- Kolase tvOnenews
Ponpes Al Zaytun Selama Ini Tak Terjamah, Pengamat Duga Ada yang Main-main
Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat Pendidikan Islam, M Najih Arromadloni menilai ada pihak yang bermain-main dalam kasus Ponpes Al Zaytun.
“Saya lihat ada yang main-main,” ujar M. Najih dalam program tvOne, Apa Kabar Indonesia Pagi pada Sabtu (8/7/2023).
Menurut M Najih, sejak awal berdiri, Negara Islam Indonesia (NII) tidak pernah dinyatakan terlarang.
“NII sejak awal berdiri tidak pernah ditetapkan sebagai yang terlarang. Jika dibina kan sejak dulu ini binaan,” kata M Najih.
Padahal menurutnya, NII terus bergerak dan membahayakan jika dibiarkan.
“Sejak awal berdiri, NII sampai sekarang terus bergerak, kita tidak boleh meremehkan meski jumlahnya sedikit,” tandas M. Najih.
Sementara kata M. Najih pecahan dari NII justru sudah ditindak oleh pemerintah.
“NII ini kan induknya malah belum ditindak, namun anak-anaknya seperti JAD sudah,” jelas M. Najih.
“Kepalanya terus bergerak, persoalan ini tidak pernah dari hulu ke hilir,” lanjutnya.
Kemudian M. Najih menilai pemerintah kalah jika tidak membubarkan Ponpes Al Zaytun.
“Jika Al Zaytun tidak dibubarkan artinya pemerintah kalah. Panji pemimpin absolut, jika Panji dihukum mengapa ponpesnya dibiarkan?” katanya.
M Najih kemudian mengusulkan agar pemerintah mengambil alih Ponpes Al Zaytun.
“Sebaiknya Al Zaytun diambil alih pemerintah, restrukturisasi,” saran M Najih.
“Kita negara agama bukan sekuler yang membuang agama,” lanjutnya.
Ponpes Al Zaytun (Ist)
Ponpes Al Zaytun Disebut Jelmaan NII
Ponpes Al Zaytun terus menjadi perbincangan hangat karena menuai banyak kontroversi. Mulai dari ajaran agama Islam yang diduga menyimpang hingga keterkaitan dengan Negara Islam Indonesia atau NII KW9.
M. Najih sebelumnya mengatakan bahwa kelompok Al-Zaytun sangat jago dalam hal stealth.
"Orang melihat ada bendera merah putihnya, menyanyikan Indonesia Raya, meskipun stanzanya berbeda, lalu ada pendeta yang ikut salat, ini kan sebetulnya bagian dari kamuflase," katanya Najih Arromadloni pada Jumat (30/6/2023).
"Al Zaytun sendiri sebetulnya adalah penjelmaan baru atau re-branding, atau reorganisasi dari NII kan. Dulu ada Kartosuwiryo, Daud Beureueh, ada Jaelani, kemudian dilanjutkan sekarang oleh Panji Gumilang," lanjutnya.
Mereka saat ini sudah bergerak melalui kegiatan sosial seperti MIM atau Membangun Komunitas Pembangunan Indonesia. Najih kemudian mengatakan bahwa ada dua kurikulum di Ponpes Al Zaytun, yaitu kurikulum resmi dan kurikulum tersembunyi.
"Ada unsur memang bahwa santrinya ini adalah orang-orang NII, anak-anak orang NII dan ada juga orang luar. Maksudnya ketika ada anak santri yang bukan orang tuanya bukan NII, ingin baiat NII, itu tolak oleh Panji Gumilang," ucapnya.
"Jadi memang Panji Gumilang membuat satu sistem yang semacam itu, ada cluster-cluster yang yang boleh diketahui oleh umum, mana yang tidak boleh diketahui," tambahnya.
Setelah orang luar yang tidak diajari kurikulum NII dan yang ingin Bai'at ditolak, Najih mengungkapkan bahwa sebelumnya dia menduga hampir 100 persen murid Al Zaytun berasal dari keluarga NII.
Ponpes Al Zaytun (Ist)
Diusulkan Diambil Alih oleh Ustaz Adi Hidayat
Pengamat terorisme Al Chaidar mengaku punya alasan sendiri di balik usulan pengambil alihan Ponpes Al Zaytun dan menyerahkannya kepada Ustaz Adi Hidayat.
Pernyataan itu dilontarkan Al Chaidar setelah tuntutan besar-besaran menyerukan pembubaran pesantren yang dikelola Panji Gumilang itu.
Menurutnya, pesantren yang bagus seharusnya tidak dibubarkan sejak awal. Ia menyebut justru Panji Gumilang lah yang harus disingkirkan atas kontroversi yang dilakukannya.
“Pesantrennya jangan ditutup. Hanya Panji Gumilang yang memang sangat Dajal ini yang kurang ajar ini, yang harus ditangkap karena dia sudah melakukan sejumlah pelanggaran hukum,” ujarnya mengutip dari Instagram @fuadbakh, Jumat (30/6/2023).
Chaidar menyebut Panji Gumilang bersalah karena telah melakukan penistaan agama saat menyebut kitab suci Al-Qur’an sabda Nabi Muhammad SAW. Lalu Panji juga mencampurkan barisan salat berjamaah antara pria dan wanita.
“Kemudian dia menganut ajaran atau aliran ISA bugis. Aliran itu menganggap bahwa komunisme adalah bagian dari ajaran Islam sehingga Panji Gumilang itu dengan leluasa menyatakan bahwa dia adalh komunis,” kata Chaidar.
Mereka semua dieksekusi di Al Zaytun oleh Panji Gumilang berdasarkan rentetan konflik. Hal ini mendasari pendapat Chaidar bahwa Panji Gumilang harus dibereskan sedangkan gedung pesantren bisa diserahkan kepada pihak lain.
Terkait hal itu, dia menyarankan agar pemerintah bisa menyerahkan Ponpes Al Zaytun kepada Ustaz Adi Hidayat. Menurutnya, dosen berusia 38 tahun itu berhasil menjalankan pesantren yang awalnya menyimpang menjadi lebih baik.
Ustaz Adi Hidayat (UAH)
“Menurut saya pesantrennya tetap dibiarkan begitu saja, tetapi pemimpinnya yang diganti, kalau bisa diganti dengan Ustaz Adi Hidayat lah, karena itu yang keliatannya paling bagus, keliatannya ustaz itu juga belum punya pesantren,” ungkap Chaidar.
“Jadi saya kira memang sebaiknya Pesantren Al Zaytun itu dikasih kepada Ustaz Adi Hidayat aja, nanti Ustaz Adi Hidayat akan mengajak ustaz-ustaz lainnya,” pungkasnya.