Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Memberikan Pernyataan Pers di Halaman Kantornya di Jalan Downing Nomor 10, London, Inggris, Kamis (7/7/2022).
Sumber :
  • reuters

Profil Boris Johnson, dari Jurnalis Hingga Perdana Menteri Inggris

Kamis, 7 Juli 2022 - 22:11 WIB

Jakarta - Boris Johnson tengah menjadi sorotan usai dirinya resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai Perdana Menteri (PM) Inggris.

Boris memutuskan mundur dari jabatannya itu setelah puluhan menteri dan pejabat tinggi Inggris mengundurkan diri secara massal.

Lantas bagaimana profil dan perjalanan dari Boris Johnson?

Pria kelahiran 19 Juni 1964 itu memiliki nama lahir Alexander Boris de Pfeffel Johnson, atau yang kini dikenal sebagai Boris Johnson.

Dia pernah menempuh pendidikan di Eton College, sekolah swasta elit Inggris yang banyak melahirkan perdana menteri Inggris termasuk David Cameron, yang membuka jalan referendum Brexit pada tahun 2016. 

Johnson juga belajar di Universitas Oxford jurusan Literae, dan terpilih sebagai presiden Oxford Union pada 1986.

Pria berusia 58 tahun ini ternyata memiliki latar belakang keluarga politikus, dia adalah putra tertua dari Stanley Johnson, seorang politisi Inggris yang merupakan anggota Konservatif Parlemen Eropa dari tahun 1979 hingga 1984.

Tidak hanya itu, kakek buyutnya ternyata adalah Ali Kemal keturunan Turki yang dikenal sebagai jurnalis dan politisi Ottoman dan pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di salah satu pemerintahan Ottoman terakhir.

Di awal karirnya, Johnson memulainya dengan menjadi seorang  jurnalis. Kala itu ia hanyalah anak magang di The Times pada akhir 1987 sebelum akhirnya dia dipecat lantaran memalsukan kutipan. 

Namun, tak butuh waktu lama, dia kembali menemukan pekerjaan baru di The Daily Telegraph dan mendapatkan julukan Eurosceptic. Dia bekerja sebagai koresponden surat kabar Brussels dari tahun 1989 hingga 1994.

Selama bertahun-tahun menjadi seorang jurnalis, dia telah menulis banyak kolom di surat kabar yang terkenal kontroversial. 

Hingga pada tahun 2002, Johnson dituduh rasisme karena menggunakan cercaan rasial “Piccaninnies’ yang merujuk pada orang kulit hitam.

Hingga kemudian, pada awal tahun 2000-an, Johnson beralih profesi dari jurnalis menjadi politisi. 

Dia memenangkan kursi sebagai Anggota Parlemen Konservatif di Henley, Oxfordshire dari tahun 2001 hingga 2008.

Dia juga diangkat sebagai Menteri Seni Bayangan namun dipecat pada tahun 2004 karena ketahuan berbohong atas perselingkuhannya dengan seorang kolumnis Inggris.

Mei 2008 dia dilantik menjadi walikota London hingga tahun 2016. Dalam delapan tahun masa kepemimpinannya di ibukota Inggris, dia mengalami masa kejayaan seperti Olimpiade London 2012 dan masa tersuram seperti kerusuhan 2011.

Menjelang referendum Brexit 2016, Johnson adalah pendukung profil tertinggi dari Leave Campaign. Berkeliling negara dengan minivan merah berslogan: "Kami mengirim UE 350 Juta GBP (439 Juta USD) dalam seminggu. Mari kita mendanai NHS (Layanan Kesehatan Nasional) sebagai gantinya".  

Pada 23 Juni 2016, melalui pemungutan suara, negara Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa sebesar 52% berbanding 48%. Lalu bulan berikutnya dia diangkat menjadi Sekretaris Luar Negri. Dalam dua tahun dia mengundurkan diri dengan menuduh Theresa May mengubah Inggris menjadi 'Koloni Uni Eropa'.

Pada Juli 2019 dia berhasil menggulingkan Theresa May dan menjadi pemimpin Partai Konservatif yang baru. Pencapaian terbesarnya dalam masa jabatan pertamanya adalah menyelesaikan kesepakatan Brexit dengan UE, menyelesaikan proses meninggalkan blok setelah bertahun-tahun negosiasi.

Sementara pada Agustus 2019, tepat setelah dia berhenti dari jabatan Sekretaris Luar Negeri, lagi-lagi dia dikritik karena kontroversinya. Kali ini karena menulis kolom berita mengandung sarat Islamofobia, membandingkan wanita Muslim yang mengenakan jilbab dengan 'kotak surat' dan 'perampok bank'.

Johnson juga dipuji atas peluncuran vaksin Covid-19 di Inggris setelah mendapatkan kritikan karena Inggris menjadi salah satu negara dengan angka kematian tertinggi di Eropa. 

Namun kritik terbesar datang pada musim semi 2022, dia mengadakan sebuah pesta di Downing Street No 10 meskipun sedang dalam kondisi lockdown. 

Saat itu seluruh negara sedang berada di bawah aturan pandemi yang ketat. Johnson dan beberapa anggota partai seperti Tory, didenda oleh Polisi Metropolitan.

Hingga kini dia mengundurkan diri dari masa jabatannya yang penuh gejolak lantaran serangkaian skandal dan pemberontakan internal yang memicu krisis politik. 

Menghadapi ketidakpercayaan publik dan ketidakpuasan yang meningkat baik di partai dan pemerintahannya sendiri, dia akhirnya mengatakan akan mundur setelah sejumlah besar anggota parlemennya menggulingkan Johnson. (gan/put)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral