- Buku Al Zaytun Sumber Inspirasi
Pendapat Mereka yang Pernah Berkunjung ke Pesantren Al Zaytun, Sejak Habibie, Moeldoko, Hingga AM Hendropriyono
Jakarta, tvOnenews.com-Sejak diresmikan oleh Presiden BJ Habibie pada 27 Agustus 1999, polemik memang terus menyertai keberadaan Pondok Pesantren Mahad Al Zaytun. Saat itu kemegahan dan kemewahan bangunan pesantren di atas lahan 200 hektare disorot karena dibangun saat bangsa mengalami krisis ekonomi.
Kini buntut dari sejumlah reaksi masyarakat, pemerintah tengah mendalami polemik Pesantren Al Zaytun. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebut tengah menyiapkan beberapa langkah hukum menyikapi polemik Pesantren Al Zaytun. "Ya, kita sudah sampai pada kesimpulan harus ditindak dalam tiga langkah hukum, satu, hukum pidana. Hukum pidana itu memang sudah banyak laporan dan bukti-bukti digital dan saksi dilakukannya tindak pidana oleh oknum. Bukan oleh lembaga, oleh oknum di Al Zaytun," ungkap Mahfud, Minggu (25/6/2023).
Sejak berdiri sejumlah tokoh nasional telah datang melihat proses belajar di pesantren Al Zaytun, sejak Presiden ke-3 BJ Habibie hingga Muldoko. Berikut rangkumannya:
Habibie di tengah para santri Ponpes Al Zaytun 27 Agustus 1999/ Foto : Istimewa
BJ Habibie
Buku Al Zaytun, Sang Inspirasi menulis kedatangan Habibie saat meresmikan ponpes pada 27 Agustus 1999. Habibie dan rombongan datang dengan naik kereta api Argo Bromo dari Stasiun Gambir hingga Stasiun Haurgeulis. Habibie lalu melanjutkan perjalanan menuju kompleks Al Zaytun dengan menggunakan mobil. Kedatangan Habibie membuat Pemda buru buru memuluskan jalan yang dilalui Habibie yang sebelumnya rusak parah. Selain menandatangani prasasti persemian ponpes yang disaksikan Gubernur Jawa Barat saat itu Nuriana dan Menteri Agama Malik Fajar, Habibie juga bercengkrama dengan para santri.
(Foto: Antara)
Moeldoko
Moeldoko menyebut pernah berkunjung ke Ponpes Al Zaytun dua kali. Saat mengunjungi ponpes itu, Moeldoko mengaku diundang untuk memberikan ceramah kebangsaan. Dia mengaku dua kali mengunjungi ponpes yang dipimpin Panji Gumilang itu. Pertama, saat masih berdinas di TNI sebagai Pangdam Siliwangi dan kedua, saat telah menjabat Kepala Staf Kepresidenan. Namun, Moeldoko mengaku tidak tahu menahu mengenai aktivitas yang diduga menyimpang di Al Zaytun.
"Kita tidak mengerti apa yang terjadi secara utuh di dalam. Tapi yang saya lihat bahwa norma-norma apa itu, norma kebangsaan itu berjalan di sana. Lagu Indonesia Raya itu selalu dinyanyikan. Gitu. Tapi secara aku hanya melihat bahwa nilai-nilai kebangsaan, Pancasila dan seterusnya selalu dibicarakan di sana," tuturnya. Moeldoko juga membantah kabar yang menyebutkan dia melindungi Ponpes Al Zaytun."Emang preman kok jadi beking? Itu yang ngomong itu suruh sekolah dulu itu, biar pintar dikit," ucap Moeldoko.
Foto: Vivanews
AM Hendropriyono
Salah satu tokoh yang pernah menyaksikan proses belajar di Mahad Al Zaytun adalah Abdulah Mahmud Hendropriyono. Mantan Ketua Badan Intelijen Negara ini berkunjung ke Pondok Pesantren Al Zaytun pada 14 Mei 2003. Saat itu Hendropriyono harus melakukan pemancangan patok pertama gedung pembelajaran Dr. Ir. H. Ahmad Soekarno di kawasan Pesantren Al Zaytun. Kedatangan Hendropriyono bertindak mewakili Mantan Presiden Megawati Soekarno Putri. Kesaksian Hendropriyono diutarakan saat menulis kata pengantar buku Al Zaytun, Sumber Inspirasi.
Seperti ditulis dalam kata pengantar yang bertajuk Jadilah Petarung Republik Indonesia, ketika melihat langsung proses pembelajaran, AM Hendropriyono mengaku terkesan pada kurikulum yang diajarkan Pondok Pesantren Al Zaytun yang disebutnya inklusif, terbuka, membina toleransi dan perdamaian. Hendropriyono juga menulis ketidakpercayaannya jika Al Zaytun dianggap mendukung NII (Negara Islam Indonesia) "Bagaimana mungkin NII mengajarkan Pancasila? Bukankah NII menentang dan mengkafirkan Pancasila dan NKRI," tulis Hendro.
Dawam Rahardjo
Pendiri dan ketua ICMI Dawam Rahardjo juga pernah berkunjung ke Al Zaytun. Saat itu Dawam mengaku tertarik untuk melihat pendanaan Al Zaytun. Dawam semula juga menyangka pendanaan Al Zaytun dari salah satu negara di Timur Tengah. "Ternyata tidak, melainkan dari Allah melalui mekanisme umat," ujar almarhum Dawam saat itu seperti dikutip dari buku Al Zaytun, Sumber Inspirasi.
Pada 14 Desember 2000 Dawam memang berkesempatan melihat langsung ponpes dari dekat. Dawam, yang punya latar belakang mengelola sebuah Universitas di Bekasi, mengaku kagum karena jika dilihat dengan perhitungan bisnis, ponpes ini sangat tidak feasible. Saat itu, bagi Dawam, pengalaman Al Zaytun mengembangkan pesantren bisa untuk contoh lembaga pendidikan lain. "Di sini saya belajar, lewat ICMI sebagai perantara. Jika bisa akan diberlakukan ke tempat lain.(bwo)