- instagram@ustadzabdulsomadofficial
Pesan UAS Untuk Konflik Rempang: Yang Ada Jabatan Tolong Dengan Kuasa & Suara
Jakarta, tvonenews.com - Ustaz Abdul Somad minta tolong kepada masyarakat melayu serantau agar bersuara menyikapi kasus penggusuran masyarakat adat melayu di Pulau Rempang, Batam.
Melalui unggahan di akun instagramnya @ustadzabdulsomadofficial yang dipantau Senin (11/9/2023), ia meminta agar warga melayu membantu warga pulau Rempang.
"Tokoh Masyarakat Melayu Serantau. Yang ada jabatan, tolong dengan kuasa. Yang sanggup berteriak, tolong dengan suara," tulis UAS.
Dalam unggahanannya, UAS juga menyatakan dukungan kepada masyarakat Pulau Rempang, Batam, dengan mengambil judul postingan "MASYARAKAT REMPANG, Keturunan Perajurit Terbilang."
(Sejumlah aparat keamanan bertahan di balik pagar kantor BP Batam menyusul kerusuhan yang terjadi, Senin (11/9/2023). Sumber: tim tvone/Alboin)
UAS juga mengutip pernyataan dari Prof. Dr. Dato' Abdul Malik, M.Pd, masyarakat Pulau Rempang disampaikan merupakan keturunan prajurit kesultanan Riau-Lingga.
"Masyarakat ini sudah eksis sejak 1720 pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I," demikian unggahan UAS.
Pada Perang Riau I (1782-1784) mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah. Dan, dalam Perang Riau II (1784–1787) mereka prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah.
Ketika Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah ke Daik-Lingga pada 1787, Rempang-Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga.
Pemimpinnya Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman yang ditunjuk oleh Sultan Mahmud.
Kala itu pasukan Belanda dan Inggris tak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau-Lingga. Anak-cucu merekalah sekarang yang mendiami Rempang-Galang secara turun-temurun.
Pada Perang Riau itu nenek-moyang mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan. Nukilan itu ada ditulis di dalam Tuhfat al-Nafis karya Raja Ali Haji. "Semoga mereka senantiasa dilindungi Allah SWT," tulis UAS.
Tuntutan Warga Rempang
Aksi unjuk rasa warga yang menolak pengembangan Kawasan Rempang di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam ricuh, Senin, 11 September 2023. Wartawan ANTARA melaporkan dari Batam, Senin, warga yang awalnya melakukan aksi dengan damai, tiba-tiba ricuh dengan menghancurkan pagar.
Tidak hanya itu, lemparan batu, kayu, hingga bom molotov dilemparkan warga ke arah halaman kantor BP Batam. Gas air mata dan water canon juga sudah ditembakkan ke arah kerumunan aksi unjuk rasa oleh petugas.
Berdasarkan pantauan tim tvone di lokasi unjuk rasa, ini lima tuntutan yang disuarakan warga melalui keterangan salah seorang orator, Said Abdullah Dahlawi.
"Pertama, menolak penggusuran 16 kampug tua di Rempang-Galang. Kedua, mendesak Polri membubarkan posko terpadu yang didirikan di Rempang," kata dia.
Kemudian, ketiga, menghentikan intimidasi dan kekerasan terhadap warga. Keempat, menuntut Presiden Jokowi membatalkan penggusuran 16 Kampung Tua, serta mencopot Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam.
Keenam, membebaskan warga Rempang Galang yang ditahan tanpa syarat.
Dalam aksi tersebut, Kepala BP Batam Muhammad Rudi sempat menemui massa aksi itu. Namun, pertemuan itu tak berlangsung lama.
Rudi menuturkan hal yang tak jauh berbeda dari aksi sebelumnya bahwa perihal Rempang merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.
"Kami di sini tidak punya kewenangan. Hanya sebatas perpanjangan tangan pemerintah pusat," ucapnya.
"Di aksi lalu kami juga mengajak perwakilan warga untuk ikut bertemu langsung dengan pemerintah pusat," tambah Rudi.
Pemerintah Berhati-Hati
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md meminta aparat keamanan berhati-hati dalam menangani masalah pengosongan lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
"Saya berharap kepada aparat penegak hukum di daerah, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," kata Mahfud, Senin (11/9/2023).
Dia meminta aparat keamanan turut mensosialisasikan bahwa sudah ada kesepakatan antara pemda, pengembang, DPRD dan masyarakat pada tanggal 6 September 2023 bahwa pemerintah akan membangun rumah bagi masyarakat di sana.
Mahfud menjelaskan persoalan hukum di Rempang sudah selesai.
Menurut dia, pada tahun 2001 dan 2002 diputuskan pengembangan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya. Salah satunya Pulau Rempang.
Pada tahun 2004 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BP Batam atau pemda untuk pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau tersebut.
Sebelum pengembangan, kata Mahfud, pemda sudah mengeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.
"Ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan. Sudah ada penghuni lama dan seterusnya sehingga diselesaikan. Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU itu dibatalkan semua oleh Menteri LHK," jelasnya.
“Di situ terjadi perintah pengosongan karena pada tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken pada tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001 dan 2002,” sambungnya.
Dia menjelaskan pada tanggal 6 September 2023 sudah dilakukan musyawarah antara pemda, pengembang, DPRD dan masyarakat yang menghasilkan kesepakatan relokasi terhadap 1.200 kepala keluarga.
Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan tipe 45 senilai Rp120 juta.
Masyarakat juga diberi uang tunggu sebelum relokasi masing-masing senilai Rp1.034.000 serta diberi uang sewa rumah Rp1 juta sambil menunggu pembangunan rumah di lahan relokasi.
“Semuanya sudah disepakati. Rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan pada tanggal 6. Itu rakyatnya yang hadir sekitar 80 persen sudah setuju semua. Itu yang kemudian belum terinformasikan sehingga orang-orang (terjadi bentrokan) ya ada provokatornya juga. Buktinya delapan orang ditangkap," katanya.
“Itu tidak pernah Anda beritakan bahwa mereka akan direlokasi ke daerah terdekat di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter, jumlahnya 1.200 KK. Itu di atas tanah 2.000 hektare," lanjutnya.
Dengan demikian, kata dia, yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare, yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare dan 1.200 KK diberi tadi ganti rugi, relokasi dan sebagainya.
Sejarah Proyek Rempang
Rencana pengembangan Rempang Eco-City mencuat pada 2004. Saat itu, pemerintah, melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.
Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional 2023. Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Aturan itu diteken oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu.
Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080. Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.
Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.
Pada Juli lalu, Xinyi International International Investment Limited dan PT Makmur Elok Graha telah menandatangani nota kesepakatan (Memorandum of Agreement) terkait rencana investasi itu di Chengdu, China.
Kendati demikian, sejumlah warga terdampak harus direlokasi demi pengembangan proyek Rempang Eco-City. Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengungkapkan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.
Pemerintah juga memberikan keringanan lainnya berupa bebas biaya uang wajib tahunan (UWT) selama 30 tahun, gratis pajak bumi dan bangunan (PBB) selama 5 tahun, BPHTB dan SHGB.
"Lokasinya berada di tepi laut. Sehingga memudahkan masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan untuk melaksanakan aktivitas. Dengan momentum pembangunan ini, saya berharap nasib masyarakat bisa berubah menjadi lebih baik," ujar Rudi dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9) lalu.
Masyarakat yang terdampak pembangunan akan dialihkan pemerintah ke lokasi yang sudah disiapkan. Mereka akan mendapat biaya hidup Rp1,03 juta per orang dalam satu KK.
Bagi masyarakat yang tinggal di ditempat lain akan mendapat bantuan biaya sewa Rp1 juta per bulan. (ito)