- Asociated Pres
Menlu AS janji galang dana untuk Gaza, tidak untuk Hamas
Jerusalem, 25/5 - Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Selasa berjanji untuk "menggalang dukungan internasional" untuk membantu Gaza menyusul perang yang menghancurkan di sana. AS juga akan menjamin bantuan tersebut tidak akan jatuh ke tangan para penguasa militan Hamas.
“Kami tahu bahwa untuk mencegah kembali ke kekerasan, kami harus menggunakan ruang yang diciptakan untuk mengatasi serangkaian masalah dan tantangan mendasar yang lebih besar. Dan itu dimulai dengan menangani situasi kemanusiaan yang parah di Gaza dan mulai membangun kembali,” katanya.
Perang 11 hari antara Israel dan Hamas menewaskan lebih dari 250 orang, sebagian besar warga Palestina, serta menyebabkan kerusakan luas.
Gencatan senjata yang mulai berlaku Jumat sejauh ini telah berlangsung, tetapi tidak membahas salah satu masalah mendasar dalam konflik Israel-Palestina yakni bantuan kemanusiaan.
“Amerika Serikat akan bekerja untuk menggalang dukungan internasional terkait upaya itu sambil juga memberikan kontribusi penting kami sendiri.” Dia menambahkan bahwa AS akan bekerja dengan mitranya "untuk memastikan bahwa Hamas tidak mendapat manfaat dari bantuan rekonstruksi."
Blinken juga menegaskan tidak akan bertemu dengan Hamas, yang tidak mengakui hak Israel. Selain itu AS berposisi sama dengan Israel yang menganggap Hamas sebagai organisasi teroris.
Blinken membahas konflik yang lebih besar, dengan mengatakan "kami percaya bahwa orang Palestina dan Israel sama-sama berhak untuk hidup dengan aman dan terjamin, untuk menikmati ukuran kebebasan, kesempatan dan demokrasi yang sama, untuk diperlakukan dengan bermartabat."
Blinken mengakui, para diplomat utama AS menghadapi kendala yang sama, yang telah menghambat proses perdamaian yang lebih luas selama lebih dari satu dekade, yakni dikarenakan kepemimpinan Israel, perpecahan di Palestina, dan ketegangan yang mengakar di sekitar Yerusalem dan situs-situs sucinya.
Pemerintahan Biden pada awalnya berharap untuk tidak terseret ke dalam konflik yang berkepanjangan dan fokus pada prioritas kebijakan luar negeri lainnya sebelum kekerasan pecah.(ito/AP)