- Julio Trisaputra/tvOnenews.com
Beda Pendapat dengan Putusan MK, Hakim Arief Hidayat Minta Pemilu 2029 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka Terbatas
Jakarta, tvOnenews.com - Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman telah resmi menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup.
Dengan begitu, Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (caleg).
Namun, terjadi perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari salah satu hakim MK yakni Arief Hidayat.
Dia mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas diterapkan pada Pemilu 2029 mendatang.
Hal tersebut diungkap Hakim Arief Hidayat dalam sidang pleno pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022 soal uji materi sistem pemilu.
"Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah dimulai tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029," kata Hakim Arief di ruang sidang, Kamis, (15/6/2023).
"Menimbang dari keseluruhan uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian," sambungnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan uji materi sistem pemilu yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022.
Dengan demikian, Pemilu Serentak 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Mengadili, memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/6/2023).
Putusan ini diambil oleh 9 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim Arief Hidayat.
Sidang pleno pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.
Hanya ada satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
Para pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.
Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian.
Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.(rpi/muu)