- freepik.com
Bukan Pertama Kali! Ini 4 Kasus Poliandri di Indonesia yang Berujung Tragis, Wanitanya Justru Paling Rugi
Jakarta, tvOnenews.com - Kasus poliandri yang terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, yang melibatkan SR (istri) pelaku praktik Poliandri, AS suami kedua dan SN suami ketiga, berakhir tragis.
Kasus poliandri ketiganya berawal dari rasa cemburu dan ketersinggungan SN kepada AS yang akan mengajak SR pergi ke Bulukumba. Saat AS mengajak SR ke Bulukumba melalui sambungan telepon, SR tengah bersama suami ketiganya SN.
“Pelaku SN mendengar pembicaraan tersebut langsung emosi karena ada kata-kata yang menyinggung perasaannya dan setelah menelpon, terduga pelaku SN mengatakan kepada SR, ‘Loka Keloi’ (Saya ingin membunuhnya),” terang Kasi Humas.
Emosi SN yang tak dapat dikendalikan kepada suami kedua SR pun berujung hilangnya nyawa AS.
Poliandri di Bone berujung tragis, perkataan suami ketiga bunuh suami kedua
Kasus Poliandri di Indonesia
Kasus Poliandri yang terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, nyatanya bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Padahal, poliandri dilarang di Indonesia, baik dalam pandangan hukum negara maupun hukum agama Islam.
Sebut saja di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Kasus Poliandri di Pamekasan tersebut ditemukan pada 23 Oktober 2010 silam.
Kasus poliandri yang dilakukan K (38) warga Dusun Toronan Daya, Desa Toronan, Kecamatan Kota Pamekasan, berawal dari perselingkuhan yang dilakukan K dan menikah sirih dengan S (40). Padahal, suami K yang berinisial HA (40) masih melakukan proses gugatan perceraian dan belum ada putusan cerai, namun K sudah menikah siri dengan S.
"Istri saya telah melakukan poliandri. Secara hukum negara, Kamariyah masih tercatat sebagai istri saya. Sebab, gugatan cerainya kepada saya masih dalam proses kasasi," kata Ustadz Hairul kepada wartawan di rumahnya, Sabtu (23/10/2010).
Kasus poliandi di Pamekasan, Madura pun berujung pidana yang menjerat K, karena suami HA memperkarakan K ke ranah hukum.
Ilustrasi kasus poliandri
Kasus poliandri lainnya juga terjadi di Tanjungsari, Cianjur, Jawa Barat. Kasus ini terjadi pada Mei 2022.
N (28) yang merupakan warga Kampung Sodong Hilir, Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, harus menerima pengusiran oleh warga, karena poliandri yang dilakukanya.
Adalah U (32) yang menjadi suami kedua N (28). Keduanya menikah secara sirih. U sendiri merupakan warga kampung sebelah dan berstatus bujang.
N sendiri diketahui telah menikah dengan E (49). Pernikahan keduanya telah berlangsung selama 13 tahun dan telah memiliki dua anak.
Tak hanya di Bone, Pamengkasan dan Cianjur, kasus Poliandri juga terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur.
Adalah R yang menikah dengan dua lelaki yang berinisial SY dan SR. Status pernikahan dengan kedua suaminya dilakukan secara sirih.
Kasus ini mencuat pada bulan April 2023 lalu.
Poliandri yang dilakukan R juga berakhir tragis, karena kedua suami R saling bersiteru dan berakhir penusukan yang dilakukan SY terhadap SR dengan 11 luka tusukan.
Hukum Perkawinan Poliandri
Dalam perspektif filosofis, perkawinan poliandri dianggap bertentangan dengan kodrat wanita. Bahkan, secara tegas praktik poliandri dilarang dalam agama Islam dan jelas disebutkan dalam kita suci Al-Quran dan Hadis.
Poliandri dinyatakan haram berdasarkan dalil Al-Quran surat An-Nisa 4:24 dan Al-Sunnah Hadis Riwayat Ahmad dalam buku Kasf AlGumma.
Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT:
"Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya., atas kamu dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Sementara dari perspektif yuridis, poliandri bertentangan dengan ketentuan hukum negara, terutama bertentangan dengan hukum perkawinan Indonesia, yakni Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan. UU tersebut menyatakan perkawinan oleh satu pihak yang masih terikat perkawinan dapat dilakukan pencegahan perkawinan. Selain itu, pelaku praktik poliandri dapat dijatuhkan sanksi pidana sesuai pasal 284 KUHP. (mg2/mii)