- Muhammad Bagas/tvOne
Bak Partner in Crime, Linda Ngaku Pergi ke Pabrik Sabu di Taiwan Bareng Teddy Minahasa
Jakarta, tvOnenews.com – Bak partner in crime, Linda ngaku pergi ke pabrik sabu di Taiwan bareng Teddy Minahasa.
Linda Pujiastuti alias Anita alias Anita Cepu mengaku pergi ke pabrik sabu di Taiwan bareng eks Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Pol Teddy Minahasa Putra saat diperiksa sebagai terdakwa perkara narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Rabu (15/3/2023).
Di persidangan Linda mengungkapkan dirinya bersama Teddy Minahasa bertemu sebanyak tiga kali dengan bandar yang berada di Taiwan.
"Ke pabrik sabu," kata Linda.
Bak partner in crime, Linda ngaku pergi ke pabrik sabu di Taiwan bareng Teddy Minahasa, Rabu (15/3/2023). Dok: Muhammad Bagas/tvOne
Linda juga menjelaskan kekesalan yang dimaksud Teddy Minahasa di BAP karena gagal menjalankan pekerjaan di Laut China Selatan.
Linda mengatakan sudah meminta maaf kepada Teddy Minahasa akibat peristiwa tersebut.
"Betul (pabrik sabu). Jadi katanya begini, 'Kamu kenal enggak sama bandar di sana?'. 'Ada Pak Teddy'. Pak Teddy bilang, 'Begini saja. Kita ke sana. Kalau mereka mau kirim, kita kawal'. 'Maksudnya gimana Pak?', 'Ya bilang saya buy 1 get 1'. Dia bilang begitu," jelasnya.
Mendengar hal tersebut, Linda berupaya menghubungi seorang bandar di Taiwan untuk meninjau peredaran sabu-sabu tersebut.
Bak partner in crime, Linda ngaku pergi ke pabrik sabu di Taiwan bareng Teddy Minahasa, Rabu (15/3/2023). Dok: Muhammad Bagas/tvOne
Linda mencontohkan berkomunikasi dengan Mr. X untuk mengirim sabu-sabu ke Indonesia.
"Contoh. Misalnya Mr. X mau kirim ke Indonesia 1 ton. Jadi 1 ton lewat, 1 ton kita tangkap. Namun, Pak Teddy enggak mau. Jadi kalau 1 ton kirim ke sini, Pak Teddy minta fee Rp100 miliar. Jadi saya ke sana bertemu dengan Mr. X. Waktu itu saya bertemu 3 kali di Taiwan dengan Pak Teddy," ungkapnya.
Linda kembali menerangkan soal skema peristiwa di Laut China Selatan.
Menurut Linda, harga yang diminta Teddy Minahasa untuk 1 ton sabu-sabu sekitar Rp100 miliar. Inilah yang membuatnya gagal.
"Kalau 1 ton, Pak Teddy mintanya Rp100 miliar. Karena waktu itu terlalu mahal, akhirnya tidak jadi," jelasnya. (lpk/nsi)