- istimewa
Lelaki Seks Lelaki Picu Peningkatan Penyakit Sifilis di Yogyakarta, Efek Domino LGBT...
Jakarta, tvonenews.com - Terbaru, data menyebutkan bahwa kebanyakan penderita penyakit sifilis merupakan pasangan seks sesama jenis. Dalam data kementerian kesehatan, penderita penyakit sifilis ini tergolong dalam kategori Lelaki Seks Lelaki atau LSL.
Salah satu contoh dimana kebanyakan penderita penyakit sifilis dari golongan Lelaki Seks Lelaki ini, hal ini bahkan terang benderang dari data Dinas Kesehatan DIY.
Disebutkan bahwa tiga tahun terakhir di Yogyakarta, rata-rata kasus sifilis paling banyak diderita laki-laki yang melakukan hubungan seks sesama jenis.
"Dilihat dari faktor resikonya, dari tahun 2020 sampai 2021 terjadi peningkatan pada kelompok LSL atau lelaki seks lelaki," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY, Setyarini Hestu Lestari, akhir pekan lalu.
Ia menambahkan, pada 2020, penderita sifilis di DIY, 15 persennya adalah dari kelompok LSL. Di tahun 2021 meningkat menjadi 34 persen, dan di tahun 2022 ada peningkatan lagi menjadi 44 persen.
(Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY, Setyarini Hestu Lestari. Sumber: ANTARA)
Bahkan, kasus tiga bulan pertama di tahun 2023 ini, 60 persennya adalah kelompok LSL.
"Kalau dilihat dari grafiknya dari tahun ke tahun dimana pada populasi LSL mengalami kenaikan kasus, maka ada kemungkinan peningkatan kasus sifilis di DIY salah satunya karena perilaku seks beresiko," tuturnya.
Selain Kelompok laki-laki, kata dia, ada tiga kelompok lainnya yang juga memiliki resiko tinggi terhadap penularan sifilis yakni wanita pekerja seks (WPS), pelanggan pekerja seks dan wanita pria (waria).
"Meski tidak sebesar LSL, tetapi kelompok tersebut juga memiliki resiko terjangkit sifilis," kata dia.
Data Kementerian Kesehatan
Kementerian Keseharan RI mendata, 20.783 orang terinfeksi penyakit sifilis di Indonesia selama 2022.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta menguraikan, dari jumlah tersebut, 46% terkonfirmasi menderita sifilis adalah perempuan. Sisanya atau 54% orang yang terinfeksi adalah laki-laki.
(Ilustrasi. Penyakit Sifilis. Sumber: ANTARA)
Berdasarkan data itu, kelompok usia yang terjangkit yakni tiga persen anak berusia di bawah empat tahun terkena sifilis. Diikuti dengan usia 5-14 tahun 0,24%, 15-19 tahun 6%, 20-24 tahun 23%.
Sementara itu, usia di bawah 50 tahun ada 5%. Kasus paling tinggi ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun mencapai 63%.
Imran melanjutkan terkait dengan kelompok populasinya, penderita sifilis paling banyak ditemukan pada laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki (LSL) sebesar 28%. Diikuti ibu hamil 27%, pasangan berisiko tinggi (risti) 9%.
Lalu, Wanita Pekerja Seks (WPS) 9%, Pelanggan Pekerja Seks (PPS) 4%, Injection Drug Users (IDUs) 0,15%, waria 3%, dan lain-lain 20%.
Dia menjelaskan beberapa penyebab dari banyak kasus sifilis tersebut berhubungan erat dengan perilaku masyarakat yang gemar berhubungan seks secara berisiko tanpa menggunakan kondom.
Selain itu, terdapat kelompok tertentu yang sering berganti pasangan ketika seks. Hingga, pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis.
LGBT dan Penyakit Seksual Menular
LGBT atau singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender, menjadi fenomena masyarakat yang terus merebak dan menjadi perdebatan serta memicu polemik. Jenis-jenis orientasi seksual dalam LGBT contohnya adalah homoseksual, biseksual, panseksual, aseksual dan lain-lain.
Sejak beberapa tahun lalu, kerap digelar forum kajian akademis guna mendalami dampak negatif fenomena LGBT ini.
Melalui sebuah seminar beberapa tahun lalu, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Dewi Inong Irana mengatakan pemerintah perlu mensosialisasikan mengenai bahaya perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Sebab, banyak dari pelaku LGBT, khususnya perilaku lelaki seks dengan lelaki (LSL), beranggapan bahwa hal tersebut tidak berbahaya.
"Prilaku (LGBT) bukan hanya HIV / AIDS akibatnya. Infeksi menular, sarkoma kaposi, sifilis, gonore, kondiloma, IGNS, akuminata, ulkus mole, hepatitis B dan C, dan lainnya," kata Inong pada diskusi 'LGBT dari aspek Prilaku dan Propaganda'.
Ia mengatakan, perlu dibentuknya layanan masyarakat oleh pemerintah untuk menginformasikan berbagai bahaya dari perilaku tersebut. Tiap tahun penderita penyakit yang diakibatkan oleh perilaku LGBT semakin meningkat.
Perilaku tersebut, kata Inong, tidak sesuai dengan Pancasila, khususnya sila pertama dan sila kedua. Pancasila memang menjamin hak asasi, namun, perilaku tersebut tidak sesuai dengan Pancasila karena ada akibatnya.
"Kita tidak membenci orangnya, tapi perilaku seksualnya, sebab terbukti akibatnya, tidak sesuai dengan Pancasila terutama sila satu dan dua. Jadi ini perlu diumumkan oleh pemerintah Indonesia," tambahnya.
Sifilis Hampir Punah, Tapi...
Perkembangan zaman tentu diiringi dengan perkembangan obat dan teknologi kesehatan. Banyak penyakit yang dulu sangat fatal, kini sudah dapat disembuhkan dengan mudah.
Bahkan ada juga penyakit yang hampir punah. Syphilis adalah salah satunya. Berdasarkan sebuah studi, penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini dikatakan sudah hampir punah di Amerika Serikat pada awal tahun 2000an.
Namun penelitian terbaru dari Centers for Disesase and Prevention (CDC) Amerika punya data lain.
Gail Bolan, direktur divisi Sexual Transmitted Disease (Penyakit Menular Seksual) dari CDC mengatakan bahwa rataan kasus syphilis meningkat dua kali lipat sejak tahun 2000.
Bolan menambahkan bahwa sebagian besar pengidap berasal dari kalangan gay dan biseksual. Ditambahkannya bahwa upaya pencegahan penyakit tersebut yang dilakukan kepada pasangan laki-laki dan perempuan tidak bisa diterapkan pada kalangan gay dan biseksual.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum ini menular melalui hubungan seksual yang tidak aman, seperti hubungan seks sesama jenis atau sering berganti-ganti pasangan.
Penyakit ini sebenarnya tidak fatal dan dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun keengganan pasien melakukan tes darah dan mendapat pengobatan karena malu membuat penyakit ini dapat menyebar ke seluruh tubuh.
Dimulai dengan gatal-gatal dan perih, lalu muncul benjolan di penis, jika tak segera ditangani maka benjolan tersebut akan menyebar ke seluruh tubuh. Mulai dari tangan, punggung, leher, hingga bengkak-bengkak di bagian kepala pada tahap akhir.
Bolan mengatakan bahwa meningkatnya kasus sifilis harus ditanggapi dengan serius. (ito)