- Istimewa
Merinding, Kisah Pembantaian Segerombolan Preman oleh Kopassus yang Dipimpin Serda Ucok di Lapas Cebongan Sleman
tvOnenews.com - Kisah anggota Kopassus yang dipimpin Serda Ucok menyerang lapas Cebongan Sleman Yogyakarta dan membantai sejumlah preman hingga tewas menjadi sorotan dunia.
Kisah kelam penyerangan kelompok Kopassus yang dikepalai Serda Ucok itu bermula pada tanggal 19 Maret 2013 sekitar pukul 02.30 WIB. Saat itu sekelompok preman tiba di kafe Hugos di Jalan Adisucipto Sleman Yogyakarta.
Segerombolan preman itu adalah Dedi dan Dicky serta anggotanya sekitar 7 orang. Mereka memang kerap datang ke kafe Hugos setiap minggunya dan kadang lebih dari sekali dalam seminggu,
Namun menurut pengakuan Joko penjaga kafe tersebut mengatakan bahwa segerombolan preman tersebut sering tidak membayar dan terkadang membuat onar di kafe.
Pada malam itu, di dalam kafe ternyata ada Heru dan Allen yang merupakan anggota Kopassus datang berkunjung.
Tidak ada yang tahu pasti apa akar permasalahannya, namun diduga hal itu berawal dari masalah senggolan di ujung meja bar, di mana Heru bersenggolan dengan Dicky.
Dedi dan Dicky memang diketahui kerap memancing keributan apalagi dengan pelanggan baru. Heru dan Allen yang sedang bersantai kemudian didatangi oleh para preman.
Mereka menanyakan asal daerah dan juga menanyakan siapa mereka di saat itu. Heru menjawab bahwa dia adalah anggota Kopassus. Tampaknya pertemuan tersebut bukannya pertemuan yang ramah, terlihat mereka mulai terlibat adu cekcok.
Sudah terkapar tetap dikeroyok
Perkelahian pun akhirnya tak terelakkan. Mereka berkelahi di halaman kafe, beberapa orang kemudian terlihat berusaha melerai. Namun sepertinya para preman masih tidak puas dan mereka masih terus memepet hingga kembali ke dalam kafe.
Rupanya keributan masih terus berlanjut, puncaknya adalah ketika Dicky dan Dedi bersama-sama memukul Heru dengan botol minuman keras dan tepat mengenai kepala.
Setelahnya mereka langsung menusuk dada kiri Heru menggunakan pecahan botol, namun versi lain menyebutkan bahwa Dedi menusuk korban menggunakan badik yang selalu ia bawa di pinggangnya.
Di saat korban sudah tak berdaya, rombongan preman tersebut melancarkan bertubi-tubi serangan dan melempari korban menggunakan gelas dan juga botol.
Rekan korban dan juga beberapa orang kemudian berusaha menarik Heru memisahkannya dari para preman.
Namun Dicky dan Dedi mereka masih terus menyerang korban bahkan beberapa anggota preman juga masih ikut membantu menginjak-injak korban yang sudah tidak berdaya.
Heru kemudian dimasukkan ke dalam taksi dan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Informasi selanjutnya menyebutkan bahwa Heru pada akhirnya meninggal dunia.
Dicky dan kawan-kawan preman malah bangga
Saksi di dalam kafe mengatakan bahwa Dedi malah tertawa terbahak-bahak di depan kafe dan kemudian berteriak.
‘’Saya telah membunuh orang. Saya telah membunuh orang,’’ ucapnya seolah bangga dengan apa yang telah ia lakukan.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, bukti dan saksi mata sudah jelas, polisi pun langsung meringkus empat preman yang terlibat dalam pembunuhan.
Menurut sekuriti kafe Joko pelaku yang mengeroyok bukan hanya empat orang namun total semuanya diperkirakan ada lebih dari delapan orang.
Otak dari pembunuhan tentu saja adalah Dicky dan Dedi. Sementara persidangan berjalan, keempat permen tersebut ditahan di lapas Cebongan Sleman dan dimasukkan ke dalam sel A5.
Sel tersebut sudah berisi lebih dari 30 napi. Rudi Handoko yang juga mendekam di dalamnya mengisahkan bahwa ketika mereka masuk ke dalam sel dengan bangga Dicky bercerita bahwa mereka baru saja membunuh anggota TNI.
Begitupun dengan Ade anggota dari preman tersebut terlihat sangat bangga dan mengatakan ikut menghabisi korban dengan memukul kepala korban.
Mereka saat itu tidak menyadari bahwa nyawa mereka kini dalam incaran anggota Kopassus yang lain.
Di tempat yang berbeda yaitu di tempat pelatihan Kopassus di Gunung Lawu, komandan meminta kepada seluruh prajurit untuk bersabar.
Komandan saat itu menginformasikan bahwa rekan mereka yaitu Serka Heru Santosa gugur di kafe Hugo setelah dikeroyok oleh sejumlah preman.
Komandan mengatakan agar para anggota menahan diri tapi tentunya tidak semudah itu. Darah para prajurit seakan mendidih mendengarkan rekan mereka dibunuh dengan cara yang sangat sadis.
Emosi anggota Kopassus mendidih
Begitupun dengan Serda Ucok Tigor Simbolon atau kerap dipanggil dengan nama Serda Ucok. Ia berusaha sekuat mungkin menahan emosi namun masih tetap mencari tahu informasi para preman tersebut.
Dari sinilah diperoleh informasi, ternyata sekelompok preman tersebut juga pernah menyerang anggota TNI lainnya yakni Sertu Sriyono yang merupakan anggota Kodim 0734 Yogyakarta.
Sertu Sriyono sempat mengalami koma setelah dibacok oleh gerombolan Dicky dan Dedi. Hal yang membuat Serda Ucok naik pitam, sebab sertu Sriyono merupakan sahabat dekatnya.
Ia bahkan dikatakan berutang nyawa kepada Sertu Sriyono karena pernah diselamatkan dalam sebuah operasi militer di Aceh.
Fakta demi fakta yang terungkap membuat Serda Ucok semakin terbakar amarah. Informasi yang berhasil dihimpun, Dicky Ambon atau memiliki nama lengkap Hendrik Benyamin Angel Sahetapi ternyata memang merupakan seorang pembuluh sekaligus seorang pemerkosa.
Ia pernah membunuh seorang mahasiswa di tahun 2002 dan melakukan pemerkosaan di tahun 2007. Kemungkinan masih banyak lagi kejahatan yang belum terungkap.
Sementara pelaku lainnya yaitu Juan atau yang memiliki nama lengkap Yohanes Juan Manbait ternyata merupakan mantan anggota kepolisian ia dipecat dari satuan karena kasus narkoba.
Sebenarnya pada saat itu Juan sedang menjalani masa bebas bersyarat. Dua orang anggota Kopassus yang menjadi korban seolah menunjukkan bahwa preman tersebut sangat semena-mena melakukan kejahatan.
Emosi Serda Ucok semakin meluap-luap, bersama dengan Serda Sugeng dan Koptu Kodik, mereka mencoba mengajak anggota lainnya untuk melakukan pembalasan.
Singkat cerita terkumpul 12 anggota prajurit yang siap untuk melakukan operasi penyerangan.
Pada hari Sabtu 23 April 2013 mereka pun berangkat mengarah ke lapas Cebongan. Beberapa pucuk senjata sudah disiapkan di belakang mobil.
Di antaranya tiga senjata AK-47, dua pucuk replika AK-47, sebuah pistol, serta beberapa peledak berupa granat.
Masing-masing prajurit mengenakan penutup muka dan juga rompi. Tepat pukul 12.00 malam mereka sampai di depan gerbang lapas, dan mengaku sebagai aparat dari Polda Yogyakarta.
Mereka langsung menanyakan di mana kelompok preman Dicky ditahan. Petugas sipir yang curiga awalnya tidak bersedia untuk membuka pintu, namun karena diancam dengan senjata bahkan diancam tempat tersebut akan diledakkan, petugas pun berakhir membuka pintu lapas.
Pasukan dengan cepat menguasai bangunan. Tidak butuh waktu lama mereka sudah mendapatkan informasi dimana kelompok preman Dicky ditahan.
Mereka juga sudah berhasil mengambil paksa kunci ruang tahanan yang berasal dari kepala keamanan lapas Cebongan.
Tiga orang yang dipimpin oleh Serda Ucok langsung bergerak ke pintu blok A5 di mana terdapat 35 orang narapidana (Napi) di dalamnya.
Dor dor dor
Begitu sampai di ruang tahanan, Serda Sugeng dan Koptu Kodik kemudian berjaga. Sementara Serda Ucok masuk kedalam ruangan dengan menenteng AK-47.
‘’Yang bukan kelompok Dicky minggir,’’ kata Serda Ucok.
Otomatis 31 napi lainnya langsung memisahkan diri hingga tersisa tiga orang di bagian kanan. Mereka terlihat ketakutan dan mengangkat tangan mereka ke atas.
Dengan tiba-tiba senjata AK-47 langsung menyalak menumbangkan ketiga orang tersebut. Setelahnya, senjata AK-47 itu pun macet.
Serda Ucok kemudian keluar dan bertukar senjata dengan Serda Sugeng. Ia kembali masuk ke dalam ruangan mencari orang terakhir masih tersisa.
‘’Di mana pelaku satunya lagi?,’’ tanya Serda Ucok.
Puluhan napi pun langsung menyingkir menyisakan seorang bernama Ade yang terlihat berdiri gemetar di dekat pintu kamar mandi.
Tanpa ada sepatah katapun dengan tiba-tiba senjata kembali menyalak dan seketika menewaskan Ade.
Anggota Kopassus kemudian menuju ke ruang CCTV dan mengambil semua rekaman yang ada. Seluruh aksi tersebut hanya dilakukan kurang lebih 10-15 menit.
Waktu yang bisa dibilang sangat singkat menunjukkan bahwa pelaku adalah orang yang terlatih dan juga sangat profesional.
Singkat cerita kasus penyerangan di lapas Cebongan menjadi headline di berbagai media massa. Sampai dengan satu minggu penyerangan, pihak kepolisian masih terus mendalami siapa sebenarnya pelaku penyerangan tersebut.
Hingga di minggu kedua, akhirnya pihak TNI menunjukkan hasil investigasi dan mengatakan bahwa penyerang adalah anggota Kopassus.
Singkat cerita, Serda Ucok divonis sebelas tahun penjara, Serda Sugeng divonis delapan tahun penjara, dan Koptu Kodik enam tahun penjara.
Meskipun banyak perdebatan mengenai vonis yang diberikan namun yang menarik adalah respon dari masyarakat tanggapan masyarakat diberbagai media sosial.
Terlepas dari pelanggaran yang dilakukan rupanya sebagian besar masyarakat mendukung apa yang dilakukan oleh gerombolan anggota Kopassus itu.
Mereka menganggap tindakan tersebut adalah aksi heroik memberantas para preman yang sudah meresahkan masyarakat.
Komentar yang muncul di berbagai media sosial cenderung memberi simpati kepada Serda Ucok menunjukkan bahwa masyarakat memang sudah sangat muak dengan aksi premanisme dan menginginkan tindakan yang tegas.
Itulah kisah penyerangan lapas Cebongan yang dilakukan oleh prajurit Kopassus pada tahun 2013 silam dan sempat menghebohkan pemberitaan nasional bahkan internasional.