinator Tim Pengacara yang mewakili total 30 penasihat hukum dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia, Abdullah Al Katiri keberatan dengan isi surat dan arahan dari hakim.
Abdullah menyampaikan Yahya Waloni mencabut surat kuasa pendampingan, bukan surat kuasa praperadilan.
Terkait klarifikasi, Abdullah menyampaikan tim penasihat hukum mengalami kesulitan menghubungi Yahya sejak ia ditahan di Bareskrim Polri.
“Sejak beliau ditangkap, kami tidak pernah difasilitasi untuk dipertemukan. Kami tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan beliau. Kami khawatir dugaan adanya tekanan-tekanan. Kami meminta beliau dihadirkan secara offline (langsung, red.),” kata Abdullah.
Hakim menerima penjelasan Abdullah soal pencabutan surat kuasa pendampingan. Ia kemudian menjatuhkan skors untuk sidang praperadilan selama satu jam untuk istirahat dan menghubungi Bareskrim Polri. (ant/ito)