- Dok. Kemlu
Hadiri Sidang Dewan HAM PBB ke-52, Menlu Retno Marsudi Menyarankan Tiga Hal Penguatan HAM
Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marudi menghadiri Sidang Dewan HAM PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, pada Senin (27/2/2023), yang bertepatan dengan peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Dalam Sidang Dewan HAM PBB tersebut, Retno menilai bahwa deklarasi tersebut memang menginspirasi transformasi menuju dunia yang lebih adil, setara, dan inklusif. Kendati demikian, perlu adanya kerja sama yang erat dalam mewujudkan hal itu.
“Pertanyaannya sekarang adalah apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan berdiam diri dan acuh? Atau kita akan bekerja keras secara bersama-sama dan melakukan hal yang lebih baik lagi?” kata Retno, melansir dari keterangan resmi, pada Selasa (28/2/2023).
Maka dari itu, dalam pertemuan tersebut, perempuan yang menjabat sebagai Menlu sejak 2014 ini menyarankan tiga hal yang perlu menjadi fokus kerja sama penguatan HAM.
Pertama, melakukan aski nyata untuk kemanusiaan seperti perang dan konflik yang harus dihentikan. Sebab dinilai hanya menyengsarakan umat manusia, seperti yang terjadi pada negara Palestina, Afghanistan, Myanmar, dan Ukraina.
“Kita tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan saudara kita di Palestina. Insiden di Huwara menunjukkan situasi HAM dan kemanusiaan di Palestina kian memburuk,” ujarnya.
Menlu Retno juga sampaikan hak perempuan dan anak perempuan juga tidak boleh diabaikan, termasuk di Afghanistan. Terkait Myanmar, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia akan terus upayakan komunikasi dengan semua pihak terkait, untuk dorong dialog nasional yang inklusif.
Kedua, meningkatkan upaya pencegahan pelanggaran HAM dengan penguatan aspek pencegahan, akan berkontribusi terhadap perlindungan yang lebih kuat untuk HAM.
Karena itu, negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan afirmatif, akses setara terhadap kesempatan dan sumber daya, dan mekanisme untuk mencari keadilan oleh korban.
Indonesia berkomitmen untuk merehabilitasi korban, tanpa mengesampingkan penyelesaian hukum.
“Tahun ini Presiden Joko Widodo telah mengakui dan menyesali 12 insiden pelanggaran HAM masa lalu,” jelas Menlu.
Menlu juga tekankan bahwa keberanian untuk mengakui adalah hal yang krusial untuk penghormatan HAM yang lebih baik. Dan Indonesia memiliki keberanian tersebut.
Ketiga, memperkuat arsitektur HAM dengan cara beradaptasi terhadap tantangan HAM terkini dan terus berbenah diri.
“Imparsialitas, transparansi, dan dialog harus menjadi “ruh” utama Dewan HAM. Kita harus terus menjaga Dewan HAM dari politisasi dan digunakannya Dewan HAM sebagai alat rivalitas geopolitik,” pungkasnya.
Saling tuding dan pemberlakuan standar ganda tidak akan menghasilkan solusi. Untuk itu, kesatuan Dewan HAM harus dikedepankan. (agr/ree)