- Julio Trisaputra/tvOnennews.com
Andai Jadi Dihukum Mati, Ferdy Sambo Bakal Melewati 28 Tahap Ini Sebelum Eksekusi, tapi Eks Kadiv Propam itu 'Lolos' dari Maut
Jakarta, tvOnenews.com - Mahkamah Agung (MA) RI mengejutkan publik usai memutuskan untuk merubah hukuman kepada para terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, termasuk Ferdy Sambo yang awalnya divonis hukuman mati jadi hukuman seumur hidup.
Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap Ferdy Sambo yang memutuskan membatalkan pidana mati pada selasa (8/8/2023).
Tak hanya Ferdy Sambo, Mahkamah Agung juga meringankan putusan dari tiga terdakwa lainnya yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf.
Terdakwa, Ferdy Sambo.
Putri Candrawathi yang awalnya dijatuhi hukuman penjara 20 tahun diubah menjadi hukuman penjara 10 tahun.
Sementara itu, hukuman Ricky Rizal juga menjadi lebih ringan, yakni pidana penjara delapan tahun dari sebelumnya 13 tahun.
Terakhir ada asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma'ruf yang juga hukumannya diringankan dari yang sebelumnya pidana penjara 15 tahun, menjadi sepuluh tahun penjara.
Adapun secara otomatis, Ferdy Sambo lolos dari jeratan hukuman mati.
Pengertian hukuman mati
Pidana mati atau hukuman mati merupakan pidana pokok terberat, disusul pidana penjara, kurungan, denda, dan pidana tutupan. Diketahui menurut Roeslan Salah dalam Stelsel Pidana Indonesia (1987), hukuman mati adalah jenis pidana yang terberat dalam hukum positif Indonesia.
Dulunya, hukuman mati di Indonesia dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan bahwa.
“Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya.”
Namun kini pasal 11 tersebut diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964. Kini hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat proses rekontruksi di TKP. (Julio Trisaputra/tvOnenews)
Ada beberapa kejahatan yang diancam dengan hukuman mati di antaranya:
- Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
- Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia.
- Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang.
- Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
- Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
- Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Selain pasal di atas diketahui UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga mengatur mengenai hukuman mati.
Diketahui Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati.
Tahapan pelaksanaan hukuman mati
Di Indonesia sendiri Pidana Mati diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana lebih tepatnya di Pasal 11 KUHP.
Di Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dituliskan, kalau pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat berdiri.
Proses hukum itu disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 01/pnps/1964 terkait dengan tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan pengadilan umum militer.
Dan jika mengacu pada pasal 1, hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan cara ditembak sampai mati yang kemudian disempurnakan kembali lewat peraturan Kapolri nomor 12 tahun 2010 tentang cara pelaksanaan pidana mati.
Dan berikut ini tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia sesuai dengan pasal 15.
1. Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke lokasi pelaksanaan pidana mati.
2. Pada saat dibawa ke lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniwan.
3. Regu pendukung sudah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
4. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan.
5. Regu penembakan mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai dengan 10 meter dan kembali ke daerah persiapan.
6. Komandan pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan "Lapor pelaksanaan pidana mati siap dilaksanakan".
7. Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
8. Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan "Laksanakan" kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan "Laksanakan".
9. Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor.
10. Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa.
11. Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniwan.
12. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
13. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
14. Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana.
16. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
17. Komandan Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak, dan mengambil sikap istirahat di tempat.
18. Pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas.
19. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
20. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata.
21. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
22. Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
23. Komandan Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Pelaksana melakukan penembakan pengakhir.
24. Komandan Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga.
25. Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih ada tanda-tanda kehidupan.
26. Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana.
27. Selesai pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya.
28. Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan "Pelaksanaan Pidana Mati Selesai".
(lsn/ind)